x

Iklan

Handrian Alpiana1510

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 Juli 2023

Sabtu, 29 Juli 2023 09:49 WIB

Fenomena Pelanggaran Masyarakat dalam Hukum Pidana

Pelanggaran adalah wetsdelicten, artinya perbuatan yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undangundang menyebutnya sebagai delik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh :Handrian Alpiana 

 

A. PENDAHULUAN

Pelanggaran adalah perilaku yang menyimpang untuk melakukan tindakan menurut kehendak sendiri tanpa memperhatikan peraturan yang telah dibuat. Pelanggaran adalah wetsdelicten, artinya perbuatan yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undangundang menyebutnya sebagai delik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hukum pidana adalah kewajiban untuk menegakkan hukum, yaitu seluruh dasar dan aturan yang dibuat oleh negara dengan melarang apa yang tidak sah dan menimbulkan penderitaan- penderitaan bagi mereka yang melanggar larangan tersebut.

Berikut adalaha macam macam pelanggaran pidana, yang melakukan tindakan yang sudah negara tetapkan beberapa larangan yang tak boleh dilakukan dan yang melanggar akan mendapatkan penegakan hokum berupa sanksi yang sesuai dengan undang undang nya. berikut ini macam macam pelanggaran nya seperti : kasus pencurian atau perampokan, pembunuhan, penipuan, pemerasan, penganiayaan, pemerkosaan, korupsi, pengemplangan pajak, dan pemalsuan dokumen

Syarat syarat seseorang yang dipidanakan yaitu : 1. Melawan hukum, 2. Merugikan masyarakat, 3. Dilarang oleh aturan pidana, 4. Pelakunya akan diancam dengan pidana, 5. Pelakunya dapat dipertanggungjawabkan. Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai upaya terakhir untuk menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B. PEMBAHASAN

Sesuai dengan Pasal 1(3) UUD 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini merupakan bentuk penegasan yang berarti bahwa segala aspek kehidupan masyarakat, kenegaraan dan pemerintahan Indonesia harus selalu diatur oleh hukum yang berlaku. 

Pancasila ke-5 menyatakan bahwa ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ berarti bahwa setiap rakyat Indonesia berhak atas perlakuan yang adil di bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Pernyataan ini terkait langsung dengan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita sesuai dengan norma hukum yang ada.

Hukum pidana adalah sebuah aturan atau hukum yang dapat mengatur pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, dan kepada pelakunya dapat diancam hukuman berupa penderitaan atau siksaan.

Hukum pidana merupakan salah satu jenis hukum yang ada di Indonesia. Hukum adalah     seperangkat aturan yang terdiri dari norma dan sanksi.

Hukum berkaitan erat dengan kehidupan manusia, dan semua kehidupan manusia dibatasi oleh hukum, sehingga mengacu pada sistem terpenting bagi lembaga penegak hukum untuk melaksanakan berbagai kekuasaan penegakan hukum

Sebagai negara hukum di Indonesia, Indonesia memiliki berbagai peraturan hukum untuk mengatur keberlangsungan keamanan dan ketertiban di negara Indonesia, karna maraknya para pelanggaran pelanggaran yang tidak bertanggung jawab maka disitu hukum pidana berlaku sesuai pelanggaran nya.

Orang baru menyadari hal yang melanggar tersebut merupakan tindakan pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569. Contoh mabuk di tempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551 KUHP).

Factor – factor penyebab seseorang melakukan pelanggaran yaitu dinamika pelanggaran hukum kerap dikaitkan dengan kemiskinan. Ekonomi digadang-gadang menjadi penyebab utama maraknya pelanggaran hukum. Pasalnya, pelaku pelanggaran hukum bukan hanya dari kelompok miskin, golongan ekonomi kelas atas atau kaya pun marak melakukan pelanggaran. Lebih lanjut, umumnya pelaku pelanggar hukum melakukan pelanggaran sesuai dengan jangkauan sosialnya. Dengan kata lain, mereka yang berada di kelas atas lah yang mampu melakukan pelanggaran hukum besar, misalnya korupsi, pencucian uang, suap, dan lainnya.

Dan begitupun ada beberapa alasan lemahnya penengakan hukum yakni : masalah dalam pembuatan peraturan perundang-undanga, masyarakat mencari kemenangan bukan keadilan, uang mewarnai penegakan hukum, penegakan hukum sebagai komoditas politik sehingga menjadi diskriminatif, lemahnya sumber daya manusia,adanya advokat tahu hukum melawan advokat tahu koneksi, keterbatasan anggaran,  dan penegakan hukum yang dipicu oleh media massa.

Pelanggaran dianggap sebagai hal biasa Alasan kedua mengapa terjadinya pelanggaran hukum adalah karena masyarakat menganggap pelanggaran tersebut sebagai hal biasa atau bukan sesuatu yang salah. Contohnya adalah tindak pidana main hakim sendiri. Tindak pidana main hakim sendiri adalah bentuk pelanggaran hukum. Namun, masyarakat kerap menganggap cara ini merupakan langkah membela “korban”. Main hakim sendiri pun dianggap sebagai tindakan yang benar dalam memenuhi keadilan yang dibutuhkan.

Rendahnya kepatuhan hukum Alasan ketiga mengapa terjadinya pelanggaran hukum adalah karena kepatuhan hukum dalam masyarakat masih rendah. Kepatuhan hukum adalah kesadaran akan hukum yang membentuk rasa setia dalam masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan. 

Dalam meningkatkan kepatuhan hukum, ada tiga cara yang dapat dilakukan, yakni: represif: tindakan yang diberikan agar penegakan hukum dilaksanakan. Pelaksanaan tindakan ini contohnya sebagaimana dilakukan aparat penegak hukum dalam proses penegak hukum, yakni memerlukan pengawasan, baik internal maupun eksternal. preventif: usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum atau menurunnya kesadaran hukum. persuasif: langkah mendorong atau memacu agar terciptanya kesadaran hukum yang erat kaitannya dengan nilai-nilai hukum atau budaya hukum.

Dalam hukum pidana apa yang dianggap perilaku ilegal, tindakan ini dilarang keras dan dihukum dengan hukum yang ada.

Langemeyer berpendapat bahwa tidak masuk akal untuk melarang suatu tindakan yang tidak ilegal, tidak dianggap salah. Mengenai tingkat salah atau tidaknya suatu perbuatan, terdapat dua aliran pendapat, yaitu:

Pertama, jika perbuatan itu mencocoki larangan undang-undang maka disitu ada kekeliruan. Di mana kesalahan tersebut telah terbukti, dari sifat pelanggaran sebagaimana ditentukan oleh undang-undang, kecuali ada kasus-kasus luar biasa yang sudah ditentukan oleh undangundang. Menurut pendapat pertama ini, melanggar hukum berarti melanggar undang-undang, karena hukum merupakan undang-undang.

Yang kedua berpendapat bahwa tidak tentu kalau sesuatu perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang dapat melawan hukum, karena menurut pendapat ini yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang (hukum yang tertulis) ada pula hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat.

Pendirian tersebut disebut pendirian yang materiil. Yang berpendapat formal untuk dapat dipidana perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam wet, jika sudah demikian biasanya tidak perlu lagi untuk menyelidiki apakah perbuatan tersebut melawan hukum atau tidak.

  1. KESIMPULAN

Ilmu Hukum pada hakekatnya adalah preskriptif atau mengharuskan. Karena mengharuskan maka sifat hukum adalah normatif. Sifat normatifitas dari tidak bergantung pada bentuk formal, kekuasaan dan sanksi, akan tetapi dari koherensinya dengan kaidah dan prinsip yang bersumber dari moral yaitu Keadilan dan Kebenaran.

Hukum adalah Norma, dalam tindakan reason for action. Sanction not constitutif law. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Sanksi bukan unsur utama dari hukum.Sanksi ada akibat tuntutan kepastian hukum dalam paradigma positivisme hukum, yang memandang ilmu hukum sebagai ilmu empirik aturanaturan tingkahlaku yang mengatur perbuatan manusia secara lahiriah belaka. Dimana hukum dituntut untuk berkorespondensi dengan fakta. Dalam penerapan hukum agar hukum dapat diterapkan hukum harus dipaksakan. Dengan demikian kedudukan sanksi dalam hukum adalah sanksi ada pada penerapan hukum.

D.SARAN

Sanksi tidak boleh mendegradasikan nilai hukum, menderitakan tidak diperbolehkan merendahkan martabat manusia. Dalam hal hukum memberi nilai penghormatan atas kehidupan manusia sanksi sama sekali tidak boleh melanggar nilai tersebut maka dari itu sanksi pidana mati jelas tidak dibolehkan, karena hal tersebut juga pelanggaran hukum. Hukum memberi nilai penghormatan atas hak milik sehingga kaidah hukum melarang pencurian maka sanksi yang mengambil melebihi hak pelaku pencurian adalah tidak dibenarkan sehingga sanksi yang memiskinkan seorang koruptor juga adalah pelanggaran hukum. Sanksi harus ditujukan untuk mengabdi pada hukum bukan sebaliknya, apabila hukum menghendaki untuk manusia tidak membunuh maka sanksi sebagai penegak larangan tersebut tidak boleh menghilangkan nyawa manusia.

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Handrian Alpiana1510 lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu