x

Iklan

sucahyo adi swasono

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474
Bergabung Sejak: 26 Maret 2022

Rabu, 2 Agustus 2023 19:07 WIB

Radikal, Apa yang Salah?

Bahasa adalah alat untuk menyampaikan kesadaran makna. Oleh karenanya, ada suatu ungkapan: bahasa menunjukkan bangsa. Artinya, dari bahasa itulah akan terpantulkan sebuah kesadaran alam pikiran, adab budaya seseorang, kaum, maupun suatu bangsa yang mewujud nyata sebagai peradaban.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memang, ada yang salah dengannya? Ada yang keliru? Atau, secara ekstrem dalam artian tegas, sangat keras dan teguh, kata “radikal” itu berkonotasi tunggal sebagai sesuatu yang negatif atau yang menyesatkan?

Secara etimologis, kata “radikal” itu berasal dari kata “radiks” yang secara leksikal bermakna pangkal; sumber; dasar; bagian bawah; asal mula. Apabila dikaitkan dengan botani (ilmu tentang tumbuh-tumbuhan), maka kata “radiks” akan bermakna sebagai akar.

Begitulah kamus bahasa kita mengungkapkannya. Silakan di-cek di kamus agar tak menimbulkan kesalahpahaman, kesalahkaprahan dalam memaknainya. Dan, tentunya akan begantung pada konteksnya, yakni pertalian antara makna leksikal (kamus) dengan  makna gramatikal (kalimat) dalam mendukung kejelasan makna. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebab, bahasa adalah alat untuk menyampaikan kesadaran makna. Oleh karenanya, ada suatu peribahasa, "bahasa menunjukkan bangsa". Artinya, dari bahasa itulah akan terpantulkan sebuah kesadaran alam pikiran, adab budaya seseorang, kaum, maupun suatu bangsa yang mewujud nyata sebagai peradaban.

Selanjutnya, kata “radiks” setelah mengalami proses afiksasi menjadi “radikal”, maka maknanya berkembang sebagai hal ihwal tentang radiks, atau pada prinsipnya adalah sesuatu yang menyangkut pada hal-hal yang mendasar, dari pangkalnya, dan dari asal muasalnya. Begitulah pemaknaan asasi terhadap kata “radikal”.

Dewasa ini, dan hingga sampai detik ini, kata “radikal” manakala dikaitkan dengan sesuatu, utamanya terhadap aliran, keyakinan, faham, ajaran, doktrin maupun yang bersinggungan dengan ranah agamis, selalu berkonotasi dan berstigma negatif.

Fakta realita di kehidupan sosial masyarakat kita memang begitulah adanya. Apalagi bila berkembang menjadi kata “radikalisme”, maka mengarahlah pada pemahaman tentang noda atau cacat terhadap segala sesuatu yang terkait dengannya, yakni terhadap faham ataupun ajaran, dan sejenisnya. Cacat atau noda dimaksud adalah hal yang bersifat negatif, bertolak belakang dengan aspek manfaat yang bersifat positif.

Nah, apakah ketika kita berhadapan dengan suatu ajaran, agar mendapatkan pemahaman yang utuh, holistik dan esensial, perlu-tidak secara radikal? Ataukah cukup dengan cara parsial? Bukankah parsial adalah bermakna, berhubungan atau merupakan bagian dari keseluruhan? Mungkinkah kajian (studi) secara parsial akan menghasilkan pemahaman yang utuh secara keseluruhan (holistik) atas suatu faham atau ajaran? Mungkinkah?

Dengan demikian, maka pemahaman terhadap suatu ajaran, keyakinan, faham, doktrin, maupun agama apa saja, sudah seharusnya ditempuh dengan cara radikal, dimulai dari akar yang mendasar agar terbangun suatu pemahaman yang utuh, kokoh, dan tak mudah goyah oleh terpaan apapun jua. Begitulah pada prinsipnya.

Jikalau agama bagi manusia adalah dalam rangka menggapai keteraturan hidup dalam bangunan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan semesta alam, dimana agama telah disepakati sebagai wujud bagaimana mengekspresikan ajaran Tuhan Sang Pencipta semesta alam, maka terminologi “rahmat bagi semesta alam” (rahmatan lil alamin), “cintailah sesama manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri”, tentunya harus bisa dibuktikan dalam tataran praktik. Cinta-kasih, damai, indah, teduh, saling kasih sayang, saling memakmurkan, saling berbagi antara si kuat dengan si lemah, adalah wujud kehidupan yang harus dibuktikan bagi pemeluknya dimana saja, kapan saja, dalam situasi-kondisi apapun dan bagaimanapun jua. Itulah hakikat esensinya.

Sebaliknya, apabila justru yang terjadi adalah pertikaian, persaingan mengarah pada superioritas pribadi maupun kelompok (golongan), rebutan kekuasaan dan hegemoni, berbaku hantam antar sesama, penghisapan, penindasan, teror, tindak kekerasan, konflik dan peperangan, kerusuhan dan kekacauan, dan lain sebagainya ... Apakah yag demikian itu merupakan ajaran Tuhan Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, ajaran Tuhan yang mengedepankan cinta-kasih antar sesama, maupun yang disebut sebagai rahmatan lil alamin? Dan, apakah yang demikian itu bukan karena sebagai akibat? Akibat pemahaman hanya dengan cara parsial yang bermuatkan kepentingan, bukan secara radikal – dari akar yang mendasar, menyeluruh dan totalitas!

Kembali kepada esensi dari arikel ini dalam kalimat tanya, “Apa yang salah dengan ‘radikal’?” Apakah “radikalisme” itu memang nyata sebagai bentuk penyimpangan dan kesesatan atas sebuah faham atau ajaran? Faham atau ajaran apa saja, sebut saja agama,  dan agama apa saja. Apakah bukan lantaran akibat dari cara pemahaman yang parsial, tidak dari akar yang mendasar, dan secara holistik? Sehingga kata “radikal” maupun “radikalisme” selalu berkonotasi dan berstigma pada hal yang buruk, negatif, timpang dam menyimpang atau sesat? Sampai-sampai harus diprogramkan untuk dilakukan “deradikalisasi” terhadap suatu kelompok yang ditengarai sebagai yang terjebak di pusaran “radikal-radikalisme” atas suatu faham atau ajaran ...

“Dan Aku tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ibrahim (14):4)

Akhir kata, silakan disimpulkan sendiri menurut nalar pikiran logika yang sehat dari pembaca budiman yang senantiasa saya hormati. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ...

*****

Kota Malang, awal Agustus, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.

Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler