x

Iklan

BungRam

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 18 Agustus 2023 10:31 WIB

Menjawab Problem Nelayan Situbondo dengan ‘Lobstech’ Berbasis IoT

Melalui penggunaan Lobstech, para nelayan bisa melakukan pekerjaannya lebih efisien. Mereka bisa berhemat bahan bakar, misalnya, karena dengan IoT bisa menemukan titik koordinat ikan lewat gadget dan aplikasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Stubondo adalah sebuah wilayah kabupaten di provinsi Jawa Timur Indonesia, dengan Ibu kota Situbondo yang berada di kecamatan Situbondo.

Secara geografis Kabupaten Situbondo terletak di daerah pesisir utara pulau Jawa, di kawasan Tapal Kuda dan dikelilingi oleh perkebunan tebu, tembakau, hutan lindung di kaki gunung Baluran dan lokasi usaha tambak udang juga perikanan.

Dengan letaknya yang strategis, di tengah jalur transportasi darat Jawa-Bali, kegiatan perekonomian di kabupaten ini termasuk yang paling aktif di Jawa Timur, karena para sopir angkutan barang selalu singgah dan beristirahat di tempat-tempat yang ada di wilayah ini, terutama di wilayah wisata seperti Taman Nasional Baluran dan Pantai Pasir Putih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Umumnya nelayan Situbondo beternak ikan dan mengembangkan ikan kerapu di keramba-keramba yang mereka buat. Namun pada tahun 2015, keluar peraturan pemerintah mengenai larangan kapal asing membeli ikan kerapu langsung ke keramba nelayan, lalu menyulitkan mereka untuk mengembangkan usaha perikanan tersebut.

Dampaknya kemudian para nelayan kerapu mulai kehilangan penghasilan, keramba-keramba mereka kosong. Hal itu membuat Hendra, seorang mahasiwa di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya miris.

Berbeda dengan tahun keemasan budidaya ikan kerapu sebelum 2015. Para pembudidaya kerapu setidaknya bisa mendapatkan uang minimal Rp 5 juta setiap bulannya. Namun setelah hilangnya pembeli kerapu, otomatis penghasilan mereka turun drastis bahkan hilang.

Bagaimana para nelayan harus dapat bertahan hidup? Melihat kenyataan itu Hendra berpikir untuk menjawab problem para nelayan dengan ide inovasinya melalui budidaya lobster berbasis teknologi Internet of Thigs (IoT).

Ihtiar Hendra mengembangkan IoT pada nelayan Situbondo


Pada waktu berikutnya lewat program penelitian, Hendra memulai kuliah kerja nyata bersama satu rekan kuliahnya, di mana Hendra memutuskan untuk mengambil obyek penelitian tentang budidaya lobster berbasis teknologi Internet of Things (IoT).

Karena menurutnya saat itu pemerintah sedang mengembangkan konsep Internet of Things (IoT) di segala bidang, termasuk dalam soal perikanan. Dalam konsep ini instruksi pemrograman akan dihubungkan dengan perangkat khusus tanpa perlu intervensi pengguna. Segala hal dapat terkoneksi dengan internet secara otomatis.

Situbondo dikenal memiliki potensi yang cukup besar dalam budidaya lobster. Hendra lalu mengajak rekannya membuat terobosan untuk meningkatkan budidaya lobster berbasis teknologi IoT. Prinsip dasarnya adalah dengan menjaga kualitas, tingkat oksigen, serta keasaman air. 

Dengan ihtiar tersebut Hendra dan tim mencoba membuat aplikasi yang diberi nama ‘Lobstech’. Untuk mendapat data kualitas air, ia membuat kotak sensor berbasis IoT yang ditaruh di keramba. Kotak sensor ini disambungkan ke aplikasi Lobstech di komputer Hendra.

Lewat penampakan data yang terkumpul dan ditampilkan melalui aplikasi, para nelayan dapat menganalisis data tersebut secara real time untuk mengambil langkah yang diperlukan.

Melalui Lobstech para nelayan dapat mengontrol proses budidaya lobster dari manapun dengan memantau dashboard yang tersedia. Dari situ mereka dapat melihat pertumbuhan udang dan mengontrol kualitas air melalui dashboard tersebut.

Apresiasi SATU Indonesia Awards atas terobosan inovatif Lobstech berbasis IoT


Upaya untuk menjawab problem nelayan Situbondo melalui Lobstech tentu tidak langsung berjalan sesuai yang diharapkan. Pasalnya belum semua nelayan mau beralih kepada pemanfaatan teknologi Lobstech dalam mengembangkan usahanya.

Awalnya, hanya beberapa nelayan yang mau bekerja sama dengan Hendra. Namun kemudian, karena melihat skema yang ditampilkan oleh Lobstech itu, dan dengan sistem sensor yang dibuat Hendra yang bisa mempercepat pertumbuhan lobster, para nelayan berbondong-bondong mendaftar dan bekerja sama dengan Hendra.

Dengan teknologi Lobstech berbasis IoT, produksi bisa meningkat 50 persen. Waktu pembesaran lobster pun bisa dihemat setengahnya, menjadi 3 bulan untuk sekali panen. Beratnya pun bertambah, karena dengan sistem itu, berat 100 gram bisa didapat dalam waktu 1 bulan.

Melalui penggunaan Lobstech, para nelayan bisa melakukan pekerjaannya lebih efisien. Mereka bisa berhemat bahan bakar, misalnya, karena dengan IoT bisa menemukan titik koordinat ikan lewat gadget dan aplikasi.

Dari hasil selama dua tahun penelitian, Lobstech memberikan dampak positif yang luar biasa. Implementasi IoT yang dikembangkan Hendra membuat aplikasi lobstech meningkatkan produksi lobster para nelayan hingga 80 persen dan menghemat biaya produksi lebih dari 70 persen dibandingkan cara konvensional. Masa budidaya lobster pun semakin pendek, dari 8 bulan hanya menjadi 5-6 bulan saja sekali panen.

Meski tergolong cepat panen, lobster yang dihasilkan berkualitas baik. Seekor lobster dengan berat 100 gram bisa didapat dalam waktu 1 bulan saja. Padahal sebelumnya, diperlukan waktu sekitar 8-10 bulan untuk mendapatkan lobster dengan berat yang sama.

Dengan ihtiar dan kerja keras itu, SATU Indonesia Awards memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Hendra pada tahun 2021. Gagasan Hendra yang inovatif    membuktikan bahwa IoT dapat diterapkan oleh sektor mana pun, asal masyarakat diberi pendampingan dan edukasi, diarahkan dan diberdayakan secara maksimal.

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik BungRam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

17 jam lalu

Terpopuler