Tabir Realita Transparansi Pejabat Publik

Selasa, 29 Agustus 2023 22:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fenomena yang belakangan terjadi rakyat harus ‎menjadi detektif secara serentak di media ataupun di dunia nyata membongkar kasus perampasan uang negara.

Mandat sebagai pelayan negara yang dipilih secara terbuka merupakan satu dasar bahwa ‎pejabat negara harus transparan terhadap rakyat. Fenomena yang belakangan terjadi rakyat harus ‎menjadi detektif secara serentak di media ataupun di dunia nyata untuk membongkar kasus yang ‎berkaitan dengan perampasan uang negara. Saat ini tidak ada satupun pejabat yang bisa ‎menyembunyikan kekayaan ataupun bisnis nya secara mulus karena telah mudah untuk ‎menelusuri seberapa banyak kekayaan dan sumber kekayaan yang didapat oleh para pejabat. Pada ‎dasarnya saat pejabat mendapatkan amanah dari rakyat yang memilihnya secara terbuka, maka ‎semua laporan kerja dan harta benda yang ia dapatkan dari jabatan tersebut harus di sampaikan ‎kepada seluruh rakyat yang ia pimpin dalam hal ini bisa dikemas di media yang semua orang bisa ‎melihatnya. Ketika hal itu tidak dilakukan maka tidak tercermin dalam jiwa pelayan negara ‎tersebut rasa terima kasih dan asas keterbukaan publik. ‎
Satu hal yang barangkali dirasa tidak perlu bagi beberapa pejabat yang merasa dirinya sudah ‎bekerja secara profesional namun, rakyat berhak mengetahui apa saja yang sudah dikerjakan oleh ‎pemegang kebijakan yang ia pilih. Asas keterbukaan saat ini sangat ditekankan terutama bagi ‎pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat  maka beban transparansi  lebih dari pada pejabat pubik ‎yang tidak dipilih langsung oleh rakyat. Selayaknya publik figur yang selalu tampil di media, ‎pejabat negara juga harus bergaya dengan lentur dan terbuka bukan sebagai gambaran pencitraan ‎atau sebagainya namun asas dasar pejabat publik harus melaporkan seluruh pekerjaan pada ‎pemegang kedaulatan tertinggi yakni rakyat. Disamping itu dibutuhkan landasan filosofis dan ‎manajerial yang baik untuk membuat dan membawa arah bangsa kedepan sesuai tuntutan zaman ‎yang tidak lagi berpaku pada diskursus politik dalam negeri dan problematikanya namun lebih ‎dari itu harus tergambar visi untuk bersaing secara teknologi yang menjadi andalan bagi negara ‎maju. ‎
Transparansi setidaknya memiliki tiga aspek kritis (1) Berkaitan dengan ketersediaan ‎informasi (avaibility of information), (2) kejelasan peran dan tanggung jawab di antara lembaga ‎yang merupakan bagian dari proses-proses yang diperlukan transparansinya dan (3) sistem dan ‎kapasitas dibalik produksi itu serta jaminan informasi yang tersistemik itu. ketiga aspek kritis ini ‎saling memiliki keterkaitan, karena ketersediaan sistem informasi saja tidak cukup kalau tidak ada ‎penjelasan tentang peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga yang terlibat dalam ‎berbagai proses yang berlangsung/ terjadi, dimana semua itu harus dijamin berdasarkan sebuah ‎sistem yang pasti. Kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat merupakan fondasi awal ‎transparansi pejabat publik, dimana negara dengan pemerintahannya hadir untuk menjamin hak-‎hak hidup warganya, yang semuanya berujung pada penciptaan masyarakat yang sejahtera. ‎Dengan konsep seperti itu maka pemerintah pada semua program yang dilaksanakan haruslah ‎dilandaskan pada konformasi seperti apa yang dikehendaki oleh rakyat. Dalam konteks ini, ruang ‎publik(public sphere) haruslah selalu tersedia atau dibuka seluas-luasnya untuk memungkinkan ‎masyrakat menyampaikan aspirasi dan langsung sampai pada pemerintahan yang dituju.‎
Jika dikaitkan dengan akhir-akhir ini, maka terlihat masyrakat kita banyak yang merasa ‎prihatin akan rendahnya transparansi pejabat publik. Hal ini dikarenakan maraknya praktik ‎korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh pemerintah yang seolah-olah hal itu tidak ‎terlacak oleh aparat enegak hukum dan pengawas keuangan negara. ‎

Penyelewengan Jabatan Penting ‎
Sebagai penyelenggara negara yang berpijak pada undang-undang yang berlaku, maka ‎seyogyanya pejabat negara memahami Tupoksi dan bersikap netral pada setiap hal yang berkaitan ‎dengan kebijakan dan aturan yang ia keluarkan. Realita yang berjalan semakin strategis jabatan di ‎pemerintahan ataupun pada lembaga pelayanan publik maka disaat itulah para pejabat yang ‎merasa punya kewenangan membuat kebijakan yang bermuara pada keuntungan dirinya, ‎memanfaatkan anggaran dana proyek dengan berkolaborasi pada stakeholder yang ia kenali, serta ‎waktu yang tepat untuk menjalankan kelompok atau keluarga untuk dimasukkan dalam jajaran ‎jabatan yang kosong. Hal semacam ini bukan baru terjadi baru-baru ini namun sudah lama terjadi ‎sejak masa penjajahan belanda yang mana para pembantu belanda yang mendapat jabatan ‎strategis melakukan hal yang sama dengan praktik tersebut. Pembaharuan yang besar perlu ‎dilakukan untuk memperbaiki tatanan pelaksana amanah rakyat, jangan sampai pada kasus-kasus ‎yang sama terus berulang membuat emosional rakyat memuncak. Demoralisasi tidak hanya terjadi ‎pada anak muda yang bertingkah laku melebihi batas kewajaran di lingkungan ia berada namun ‎pada pejabat negara yang notabene “orang-orang berpendidikan” juga menodai nilai moral ‎jabatan yang mulia tersebut. ‎
Ambisi untuk menguasai yang tidak didasarkan pada dorongan nurani dalam menciptakan ‎keadilan maka hanya berbuah ketimpangan dan mundurnya kebijakan yang seharusnya telah lama ‎dinikmati masyarakat. Kebijakan yang dibutuhkan secara langsung oleh seluruh elemen ‎masyarakat yakni, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan keadilan di mata hukum. Bila telah ‎mampu menyelesaikan dan membuat terobosan dalam problematika tersebut maka bisa dipastikan ‎pelayan negara yang seperti itulah yang mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan.‎

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Permainan Lingkaran Politik
Dalam persaingan mendapatkan atau mendudiki jabatan pemerintahan tentu ada banyak cara ‎yang tidak jarang terjadi penjegalan secara halus oleh pihak lain. Proses yang pernah dilaksanakan ‎dahulu kala saat menjabat di lembaga tertentu akan dikuliti dan dan dicari celahnya untuk ‎memunculkan atensi publik. Persaingan dalam lingkaran ini merupakan hal yang wajar dan tidak ‎menjadi masalah bila disikapi dan perjalanan pemerintahan terbukti bersih, namun akan ‎munculkan problematika baru bila realita sebelumnya terjadi pemerintahan yang korup dan hedon ‎maka saling sikut untuk membersihkan nama terus digencarkan. Bukan hal yang salah esensinya ‎mencari celah atau membuka apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya ‎namun akan tejadi konflik kepentingan yang akan memacing perpecahan di kalngan masyrakat ‎yang punya simpati pada sosok yang mereka idolakan. Maka dalam hal ini tidak fire jika ada ‎perseteruan yang sengaja dibiarkan tanpa ditindak lanjut oleh aparat penegak hukum. Pelaksana ‎pejabat yang dengan jujur memberikan dan menginformasikan setiap hal yang ia rencakan maka ‎akan menciptkan kelompk baru yang diarasa berseberangan pada kelompk yang sudah teken ‎kontrak pada pihak-pihak yang hanya ingin cepat mendapat proyek pemerintah lewat jalur “uang ‎panas”‎

Masyarakat yang terpolarisasi

Pendidikan politik indonesia sampai saat ini masih belum menyentuh angka yang signifikan ‎hal ini terlihat dari hari ini masyarakat sudah mulai terkotak-kotak oleh beberapa isu yang masih ‎belum jelas kebenarannya. Hal ini harus segera diselesaikan secara aturan, bahwa bila terus ‎memandang remeh hal ini maka siapapun yang melenggang mencalonkan diri dalam pemilu ‎dengan berbagai latar belakang dan rekam jejak jabatannya, akan dengan mudah menggembosi ‎isu yang ia inginkan. Bukan hal seperti itu yang seharusnya diangkat ke publik, namun harus pada ‎hal hal yang konkrit pada apa rencana yang akan di bangun terlebih pada kasus-kasus pejabat ‎yang terkena OTT KPK karena jabatannya. Karena hal-hal itula yang sangat menentukan ‎seberapa peduli para calon pejabat publik untuk menyelesaikan hal yang sudah berjalan berpuluh-‎puluh tahun. I’tikad kemajuan yang diharapkan oleh rakyat tidak ada gunanya jika dalam jiwa ‎para pejabatnya ingin membuat gerakan cantik demi mengisi ruang kosong pada kesenangan ‎pribadi. Pelaksanaan demokrasi yang hanya menjadi formalitas saat pemilu namun esensinya ‎hanya mengganti para pemain yang memperkaya dan menaikkan kelas sosial. Maka sudah ‎sepantasnya memikirkan sudah sejauh mana rumusan demokrasi dan transparansi publik yang ‎selalu digaungkan setiap pesta demokrasi. ‎

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler