x

Memasuki Bulan Kitab Suci Nasional Tahun 2023

Iklan

Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2022

Jumat, 1 September 2023 07:06 WIB

Allah Sumber Kasih dan Keselamatan

Allah Sumber Kasih dan Keselamatan tentu tidak ditangkap sebatas kerangka wacana semata. Hal ini seyogiyanya membawa setiap kita kepada pengalaman akan Kasih Allah yang sungguh menyelamatkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Allah Sumber Kasih dan Keselamatan

(sekadar satu perenungan di awal Bulan Kitab Suci Nasional 2023)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 "Oleh karena Cinta Kasih menyempurnakan segala sesuatu, melunakkan yang keras, meringankan yang berat, maka hendaknya kita berusaha agar segala-galanya timbul dari Cinta Kasih”

(St Arnoldus Janssen, 1837 – 1909, Pendiri SVD – SSpS – SSpSAp)

  

Nampaknya kita mesti kembali pada takhta Kasih Allah sebagai sumber keselamatan. Itulah yang jadi spirit dan kekuatan Gereja dalam kehadiran dan perutusannya. “Allah adalah sumber Kasih” itulah permenungan mendalam dari Penulis Yohanes: “Saudara-saudaraku yang terkasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah” (1Yoh 7-8).

 

Allah yang kita imani sungguh adalah Allah Penuh Kasih. Dan Yesus, Putera Allah yang tunggal, hadir ditengah-tengah dunia dalam perutusan kasih yang sungguh menakjubkan. Dan Kasih itulah yang menjadi pilar dasar ilahi demi keselamatan semesta. Mari sejenak merenung kata-kata Penulis Yohanes, “Karena begitu besar Kasih Allah akan dunia ini, sehingga IA telah mengaruniakan AnakNYA yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal” (Yoh 3:16).

 

Kasih dalam Yesus merajut kembali segala kisah kasih yang berantakan dan terputus. Dosa telah mencemarkan ‘romantisme kasih’ manusia terhadap sesama, alam semesta, dirinya sendiri dan juga terhadap Tuhannya. Dalam alam suramnya kasih itu, manusia menjadi asing dan terpental jauh dari ‘sumber kasih dan keselamatan’ yakni Allah sendiri.

 

Dalam Yesus, “Kesempurnaan Sabda dan Tindak Kasih Allah,” manusia dipanggil untuk kembali pulang ke hadirat takhta Kasih Allah.  Kata-kata, tindakan, perbuatan dan kerinduan Allah dalam Yesus adalah Kasih yang menyelamatkan. Dalam Kasih ilahi, dosa dan ketidaksetiaan manusia, tidaklah menjadi alasan untuk kebinasaan. Allah, dalam Yesus, “datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Kasih dalam Yesus ‘tidak diperuntukkan bagi orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat’ (cf Luk 5.32).

 

Injil dan Kisah hidup Yesus adalah narasi Kasih Allah yang menyelamatkan. Dan kesempurnaan Kasih Allah yang menyelamatkan itu termahkotai dalam misteri Paska, penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus. Meneropong Allah sebagai sumber Kasih dan Keselamatan dalam kisah Salib, tentu tak mungkin dipisahkan dari berbagai episode kokohnya Kasih Allah dalam berbagai kisah suram hidup bangsa manusia.

 

Ketidaktaatan di taman Eden, berbagai kisah kedurhakaan Israel, dan berbagai ragam tindak pencemaran janji Israel akan Tuhan tetaplah dimenangkan oleh daya Kasih Tuhan yang tak pernah berkesudahan. Allah senantiasa hadir dalam ‘kisah-kisah Kasih nyata yang mencari dan menyelamatkan.’ Kasih Allah nyata pula dalam berbagai perjumpaan kembali antara manusia yang semula berseberangan karena dendam, kebencian, yang berpusat demi ‘kemegahan diri sendiri.’  

 

Bukankah karena daya kasih itulah Yakub dan Esau dapat berjumpa kembali sebagai ‘sungguh saudara,’ yang tidak boleh terpisahkan (Kej 33:1-20)? Ingatlah kisah sedih Yusuf, yang dilepaskan ke tanah asing oleh saudara-saudaranya, toh akhirnya sanggup kembali ke dalam pelukan ayahnya Yakub dan semua saudaranya (Kej 45:1-5).

 

Mari menelisik serius kisah hidup kita dalam pertarungan antara daya Kasih yang menyelamatkan dan anti kasih yang sungguh mengasingkan. Alam hidup manusia, yang ditandai dengan kiprah daya saing tak sehat, perjuangan demi kepentingan sendiri dan sepihak, telah mencebloskan manusia dalam relasi kemanusiaan yang ambruk.

 

Keseharian manusia sungguh telah terpolusi oleh varian kekerasan. Kedengkian, irihati, fitnah, keserakahan, aneka tindak koruptif, ketidakadilan, tersebarnya hoaks, penyesatan hingga bentrok serta aneka pertumpahan darah yang belum berakhir ini sungguh telah meretakkan dan menghancurkan potret kemanusiaan dan kehidupan penuh kasih.

 

Tetapi, dalam segala kelamnya situasi yang tak terhindarkan ini, apakah manusia beriman mesti terperangkap selamanya dalam suasana asap panas membara tanpa kasih, tiada kepedulian, dan terpupusnya gairah hidup penuh harapan? Bagaimanapun, iman kristiani senantiasa tebalkan pengharapan akan Allah sebagai Sumber Kasih dan Keselamatan.

 

Dalam iman akan Allah, melalui Yesus Kristus, Kasih dan cinta damai selalu lebih kuat dari kebencian dan balas dendam serta semua yang sealur dan sealiran aura dengannya. Kita berkiblat pada Allah Kasih yang sungguh menyelamatkan, yang tak bisa dipatahkan kuasa suram mana pun. Jika Kasih itu kita ibaratkan sebagai terang, toh “Terang itu bercahaya dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak dapat menguasainya” (Yoh 1:5).

 

Amanat Yesus mengenai Kasih tetap menantang serentak inspiratif selamanya. Kasih kepada Allah mesti lahir dan nyata dalam segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi; dan sebagaimana setiap kita mengasihi diri sendiri, kualitas kasih seperti itulah yang dialirkan kepada sesama. Tanpa penghalang ataupun jurang pemisah.

 

“Allah Sumber Kasih dan Keselamatan” tentu tidak ditangkap sebatas kerangka wacana semata. Hal ini seyogiyanya membawa setiap kita kepada ‘pengalaman akan Kasih Allah yang sungguh menyelamatkan.’ Jika kita sadari akan betapa ‘kasih Allah itu hidup dan menyelamatkan’ maka dari situlah kita miliki kekuatan dan kebesaran iman – kasih dan harapan untuk hidup dan mewartakan kasih Allah itu.

 

Pengalaman akan Allah sebagai Sumber Kasih dan Keselamatan pasti membawa kita kepada praksi hidup hidup pribadi yang ‘sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong,  tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, bersukacita karena karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu dan sabar menanggung segala sesuatu…” (1Kor 13:4-7).

 

Dalam kesederhanaan hidup dan kerendahan hati kita menangkap amanat Yesus untuk ‘saling membasuh’ (Yoh 13:14) dan untuk ‘saling mengasihi.’ Sebab kataNya, “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12).

 

Marilah kita berkiblat penuh iman akan Allah sebagai Sumber Kasih dan Keselamatan. Kita mendalaminya dalam doa-doa pribadi dan bersama; kita menyusurinya dalam membaca, merenungkan dan hayati pesan-pesan Alkitab; dan terutama kita menemukan Kasih Allah yang berpuncak dalam Perayaan Ekaristi.

 

Dan akhirnya, pada titiknya, narasi Allah Sumber Kasih dan Keselamatan, dapat menjadi spirit hidup kristiani dalam perjumpaan keseharian kita dengan siapapun sesama dan juga di dalam gejolak dan pergulatan dunia. “Omnia in caritate, et caritas vincit omnia,” Lakukan semuanya dalam Kasih, dan Kasih itu  memenangkan segalanya.

 

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro - Roma

P.Kons Beo,SVD

 

 

Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu