Cara Sederhana Menjadi Pemilih Cerdas

Sabtu, 16 September 2023 14:28 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemimpin yang baik hanya mungkin dihasilkan dari pilihan para pemilih yang baik. Tesis sederhana ini logis dan bisa jadi nyata.

 

Oleh Agus Sutisna

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Ada satu tesis sederhana di kalangan pegiat Pemilu. Bahwa pemimpin yang baik hanya akan lahir dari pilihan para pemilih yang baik. Maka sebaliknya, jangan berharap bangsa ini bisa mendapatkan para pemimpin yang baik meski Pemilu sudah dilakukan berulang kali jika para pemilihnya sendiri masih betah berada di level illiterate sebagai pemilih, tak melek dan jauh dari cerdas sebagai pemilih.

Pemilih cerdas atau pemilih rasional memang merupakan conditio sine qua non, syarat wajib untuk mewujudkan perhelatan elektoral benar-benar menjadi media melalui cara apa para pemimpin yang baik dan ideal dilahirkan. Lantas bagaimana seseorang bisa menjadi pemilih cerdas atau pemilih rasional dalam setiap Pemilu ?  

 

Literate secara elektoral

Poin pertama untuk menjadi pemilih cerdas dalam Pemilu adalah memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai seputar kepemiluan. Kita sebut saja literate secara elektoral, artinya melek terhadap pengetahuan dan wawasan kepemiluan. Tidak perlu canggih dan mendalam, cukup melek berkenaan dengan aspek-aspek mendasar kepemiluan.

Sebut saja misalnya tahu dan sadar bahwa Pemilu merupakan sarana untuk mengejewantahkan hakikat kedaulatan rakyat, kedaulatan yang dimiliki sebagai warga negara, dan ini adalah salah satu hak dasar, hak azasi setiap warga negara. Pemilu dilaksanakan untuk memperbarui keabsahan (legitimasi) kekuasaan dan dukungan rakyat terhadapnya. Melalui Pemilu kehidupan berbangsa dan bernegara diperbaiki setiap kekurangannya secara periodik. Dan akhirnya, perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara secara umum akan berpengaruh terhadap derajat perbaikan kehidupan orang per-orang warga negara.  

 

Pastikan kita terdaftar dalam DPT

Untuk dapat menggunakan hak pilih setiap warga negara yang telah memenuhi syarat normatif, yakni berusia minimal 17 tahun pada hari dan tanggal pemungutan suara, dan/atau sudah kawin/pernah kawin, harus terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Untuk menjadi pemilih cerdas, langkah berikutnya adalah memastikan namanya sudah masuk dalam DPT. Caranya mudah. Bisa dengan melihat pengumuman DPT atau menanyakan langsung ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa/Kelurahan. Atau mengakses website yang disediakan oleh KPU, cukup melalui ponsel, dimanapun bisa dilakukan. Ini linknya cekdptonline.kpu.go.id. Cukup dengan memasukan NIK, data setiap  pemilih akan muncul jika sudah masuk dalam DPT, bahkan dengan data letak dan nomor TPS dimana nanti dia memilih.

Tracking para kandidat

Untuk menjadi pemilih cerdas setiap pemilih juga perlu tahu bagaimana profil para kandidat, baik untuk Pemilu legislatif (DPR, DPD dan DPRD) maupun Pemilu eksekutif (Pilpres dan Pilkada). Siapa mereka, bagaimana track recordnya, serta apa saja yang telah atau potensial dapat mereka lakukan untuk kepentingan rakyat jika terpilih nanti. Jangan sampai seperti memilih kucing dalam karung. Tanpa tahu secara utuh siapa para kandidat pemimpin ini, bisa-bisa nanti yang terpilih adalah “kucing garong”.

Caranya juga sangat mudah. Untuk Pemilu legislatif sekarang sudah bisa diakses di website KPU atau pengumuman dalam bentuk hardcopy Daftar Calon Sementara (DCS) di kantor-kantor KPU daerah. Selain itu banyak juga website yang disediakan oleh organisasi pegiat Pemilu dan portal-portal berita online yang memiliki database terkait DCS dan info-info lain kepemiluan.

 

Tolak politik uang

Salah satu penyakit akut Pemilu adalah adanya praktik politik uang yang dilakukan oleh peserta dan pemilih. Fenomena transaksional ini sangat mengkhawatirkan karena menurut beberapa hasil survei, masyarakat (pemilih) cenderung permisif, mengizinkan terhadap praktik money politics ini.

Padahal semua orang sudah faham bahwa selain tidak dibenarkan berdasarkan kaidah agama, money politics juga masuk dalam kategori pidana Pemilu. Dampak ikutannya di kemudian hari juga jelas, praktik jahat ini telah melahirkan fenomena kejahatan lain berupa korupsi dan berbagai praktik abuse of power lain di pentas kekuasaan.

Nah, untuk menjadi pemilih cerdas seseorang harus dengan tegas, bukan saja menolak praktik politik uang (termasuk dalam bentuk material lain tentunya). Tetapi juga berani melaporkannya jika mengetahui ada kejadian ini ke Bawaslu atau Gakkumdu (Penegakkan Hukum Terpadu) Pemilu. Jangan ikuti apa yang pernah disampaikan Prabowo Subianto seperti dikutip berbagai media : “Kalau ada yang kasih uang terima aja, itu juga uang dari rakyat kok, terima aja tapi ikuti hatimu,".  

 

Selektif menyerap informasi

Selanjutnya terkait informasi kepemiluan. Kita tahu saat ini informasi seputar kepemiluan mengarus daras demikian rupa melalui berbagai platform, baik media mainstream maupun ragam media sosial. Di antara arus deras informasi yang akurat dan kredibel seringkali menyelinap konten-konten berita hoax atau fakenews kepemiluan yang bisa menyesatkan jika tak hati-hati menyerapnya.

Untuk menjadi pemilih cerdas seorang pemilih perlu hati-hati dalam menyerap dan mencerna setiap informasi kepemiluan. Berbagai konten kepemiluan baik berupa video maupun narasi tekstual yang tersebar melalui berbagai platform, terutama media sosial hendaknya benar-benar disaring dengan ketat. Caranya mudah, antara lain dengan masuk ke portal-portal berita kredibel yang pada umumnya sudah memiliki fitur “Cek Fakta” untuk menelusuri dan memastikan apakah sebuah konten berita akurat atau hoax.

 

Hindari Golput

Last but not least, jangan Golput. Meski undang-undang tidak melarang, karena memberikan suara dalam Pemilu kita merupakan hak (bukan kewajiban), memilih untuk tidak memilih alias Golput bukanlah pilihan bijak. Apalagi mengajak atau menyuruh orang lain untuk Golput, ini bahkan bisa kena pidana Pemilu.

Dengan memilih Golput sejatinya seseorang tidak ikut berpartisipasi dalam memilih pemimpin, padahal memilih pemimpin adalah urusan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilu, sekali lagi, juga dimaksudkan untuk secara berkala memperbaiki kualitas kehidupan bersama. Dengan memilih Golput, seseorang telah memilih untuk tidak peduli dengan ikhtiar memajukan kehidupan Bersama

Bagikan Artikel Ini
img-content
Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial

6 Pengikut

img-content

Pesimisme Publik Terhadap Kabinet Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 19:01 WIB
img-content

Orasi Prabowo yang Menghidupkan Optimisme

Senin, 21 Oktober 2024 10:31 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler