x

Sumber foto: pixabay.com, desain dengan PowerPoint

Iklan

Sulistiyo Suparno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Juli 2023

Sabtu, 23 September 2023 13:04 WIB

Pangeran di Bus Kota

Tak terhitung berapa kali Reyna melihat lelaki itu. Lelaki bertubuh jangkung, rambut gondrongnya selalu diikat ekor kuda, dan memakai topi hitam. Sorot matanya tampak teduh. Dada Reyna berdesir tiap kali melihat lelaki itu melompat naik ke bus kota yang ditumpanginya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semarang, 1999.

Seperti biasa, lelaki itu berdiri, bersandar pada tiang gelantungan, melempar senyum pada para penumpang. Bus kota bermerek Mercedes Benz itu melaju pelan membelah jalanan kota.

“Selamat pagi para penumpang sekalian. Izinkan saya mengganggu Anda sejenak untuk mengais rezeki melalui sebuah lagu,” begitu selalu lelaki itu menyapa, lalu membungkukkan badan tanda menghormat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lelaki itu memetik dawai gitarnya dan menyanyi. Suaranya jernih dan agak berat. Biasanya ia melantunkan lagu-lagu dangdut, tetapi pagi ini ia membawakan Tak Bisa Ke Lain Hati, sebuah lagu pop manis dari Katon Bagaskara.

Reyna terpana. Gadis 25 tahun itu merasa tersanjung, seakan lagu itu dipersembahkan untuknya.

Reyna tersenyum ketika pengamen itu menyodorkan topi hitam dalam posisi terbalik padanya. Pengamen biasa menggunakan topi untuk menerima uang pemberian dari para penumpang bus kota.

“Lagu yang bagus,” kata Reyna.

“Terima kasih. Syukurlah kalau Nona suka.”

Biasanya, Reyna memberikan uang seratus rupiah, tetapi kali ini ia mencomot selembar uang seribu rupiah dari dompetnya.

Pengamen itu tertegun.

“Terima kasih. Tetapi, maaf, apa Nona yakin? Seribu terlalu banyak buat saya.”

“Tak apa. Anda telah menyanyikan lagu kesukaan saya,” sahut Reyna. Seribu rupiah untuk panggilan Nona, Reyna pikir itu cukup pantas.

Ketika pengamen itu turun di sebuah halte, Reyna tak henti menatapnya dari kaca jendela bus kota. Dan, pengamen itu menatapnya pula. Mereka saling melempar senyum. Andai berani, ingin sekali Reyna mengucapkan, “Tunggu aku esok hari, di halte itu.”
***
Siapakah lelaki itu? Pengamen, tentu saja! Bagaimana kalau ternyata ia adalah pangeran yang menyamar sebagai pengamen, seperti dalam novel atau film? Angan Reyna melayang-layang, berharap untuk selalu bertemu dengannya.

“Kau jatuh cinta pada pengamen itu?” tanya Mirna, di kantin belakang kantor.

“Entahlah....mm, kukira begitu.”

“Oh, dunia, dunia. Gadis cantik teller bank swasta ternama sepertimu jatuh cinta pada pengamen, lelaki jalanan? Apa kata dunia?” Mirna menepuk keningnya sendiri.

“Aku tak peduli apa kata dunia. Lelaki itu istimewa, seperti pangeran bagiku. Aku merasa bahagia bila melihatnya,” sahut Reyna.

“Kau membuatku penasaran. Seperti apa, sih, pengamen itu?”

“Berangkatlah denganku. Kau akan melihatnya,” sahut Reyna.

Maka hari itu Mirna menginap di rumah Reyna. Esok pun tiba, mereka berangkat bersama naik bus kota dari halte dekat RS Kariadi. Tapi, pagi itu si pangeran tidak muncul, membuat Reyna kecewa.

“Mungkin dia sakit,” ucap Reyna menghibur diri.

“Nenekku pernah berkata,” sahut Mirna. “Jangan mencintai lelaki jalanan atau hatimu akan patah.”

“Kau terlalu curiga,” sahut Reyna membela diri.
***
Hari-hari berlalu, Reyna dilanda kegelisahan. Matanya mencari-cari di antara kerumunan orang di halte, tetapi ia tidak menemukan lelaki jangkung itu. Pangeran yang ia rindukan telah hilang. Hati Reyna mulai goyah.

Mungkin Mirna benar. Lelaki jangkung itu seperti lelaki jalanan lainnya yang tak pantas dirindukan. Mungkin saja saat ini di tempat lain, lelaki itu sedang “merayu” gadis lain dengan gitar dan lagu yang menggetarkan dada.

Kemudian Reyna mengajak Mirna menghabiskan malam Minggu di kafe. Ia ingin melupakan “kekasihnya”. Mereka duduk di sudut ruangan yang remang. Di sudut lain ada lantai yang lebih tinggi selayak panggung; di sana sebuah band sedang memainkan Terpurukku Di Sini dari Kla Project.

Seorang lelaki naik ke panggung, meraih mikrofon.

“Selamat malam pengunjung sekalian. Terima kasih telah datang di kafe kami. Sekarang akan kami tampilkan penyanyi baru kami yang mulai beken. Ia akan memainkan lagu-lagu romantis dengan iringan gitar akustik. Kita sambut sang idola baru kita .... Raihan!”

Tepuk tangan bergema, ketika muncul ke panggung seorang lelaki jangkung menenteng sebuah gitar. Setelah menyapa pengunjung, ia memetik dawai gitar, melantunkan lagu romantis Tak Bisa Ke Lain Hati.

Reyna merasakan wajahnya menghangat ketika menatap penyanyi itu.

“Dia?” gumam Reyna.

“Kau mengenalnya?” tanya Mirna.

Sepasang mata Reyna berbinar, tersenyum lebar, dan sambil terus menatap penyanyi itu, ia menjawab, “Dia. Pengamen itu. Pangeran di bus kota.”
***SELESAI***

Ikuti tulisan menarik Sulistiyo Suparno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB