x

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/beragam-versi-asal-usul-nama-batam/

Iklan

Muhammad Rafli

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 April 2020

Jumat, 29 September 2023 13:38 WIB

Siapakah Penduduk Awal Batam?

Catatan pertama kali yang menyebut Batam secara adalah Traktat London 1824 yang berisi perjanjian pembagian wilayah jajahan antara Inggris dan Belanda. Hal ini sangat jauh dari masa kepemimpinan Mahmud Syah, Sultan terakhir Malaka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa waktu lalu, Batam memanas. Hal ini disebabkan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang yang direncanakan menggusur 16 kampung tua yang ada di pulau yang masuk dalam wilayah otonomi Batam.

PSN Rempang ini menuai protes dari masyarakat Rempang yang merasa mereka memiliki hak atas Rempang berdasarkan Perda RTRW Batam tahun 2004 yang melindungi hak-hak kampung tua di Batam.

Lantas, siapa saja orang asli Batam itu?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk memahami sejarah siapa orang pertama yang menghuni Batam, paling tidak kita harus membaca dan mengkajinya dari banyak sumber-sumber yang berserakan seperti kepingan puzzle. Karena dalam berbagai literatur kuno Melayu, Batam hampir tidak pernah disebut namanya.

Catatan pertama kali yang menyebut Batam secara adalah Traktat London 1824 yang berisi perjanjian pembagian wilayah jajahan antara Inggris dan Belanda. Hal ini sangat jauh dari masa kepemimpinan Mahmud Syah, Sultan terakhir Malaka, Kesultanan induk pertama orang Melayu. 

Sedang disadur dari cerita rakyat yang tidak mencantumkan kapan kronologi sejarah terjadi menyebutkan bahwa nama Batam sendiri berasal dari para pelaut Bugis yang sering melihat batang pohon layaknya ranjau yang siap membahayakan kapal-kapal mereka yang berbahan dasar kayu itu.

Sepinya literatur tentang Batam ini berbanding terbalik dengan literatur beberapa wilayah sekitarnya yang sangat gilang gemilang. Di Barat ada wilayah Karimun yang memiliki prasasti tertua di Kepri, Air Panjang. Di Utara ada Singapura, yang dahulu dikenal dengan Tumasek. Timur ada Bintan yang sejak dahulu berperan sebagai kawah candradimuka Laksamana gagah pemberani Johor.

Sedang Selatan ada Lingga, pusat Kesultanan Riau-Lingga tempat di mana Yang Dipertuan Besar Sultan bertahta. Hal ini menegaskan bahwa dalam masa dahulu, Batam tempat perlindungan suku asli Austronesia, suku orang darat maupun suku orang laut/selat.

Leluhur suku anak darat maupun orang laut diperkirakan datang ke Nusantara sekitar 1500-2000 SM. Di Batam mereka dahulu terbagi menjadi beberapa sub-suku. Untuk orang darat, di pulau Batam mereka telah habis ketika suku terakhir yang tersisa memutuskan untuk ikut andil dalam pembangunan kota Batam dan identitas mereka melebur dengan perubahan sejarah modernisasi Batam, yang bermula pada 1970-an. Untuk di Rempang, orang darat masih tersisa 9 orang yang sudah menempati kavling-kavling yang disediakan oleh Pemerintah Kota Batam.

Sedang orang laut, mereka hingga hari ini masih banyak yang menghuni perairan Batam. Mereka tinggal di perairan tenang dengan rumah kayu yang dikenal kelong hingga hari ini. Meski begitu, sebagian dari mereka juga sudah menerima program "perumahan paksa" di lokasi yang agak menjauh dari pesisir.

Secara administratif, pemerintah yang mengelola langsung pulau Batam adalah Raja Nong Isa, seorang pangeran Kesultanan Riau Lingga berdarah Bugis, yang diberi mandat Yang Dipertuan Besar Sultan serta yang Dipertuan Muda Riau, untuk mengelola langsung wilayah yang sekarang dikenal sebagai kecamatan Nongsa. Surat mandat itu bertanggal 18 Desember 1829, yang kini menjadi patokan ulang tahun Batam. Mantan ketua otorita Batam, BJ. Habibie (alm) sempat melayangkan protes tentang hari ulang tahun Batam ini.

Pasca pemberian mandat kepada Nong Isa, pelaut Bugis yang kebanyakan mengabdi pada kesultanan Melayu sejak Kepulauan Riau masih dalam era Kesultanan Johor-Pahang mulai berbondong-bondong untuk menghuni pulau Batam. Kampung-kampung ini lah yang kelak menjadi kampung tua Melayu di Batam dan pulau-pulau sekitarnya.

Meski begitu, sejak 1700an, keluarga Bendahara Kesultanan Riau berpangkat Temenggung telah menguasai Batam meski pusat administratif mereka ada di Pulau Bulan, yang sekarang menjadi tempat ternak babi di wilayah Batam. Salah satu dari mereka, Temenggung Abdul Jamal, dikenang sebagaian rakyat Batam sebab penggunaan namanya sebagai nama Stadion milik BP Batam di Mukakuning.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rafli lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu