x

RUU Cipta Kerja

Iklan

Geza Bayu Santoso

Philosophy Student, Faculty of Ushuluddin and Islamic Thought, State Islamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta
Bergabung Sejak: 26 April 2023

Selasa, 17 Oktober 2023 07:41 WIB

Seni Memahami Politik Gus Dur (4)

Gus Dur dan masyarakat sipil adalah satu hal yang musti dibicarakan saat kita berupaya memahami akrobat politiknya. Gus Dur punya peran yang cukup dominan untuk menguatkan akar rumput.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gus Dur dan masyarakat sipil adalah satu hal yang musti dibicarakan saat kita berupaya memahami akrobat politiknya. Gus Dur punya peran yang cukup dominan untuk menguatkan akar rumput. Sebelum menjadi presiden, beliau adalah dosen, organisatoris, persisten menulis esai, dan banyak membersamai lembaga non pemerintahan untuk menjalankan kerja-kerja aktivisme. Partisipasi dan keberpihakan Gus Dur kepada masyarakat sipil dan akar rumput tak perlu diragukan ulang.

Peningkatan partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai isu, seperti hak asasi manusia, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial— adalah hal yang jadi fokus perjuangan Gus Dur saat menjabat sebagai pemimpin negara. Beliau selalu mendorong masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam pembentukan dan pengawasan kebijakan. Seperti apapun kondisinya, masyarakat akar rumput musti punya orientasi berpikir kedepan, solid dan terkonsolidasi.

Saat berdiskusi dengan kawan-kawan Gus Durian Academy, muncul satu pernyataan bahwa core activity Gus Dur adalah penguatan dan pelibatan masyarakat sipil. Pola yang musti kita pahami saat melihat Gus Dur di civil society adalah fakta bahwa beliau persisten berpihak pada yang lemah dan tertindas. Saat Inul Daratista ramai dihujat karena goyang ngebornya, diancam kiri-kanan, Gus Dur malah pasang badan untuk membelanya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Transisi Kediktatoran

Indonesia pernah dipimpin oleh diktator selama 32 tahun, periode kepemimpinan yang mengubah lanskap arah pembangunan bangsa, orde baru berhasil menghapus fungsi masyarakat dalam kehidupan bernegara, tak ada check and balance demokrasi. Kebebasan berpendapat mati, praktik korupsi, represifitas aparat dan pelanggaran hak asasi manusia merajalela.

Rezim ini membawa kehidupan negara pada kondisi yang timpang, seluruh kebijakan politik ditentukan oleh pemerintah, negara seakan-akan menjadi dewa pengatur segalanya. Kesadaran masyarakat dibelenggu, dipaksa mengikatkan diri kepada negara dan patuh terhadap apa saja yang ditentukan pemerintah. Saking kuatnya hegemoni negara, menjadi oposisi publik kala itu adalah jalan menuju kematian

Reformasi membawa Indonesia pada perjalanan bangsa yang baru, check and balance demokrasi kembali nampak, banyak muncul gerakan yang membawa masyarakat pada kesadaran baru akan makna demokrasi yang sesungguhnya. Civil society kembali menguat, rakyat punya banyak kesempatan untuk menentukan nasibnya sendiri. Menjadi oposisi bukan lagi jalan menjemput kematian, tapi upaya agar kebijakan yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan keinginan masyarakat.

Gus Dur adalah pemimpin negara yang banyak mendorong kekuatan sipil sebagai instrumen penting dalam demokrasi, keterlibatan beliau pada gerakan civil society banyak dikecam oleh lawan politiknya, dan itu adalah hal yang lumrah bagi sosok sebesar Gus Dur.  Sipilisasi dan demiliterisasi adalah fokus perjuangan Gus Dur saat menjabat sebagai pemimpin negara dan dampaknya bisa kita nikmati hingga saat ini.

Menikmati Reformasi

Jika kita tarik satu kesimpulan tentang Gus Dur dan masyarakat sipil, maka akan kita dapatkan betapa pedulinya Gus Dur terhadap pertumbuhan kualitas manusia. Lewat organisasi non pemerintahan / LSM yang beliau dirikan, membentuk kesadaran dan meningkatkan kapasitas masyarakat adalah nilai yang beliau perjuangkan agar check and balance demokrasi tercapai.

Nafas perjuangan Gus Dur dan aktivis reformasi untuk kembali mengingatkan masyarakat akan posisi dirinya sebagai rakyat, nampak terus dijaga keberlanjutannya oleh anak muda. Kita bisa melihat banyak sekali organisasi sipil yang bergerak, berkolaborasi, dan berdampak untuk masyarakat. Tentu dengan kapasitas dan bidangnya masing-masing.

Sungguh kita berada dalam orde yang beruntung, begitu kira-kira refleksi saya atas esai Mas Butet berjudul “orde bedja”. Demokratisasi Indonesia kembali menemukan cahayanya meski akhir-akhir ini nampak sedang terjadi penurunan kualitas, tapi itu hal lain. Yang perlu kita sadari bersama, terutama kita sebagai generasi z adalah kenyataan bahwa kita memang berada dalam satu kondisi yang jauh lebih baik, terutama soal pelibatan kita sebagai masyarakat sipil.

Meski harus diakui bahwa masih banyak peninggalan orde baru yang tersemat dan menjadi mental kita sebagai sebuah bangsa. Konsumtif, koruptif, otoritatif, nepotisme, dan represif — adalah mental orde baru yang kembali muncul setelah 25 tahun reformasi berjalan.  Bahkan, kemunculannya sangat halus dan membius. Masih banyak yang perlu kita evaluasi dari reformasi. Tapi penguatan masyarakat sipil agar mampu bernegosiasi dengan negara adalah harga mati.



Ikuti tulisan menarik Geza Bayu Santoso lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler