x

Potret difabel di atas kursi roda, sumber: https://kotabogor.go.id/uploads/post/disfables.jpg

Iklan

Gunawan Wicaksono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Oktober 2023

Minggu, 22 Oktober 2023 07:06 WIB

Penyandang Disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana

Penyandang disabilitas sering luput dari perhatian saat bencana terjadi. Mereka, terutama anak dengan berkebutuhan khusus merupakan kelompok yang lebih rentan, karena perlu upaya khusus dalam evakuasi saat terjadinya bencana.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Secara geografis Indonesia berada di wilayah cincin api (ring of fire) yang berdampak pada kondisi wilayah Indonesia yang rawan bencana khususnya gempa bumi. Bencana tidak hanya terjadi disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, gunung meletus, tsunami, tanah longsor dan sebagainya, namun ada juga bencana non alam seperti epidemik atau wabah penyakit, bencana akibat perbuatan manusia seperti kecelakaan, kebakaran rumah, bencana industri. Selain itu juga ada bencana sosial yang disebabkan adanya konflik di masyarakat 

Bencana merupakan hasil interaksi dua variabel, yaitu kejadian alam yang dapat mengakibatkan kerugian fisik, kematian orang, dan hilangnya harta benda, serta kerentanan manusia dan pemukiman  (Kawasaki et al., 2023). Bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, oleh karena itu perlu upaya kesiapsiagaan dalam mengahadapi bencana dan juga mengatasi setelah terjadinya bencana.

Upaya kesiapsiagaan bencana telah di nyatakan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals (SDGs)) di nomor 11, yaitu kota dan pemukiman yang berkelanjutan dengan menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa upaya pengurangan risiko bencana erat kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan suatu negara. Pembangunan sosial dan ekonomi salah satunya adalah upaya pengurangan risiko terhadap bencana untuk pembangunan berkelanjutan di kemudian hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam upaya pengurangan risiko bencana, ada kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu penyandang disabilitas, perempuan, anak anak dan lanjut usia. Penyandang disabilitas sering kali luput dari perhatian saat upaya pengurangan risiko bencana.  Pertanyaan yang muncul adalah, apakah selama ini upaya pengurangan risiko bencana sudah menyentuh penyandang disabilitas ? 

Penyandang Disabilitas dan Pengurangan Risiko Bencana 

Dalam terjadinya bencana, manusia akan mengalami dampaknya, seperti kehilangan tempat tinggal, kehilangan pekerjaan dan juga kehilangan anggota keluarga. Dampak dari terjadinya bencana bagi manusia tidak mengenal usia, jenis kelamin serta kondisi fisiknya. anak anak termasuk dalam kelompok rentan saat terjadinya bencana.  

Penyandang disabilitas sering luput dari perhatian saat bencana terjadi. Penyandang disabilitas khususnya anak dengan berkebutuhan khusus merupakan kelompok yang lebih rentan, karena perlu upaya khusus dalam evakuasi saat terjadinya bencana. Seperti penyandang gangguan pendengaran yang akan sulit mendengarkan bunyi sirine peringatan atau instruksi dari petugas untuk evakuasi, perilaku negatif yang mungkin timbul saat bencana terjadi seperti terlalu panik dan lain sebagainya.

Tingkat kesiapsiagaan bencana yang tinggi sangat penting untuk melakukan mitigasi, respons, dan pemulihan terhadap bencana  (Kyne, 2023).  Pendekatan inklusif terhadap kesiapsiagaan bencana dapat meningkatkan kemampuan suatu negara untuk menghadapi dan mengatasi hambatan saat bencana terjadi  (Kyne, 2023).  

Upaya Pengurangan Risiko Bencana bagi Penyandang Disabilitas 

Belajar dari negara Jepang yang wilayahnya juga sering terjadinya bencana, perhatian terhadap penyadang disabilitas khususnya anak anak cukup besar. Perhatian tersebut dimulai dari regulasi yang menetapkan standart bangunan yang kokoh ketika gempa besar terjadi, selain itu ijin mendirikan bangunan sekolah haruslah di wilayah yang minim risiko terjadinya bencana, seperti banjir dan tanah longsor. Selain itu bangunan sekolah di desain menjadi tempat penampungan sementara jika bencana terjadi, sehingga segala kebutuhan untuk menunjang hidup seperti akses air bersih, minuman, selimut, listrik serta alat komunikasi selama kondisi darurat sudah dipersiapkan dengan baik. 

Selain itu, fasilitas umum dan sosial hendaknya di bangun dengan prinsip desain universal, yang berarti semua orang dengan kondisi fisik apapun dapat melewati jalan yang sama, sebagai contoh di suatu kantor pemerintahan, bila warga ingin memasuki kantor tersebut untuk mengurus keperluannya, maka setiap orang harus bisa melewati jalan yang sama, tidak dibedakan penyandang disabilitas masuk melalui jalan samping atau belakang. 

Tampaknya perlu kajian mengenai apakah penyandang disabilitas di Indonesia sudah mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi? Apakah sumberdaya yang dimiliki saat ini dapat memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas saat dan setelah bencana tersebut terjadi ? 

Sudah saatnya Indonesia belajar dari Jepang yang mempunyai pengalaman panjang dan cara berdampingan dengan bencana. Upaya upaya yang dapat dilakukan seperti identifikasi risiko bencana yang mungkin terjadi di sekitar lingkungan penyandang disabilitas, memberikan edukasi secara khusus bagaimana menghadapi saat bencana terjadi, membuat tanda peringatan khusus dan shelter yang aman dan nyaman bagi penyandang disabilitas. 

 

Ikuti tulisan menarik Gunawan Wicaksono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu