x

https://www.google.com/search?q\x3djalan+gambar\x26sxsrf\x3dAOaemvKhT7Aw9Oz6kTqE50J_gvq485GRCQ:1637368736932\x26source\x3dlnms\x26tbm\x3disch\x26sa\x3dX\x26ved\x3d2ahUKEwjBibnv2aX0AhXSwjgGHUJKBRwQ_AUoAnoECAEQBA\x26biw\x3d1366\x26bih\x3d657\x26dpr\x3d1#imgrc\x3dm0ypTZUoQIrmoM

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Kamis, 16 November 2023 16:13 WIB

Green Economy: Bentuk Pengoptimalan Konsep Forest City dalam Rencana Pembangunan Ibu Kota Negara

Pembangunan adalah salah satu faktor penting dalam sebuah negara karena dapat menyentuh seluruh bagian yang ada di dalamnya. Di Indonesia sendiri, pembangunan seringkali diartikan sebagai bentuk membangun infrastruktur atau fasilitas fisik lainnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembangunan adalah salah satu faktor penting dalam sebuah negara karena dapat menyentuh seluruh bagian yang ada di dalamnya. Di Indonesia sendiri, pembangunan seringkali diartikan sebagai bentuk membangun infrastruktur atau fasilitas fisik lainnya. Namun, pada dasarnya pembangunan merupakan sebuah proses perubahan yang akan terus dilakukan untuk mencapai kondisi yang lebih baik dengan tetap memperhatikan norma atau kaidah yang ada. Sehingga, perencanaan yang matang tentunya sangat dibutuhkan terlebih dahulu agar pembangunan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan.

Pembangunan dan perkembangan khususnya kota yang tidak disertai dengan perencanaan yang matang, tentunya akan berdampak pada beberapa aspek, seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan yang nantinya juga akan berhubung dengan pertumbuhan dan migrasi penduduk.

Berdasarkan data dari PBB tahun 2012, bahwa lebih dari 50% persen penduduk yang menetap di wilayah kawasan kota dan hal ini akan terus terjadi sampai tahun 2050 dimana kawasan kota akan ditinggali oleh sekitar 70 persen penduduk di dunia. Karena cepatnya pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan tentunya kebutuhan akan lahan pun meningkat sehingga menimbulkan terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan yang terjadi berpotensi menciptakan terjadinya degradasi lingkungan, seperti banjir, peningkatan suhu perkotaan, dan potensi lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Disisi lain, pertumbuhan perkotaan serta urbanisasi yang tidak stabil juga berdampak pada perubahan iklim. Berdasarkan laporan dari IEA tahun 2008, menjelaskan bahwa perkotaan adalah salah satu elemen penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar, meskipun hanya dengan luas sebesar 2 persen dari permukaan daratan bumi dimana emisi gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sekitar 70 persen dari kegiatan perkotaan terlebih pada bidang transportasi dan bangunan.

Hadirnya ruang terbuka hijau (RTH) dan kawasan hutan yang terdapat di sekitaran perkotaan merupakan bentuk upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Dalam pemanfaatan dan fungsinya, ruang terbuka hijau yang didominasi oleh penghijauan dapat menjadi areal berlangsungnya fungsi ekologis serta penyangga kehidupan di kawasan perkotaan. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa perencanaan tata ruang di kawasan perkotaan haruslah mengatur mengenai rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dengan minimal luas sebesar 30 persen dari luas kawasan kota dimana luas ruang terbuka hijau dialokasikan sebesar 10 persen untuk ruang terbuka hijau privat dan sebesar 20 persen lainnya untuk ruang terbuka hijau publik. Penataan RTH yang baik akan mampu menciptakan terjadinya peningkatan kualitas atmosfer perkotaan, menyapu debu yang ada di kota, penyegaran udara, menurunkan suhu kota, dan menurunkan kadar polusi udara.

Pemindahan lokasi ibu kota negara sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang- Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara tentunya membutuhkan strategi dan term agar dalam tahap perencanaan, pembangunan, dan penggunaannya tetap memperhatikan aspek sumber daya alam yang secara khusus pada keberadaan satwa liar dan fungsi hutan lainnya. Dalam perencanaan, pembangunan, dan penggunaan, tentunya memerlukan standar atau strategi sebagai acuan kebijakan teknis pembentukan struktur ruang yang akan dibangun, sehingga terjaganya peranan hutan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ahmad Gadang Pamungkas bahwa hadirnya konsep forest city sebagai konsep yang akan diimplementasikan dalam pembangunan ibu kota negara (IKN) merupakan salah satu bentuk upaya nyata yang dilakukan untuk tetap menjaga fungsi ekologis di wilayah perkotaan nantinya dengan mempertahankan areal hutan sebesar 50 persen.

Pemindahan ibu kota negara (IKN) tentunya memiliki limitasi dan tantangan ekologis yang tinggi, sehingga pembangunan ibu kota negara haruslah memperhatikan karakteristik wilayah, baik secara ekologis, ekonomi, geologi, maupun sosial agar dapat meminimalkan risiko atau dampak dari lingkungan hidup. Pada dasarnya, konsep forest city yang direncanakan untuk dilakukan oleh pemerintah sudah memperhatikan sisi lingkungan hidup. Namun, dalam pelaksanaannya haruslah sesuai atau berbasis pada panduan kota hijau Indonesia dengan memenuhi 8 indikator dalam mewujudkan kota hijau, ialah: perencanaan serta perancangan kota yang berkepanjangan; pelaksanaan RTH; penerapan bangunan hijau yang ramah energi; pengolahan sampah secara terpadu; penerapan ramah lingkungan dalam pemakaian transportasi; kenaikan mutu air perkotaan; dan pengembangan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha seperti komunitas hijau. Juga berdasar pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aloysius Hari Kristianto ditemukan bahwa konsep green economy adalah suatu harapan baru untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.

Konsep green economy dapat diartikan suatu wujud perekonomian bertaraf lingkungan dimana terdapatnya penyelarasan antara perkembangan dan pembangunan ekonomi tanpa mengganggu lingkungan dengan senantiasa mengedepankan prinsip sustainable development (pembangunan berkepanjangan). Konsep green economy dijadikan sebagai standar operasional ataupun pedoman dalam mencapai kemajuan dalam ekonomi lingkungan selaku pilar dari implementasi pembangunan berkepanjangan dengan mengarah pada ekonomi rendah karbon serta hijau. Konsep green economy meningkatkan ekonomi dengan metode yang berguna, berkeadilan sosial serta ramah lingkungan, dan mempromosikan kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan secara berkelanjutan.

Terdapat 6 bidang utama dalam konsep green economy, yaitu, bangunan hijau, energi terbarukan, pengelolaan air, pengelolaan lahan, dan transportasi berkelanjutan, serta pengelolaan limbah. UNEP (United Nations Environment Programme) menyatakan bahwa green economy adalah sebuah sistem yang mengandung seluruh kegiatan perekonomian yang menciptakan mutu hidup manusia dalam jangka panjang tanpa mempertaruhkan kepentingan penerus yang hendak tiba akibat dari risiko terkait akibat lingkungan serta keterbatasan ekologis. Berdasarkan permasalahan tersebut, tulisan ini bertujuan meninjau pengoptimalan konsep forest city melalui konsep green economy.

Perwujudan Konsep Forest City dalam Rencana Pembangunan Ibu Kota Negara
Ibu Kota Negara yang dipindahkan ke Provinsi Kalimantan Timur merupakan suatu tantangan yang besar bagi negara terutama pada aspek lingkungan. Pembangunan dan perkembangan kota harus memiliki rencana yang tertata dengan baik. Hal tersebut dikarenakan negara perlu untuk memastikan lebih lanjut bahwa pembangunan ibu kota negara tidak berdampak besar terhadap fungsi hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Sejalan dengan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa penataan ruang mestinya diselenggarakan dengan memperhatikan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan serta teknologi sebagai satu kesatuan. Berdasarkan penjelasan UU tersebut telah dijelaskan terkait penataan ruang yang harus mencermati setiap aspek pembangunan di dalamnya sehingga menjamin bahwa pembangunan tersebut tidak mengganggu keseimbangannya, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan.

Rencana pembangunan IKN yang terletak di kawasan hutan memerlukan berbagai upaya agar dapat mempertahankan keberlangsungan hutan tersebut. Konsep forest city yang dikembangkan pada kali ini merupakan konsep yang berbeda dari konsep yang diterapkan di kota-kota lain yakni melakukan penanaman pohon atau menghutankan kembali kotanya sesuai dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Maka dari itu, penjelasan yang lebih tepat tentang forest city sebagai konsep pembangunan ibu kota baru di wilayah IKN adalah “Kota hutan yang didominasi ruang terbuka hijau yang mempunyai kegunaan ekosistem seperti hutan dan dengan pendekatan lanskap yang terintegrasi untuk menghasilkan keadaan yang bersebelahan dengan alam”.

Pada pembangunan forest city ini akan memperhatikan seluruh ekosistem hutan karena dirancang untuk melahirkan kehidupan yang dapat berdampingan dengan lingkungan alam. IKN yang dirancang sebagai forest city merupakan bentuk komitmen negara Indonesia terhadap isu lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi di seluruh dunia saat ini seperti halnya yang dijelaskan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “…bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan….”

Stefano Boeri mengartikan forest city sebagai vertical forest, sehingga forest city dapat diartikan sebagai kota yang bangunannya ditutupi oleh pohon dan tumbuhan. Dalam pembangunan forest city tersebut telah dirancang prinsip- prinsip yang perlu diterapkan agar tujuan dari konsep ini dapat tercapai. Pada tahun 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahkan telah membuat rumusan terkait prinsip dari forest city ini. KLHK telah merancang prinsip tersebut sejalan dengan target Indonesia sebagai future smart melalui konsep forest city. Adapun prinsip tersebut terdiri atas enam prinsip, yakni: 1) konservasi SDA dan habitat satwa; 2) hubungan dengan alam; 3) pembangunan rendah karbon; 4) sumber daya air yang terpenuhi; 5) pembangunan yang dapat terkendali; 6) keterlibatan masyarakat dalam mewujudkan forest city.

Hutan merupakan sumber kehidupan yang mampu memberikan manfaat yang berdampak besar dalam kehidupan manusia sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia akan sangat bergantung pada keberlanjutan hidup hutan tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah membuat prinsip yang mencakup seluruh aspek lingkungan yang perlu untuk dilindungi dan diperhatikan. Hal ini dapat menjadi sebuah jaminan bahwa IKN mendukung peran Kalimantan sebagai paru-paru dunia karena keberadaannya dalam menyukseskan kota hijau. Kalimantan merupakan kota yang terkoneksi secara langsung dengan alam sehingga memberikan wujud nyata dari pembangunan yang dapat memberikan hubungan antara manusia dan alam, seperti pembangunan tempat wisata pada zona hijau. Selain itu, dengan adanya konsep forest city ini maka dapat menangani penurunan emisi gas rumah kaca serta memperbaiki kualitas udara yang ada.

 

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB