Andai kau tahu, selama satu bulan kita tidak berkomunikasi apa saja yang kurasakan selain rindu yang sesak? Ya, kekosongan.
Biasanya bersama. Aku melewati hari-hari tanpamu. Mungkin salahku juga bertindak kekanak-kanakan. Aku hanya membaca pesan masuk darimu. Apa susahnya membalas mungkin hanya mengirimkan emoticon?
Setelah ku pikir-pikir, sepertinya akulah biang keroknya. Aku yang menyebabkan kita berjarak selama satu bulan ini.
Dan aku ingin selalu tahu kabarmu. Apapun keluh kesahmu, aku selalu ingin tahu. Isi hatimu pun aku juga ingin tahu. Apakah ada seseorang lain yang hadir saat aku menghilang?
Aku menepi sambil meratapi nasibku. Kadang aku merasa semua wanita sama saja. Ku pikir kau juga begitu.
Maaf, sedikit sulit bagiku untuk berpikir positif. Karna aku terlalu trauma. Apakah kamu berbeda? Atau sama seperti wanita lainnya? Aku berulang kali bertanya tentang itu pada diriku. Padahal aku benar-benar sangat menyukaimu.
Tapi bagaimana bisa?
Kita berbeda negara. Bisa? Tanyaku pada semesta.
Jika kekosongan itu bertahan lama dan aku terus semakin merasa sepi, tandanya aku benar-benar membutuhkanmu.
Itulah kenapa aku memberanikan diri pada akhirnya. Dan harus itulah yang aku lakukan. Aku hanya tidak ingin membohongi diriku. Beginilah perasaanku, kau harus tahu pikirku begitu.
Dan akhirnya aku memecahkan kekosongan ini. Jangan lagi diam. Aku tidak mau lagi menunggu. Apa yang mau ku tunggu? Aku harus menjemputmu. Karna salahku mungkin tidak memberi respon.
Padahal aku udah sampai masuk rumah sakit. Asam lambungku kambuh, ya itu salahku juga. Aku terlalu berpikir berlebihan. Tinggal mengirimkanmu pesan, apa susahnya?
Aku mulai menyadari semuanya. Aku tidak boleh seperti dulu lagi. Mungkin kegagalan yang selama ini kurasakan penyebabnya mungkin aku, tanpa ku sadari.
Aku harus mengirimkanmu apa?
Aku mulai berpikir. Tidak hanya sekali atau dua kali, hampir sering aku melihat sesuatu yang terus mengingatkanku pada dirimu.
Jadi aku akan terus memikirkanmu dimana pun aku berada. Terasa berat memang tapi sepertinya semesta ingin kita kembali lagi. Ini belum selesai, katanya.
Ikuti tulisan menarik Acha Hallatu lainnya di sini.
