Ada pemandangan yang menarik di setiap event baik itu rapat ataupun sekedar ramah-tamah di kalangan birokrasi kali ini. Baik itu birokrasi tingkat daerah maupun pusat semua mulai tertarik berpantun ria saat membuka sambutan acara. Ini menjadi preseden yang baik, saya kira, karena kalangan birokrasi yang resmi dan kaku secara tindakan kini mulai agak cair saat pantun hadir di tengah-tengah acaranya.
Pantun sebagai salah satu genre puisi lama kini kembali eksis lewat mulut para pejabat birokrasi. Semua berlomba untuk menampilkan pantun di teks pidatonya. Meski ini dianggap lebay, namun ada poin positif karena mereka yang berpantun itu notabene adalah tokoh publik yang tentu gaungnya akan lebih terasa.
Kebiasaan para pejabat berpantun dalam memberikan sambutan sedikit banyak meningkatkan popularitas pantun yang hampir tenggelam. Terlebih lagi jika yang berpantun tersebut adalah pejabat birokrasi pusat, kondisi ini makin membuat jangkauannya lebih luas karena mempunyai resiko diikuti oleh pejabat di daerah. Dan ini sepertinya sudah sering terjadi, di mana, pejabat daerah juga menyelipkan pantun ketika memulai pidato dan mengakhiri pidato sambutannya.
Dengan metrum yang pendek terdiri dari empat larik saja pantun menjadi fleksibel untuk menyusup dalam pidato resmi para pejabat tersebut. Selain itu, kekuatan rima yang dihasilkannya pantun memberikan hiburan bagi pendengarnya. Nah inilah yang memberikan daya tarik tersendiri bagi para birokrat tersebut untuk mencairkan suasana yang biasanya kaku dan tegang. Dengan hadirnya pantun tingkat keresmian sebuah acara birokrasi menjadi lebih ke arah kekeluargaaan.
Tentunya kebiasaan ini lambat laun perlu ditingkatkan kualitas pantun yang digunakan agar tidak terkesan dipaksakan saat membuat pantun. Biar bagaimanapun pantun harus mengikuti aturan saat membuatnya, salah satunya mempunyai empat larik yang berima a,b,a,b dan mempunyai sampiran di dua larik pertama serta isi di dua larik berikutnya. Meski kebiasaan berpantun para pejabat ini sudah sering dilakukan di saat memberikan sambutan, namun masih sering juga terdengar bahwa pantun itu pembuatannya sangat dipaksakan sehingga agak mengganggu kalau tidak bisa dikatakan lucu.
Kini, marilah kita sambut lagi pantun sebagai warisan sastra lama melayu yang hampir jarang terdengar. Kita patut berterima kasih pada para pejabat yang selalu menyisipkan pantun dalam setiap sambutannya karena secara tidak langsung ini akan memberikan efek yang banyak demi kemunculan kembali pantun di tengah masyarakat yang hampir melupakannya.
Lihat kartun di televisi
jangan lupa membawa remote
Lihat pantun di birokrasi
bikin acara makin berbobot.
Ikuti tulisan menarik Agus Buchori lainnya di sini.