x

Gibran Rakabuming Raka. Foto: Taufan Rengganis/Tempo

Iklan

Fabian Satya Rabani

Pelajar, model, dan atlet tinggal di Bandung, Jawa Barat. IG: @satya_rabani
Bergabung Sejak: 22 November 2023

Minggu, 24 Desember 2023 21:26 WIB

Saat Gibran Bikin ‘Mati Kutu’ Lawan Debatnya

Biasanya hal spontan yang dilakukan saat menemukan atau menangkap kutu adalah mematikannya dengan cara diplites atau dipencet dengan kuku jempol tangan atau dengan benda tumpul.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mati kutu sering digunakan dalam komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Kutu adalah nama binatang pengganggu. Ada banyak kutu. Namun agaknya, dalam kata mati kutu, binatang yang dimaksud adalah kutu busuk  dan kutu rambut. Dalam Wikipedia.org dijelaskan bahwa kutu busuk atau kepinding atau disebut juga tumbila adalah serangga parasit dari keluarga Cimicidae. Kutu busuk dikenal sebagai spesies yang meminum darah manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Kutu busuk senang tinggal di rumah manusia, khususnya pada tempat tidur. Kutu busuk bisa menggigit tanpa disadari korbannya. Hewan ini beraroma tidak sedap dan sangat menyengat di hidung.

Sedangkan dalam  alodokter.com, dijelaskan bahwa  kutu rambut dikenal dengan nama Pediculus humanus capitis. Kutu rambut dewasa umumnya berukuran sebesar biji wijen dan berwarna coklat atau keabu-abuan. Parasit ini dapat bertahan hingga 30 hari di kulit kepala manusia, tetapi biasanya akan mati dalam waktu 12–24 jam setelah terlepas dari rambut. Kutu rambut umumnya adalah parasit yang tidak berbahaya bagi manusia. Meski demikian, kutu rambut yang tidak mendapatkan penanganan dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan iritasi pada penderitanya akibat menggaruk kulit kepala yang gatal.

Biasanya hal spontan yang dilakukan saat menemukan atau menangkap kutu di atas adalah mematikannya dengan cara diplites atau dipencet dengan kuku jempol tangan atau dengan benda tumpul. Jika diplites, kutu itu dengan mudah menjadi tidak berdaya lagi atau bahkan langsung mati. Nah, dekatnya hewan pengganggu ini dengan kehidupan manusia dan gampangnya membuat hewan ini tidak berdaya atau mati dibanding hewan lainnya, kata ‘mati kutu’ menjadi perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Hanya saja, penggunaan kata ini lebih sebagai suatu analogi atau ibarat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam penggunaanya sehari-hari, kata mati kutu lebih sering digunakan sebagai kiasan berupa ungkapan. Sebagai kiasan, mati kutu tidak merujuk pada makna sebenarnya dalam uraian di atas. Dalam KBBI, mati kutu artinya:  tidak berdaya; tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam konteks debat cawapres di Jakarta Convention Center Jumat malam 22 Desember 2023 lalu, penulis menggunakan kiasan ‘mati kutu’ untuk mengatakan ketidakberdayaan lawan bicara ketika menanggapi pernyataan (statement) atau menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Tidak berdaya karena tidak memberikan tanggapan/jawaban yang jelas dan tepat terhadap statement yang ditujukan padanya pada waktu dan tempat yang telah ditentukan itu, setidaknya menurut penilaian penanya. Hal ini bisa jadi karena penjawab belum menguasai materi yang ditanyakan atau salah menafsirkan pertanyaan.

Tulisan ini, hanya berfokus pada lima statement Gibran Rakabuming Raka  (Mas Gibran) yang menurut pendapat penulis bisa membuat mati kutu mitra debat yang ditujunya yaitu  H. Mohammad Mahfud Mahmodin  (Pak Mahfud) dan Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

  1. Saat Mas Gibran menilai Cak Imin tidak konsisten

Cak Imin menyampaikan pernyataan bahwa  daripada dibangun IKN, anggaran yang besar itu lebih baik digunakan untuk membangun sekolah di seluruh Indonesia khususnya di Pulau Kalimantan, dan lain-lain. Hal ini secara tersirat menyatakan ketidaksejutuan atau penolakan dibangunnya IKN. Namun pernyataan Cak Imin itu ditanggapi oleh Gibran dengan menyebut Cak Imin tak Konsisten. Tanggapan Mas Gibran ini tidak bisa dijawab atau disangkal oleh Cak Imin. Sebab, Mas Gibran menyampaikan tanggapan dengan menyertakan fakta yang menunjukkan ketidakkonsistenan Cak Imin.

"Saya ingat sekali, Gus Muhaimin dulu sempat ikut meresmikan dan potong tumpeng di IKN, ini gimana ini nggak konsisten.  Dulu dukung sekarang nggak dukung karena menjadi wakilnya Pak Anies yang mengusung tema perubahan. Sekali lagi Gus, mohon maaf IKN ini bukan hanya membangun bangunan pemerintah, tetapi sebagai simbol pemerataan pembangunan di Indonesia sebagai simbol transportasi pembangunan di Indonesia," kata Mas Gibran.

  1. Saat Mas Gibran bertanya kepada Cak Imin tentang SGIE

Gibran Rakabuming memberikan pertanyaan kepada Cak Imin mengenai State of the Global Islamic Economy (SGIE) yang berarti tentang ekonomi halal dunia. Sebelum menanyakan ini Mas Gibran memberikan pengantar bahwa apa yang akan ditanyakan tentu (harusnya) sudah dikuasai oleh Cak Imin terkait posisinya sebagai ketua partai PKB. Dengan demikian, mungkin Mas Gibran ingin mengatakan bahwa pertanyaan ini sewajarnya bukan jebakan. Namun, ternyata Cak Imin tidak langsung bisa menjawab karena tidak mengetahui apa itu SGIE.

“Bagaimana langkah Gus Muhaimin untuk menaikkan peringkat Indonesia di SGIE?” tanya Gibran Rakabuming.  “Terus terang SGIE saya kurang paham, SGIE itu apa?” Cak Imin menanyakan kembali kepada Gibran. Lalu, Gibran pun menjelaskan apa yang dimaksud dengan SGIE yang ia tanyakan kepada Cak Imin. “Gus, kita sedang fokus kembangkan keuangan syariah. Otomatis kita harus paham SGIE atau State Global of Islamic Economy. Misalnya sekarang yang sudah masuk 10 besar adalah makanan halal kita, skincare kita, fashion kita,” jelas Gibran.

  1. Saat Mas Gibran menilai Cak Imin aneh

 Mas Gibran menyebut Cak Imin aneh karena ingin membangun 40 kota seperti Jakarta tetapi tidak setuju dibangunnya IKN. Cak Imin tidak menyangkal atau menolak sebutan Mas Gibran ini karena memang seperti ada kontradiksi dalam pendapatnya sendiri: satu sisi tidak setuju dibangunnya satu kota oleh pihak lain karena berbagai alasan, sisi lain ia sendiri ingin membangun 40 kota selevel Jakarta sebagai ibu kota sekarang.  "Gus Imin ini aneh ya, ingin bangun 40 kota seperti Jakarta. Tapi tidak setuju dengan IKN. Tapi monggolah tidak apa," kata Gibran.

Sebelumnya, Cak Imin menyampaikan padangannya jika jadi Wakil Presiden maka ia akan membangun 40 kota seperti Jakarta di Indonesia. "Perkotaan ini jadi kebutuhan pembangunan nasional kita. Infrastruktur memadai, tidak adanya penumpukan dan pembangunan kota merata di berbagai tempat. Di dalam pemerintahan datang, akan ada 40 kota baru selevel Jakarta," kata Cak Imin.

 

  1. Saat Mas Gibran bertanya pada Pak Mahfud tentang regulasi Carbon Capture and Storage (CCS)

Gibran Rakabuning Raka  menjelaskan bahwa CCS adalah kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca yang mencakup penangkapan emisi karbon dan atau pengangkutan emisi karbon tertangkap, serta  penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen. Kemudian, Mas Gibran bertanya kepada Pak Mahfud  terkait bagaimana regulasi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage), yakni salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Pak Mahfud dengan penjelasan mekanisme pembuatan regulasi, mulai dari pembuatan naskah akademik hingga menjadi sebuah produk hukum. Meski sudah dijawab panjang lebar oleh Pak Mahfud , Gibran tidak puas karena merasa pertanyaannya belum terjawab. Dia meminta Pak Mahfud tidak menjelaskan dengan hal-hal yang tidak sesuai konteks pertanyaan yang diajukannya.   

"Pak Prof Mahfud menjawab dua menit tapi pertanyaan saya belum dijawab sama sekali Pak, apa regulasinya untuk carbon capture and storage, simpel sekali pertanyaan saya, mohon dijawab sesuai pertanyaan yang saya tanyakan, ndak perlu ngambang ke mana-mana," ulang Mas Gibran.

Kemudian banyak komentar yang menilai bahwa pertanyaan Mas Gibran ini tidak sesuai dengan topik pembicaraan. Namun sebenarnya, jika benar demikian, pertanyaan tidak perlu dijawab dengan penjelasan yang panjang apalagi jika tidak menguasai materinya. Barangkali cukup dijawab, “Pertanyaan Saudara tidak berhubungan dengan topik pembicaraan debat kali ini, sehingga saya tidak perlu menjawabnya.” Jika pertanyaan dianggap tidak sesuai topik pembicaraan, tetapi yang ditanya berusaha menjawab apa yang ditanyakan, artinya penjawab menyetujui bahwa pertanyaan itu sesuai dan layak ditanyakan.

  1. Saat Mas Gibran mengklarifikasi perbedaan  tax ratiodan menaikkan pajak pada Pak Mahfud

"Prof Mahfud, yang namanya menaikan rasio pajak dan menaikan pajak itu berbeda," jelas Mas Gibran. Ia kemudian menyebut penerimaan bea bisa dilakukan dengan membentuk Badan Penerimaan Pajak yang dikomandoi Presiden RI. Bahkan Mas Gibran menyebut lebih dari satu kali bahwa tax ratio dan menaikkan pajak adalah dua hal yang berbeda. Hal ini secara tersirat bisa ditangkap bahwa Mas Gibran memandang Pak Mahfud tidak memahami perbedaan konsep tax ratio dan menaikkan pajak. Oleh karena itu, Mas Gibran memberi penjelasan mengenai tax ratio itu dengan analogi konkret.

"Anda bicara 23 persen. 23 persen dari apa ini? Kalau Anda bicara beda antara penerimaan pajak dan ratio atau tax ratio pajak. Kan, kalau persen kaitannya dengan PDB. Apa 23 persen dari APBN atau apa," tanya Mahfud kepada Gibran. Dia kemudian mengingatkan kepada Gibran untuk berhati-hati mewujudkan rasio pajak 23 persen dengan cara menaikkan bea terhadap rakyat. "Hati-hati, lho, rakyat sensitif kalau pajak dinaikkan. Karena kita sudah berkali-kali menawarkan, tax amnesty ndak jelas hasilnya. Kemudian insentif pajak ditawarkan pemerintah, tetapi ndak ada yang mau," kata Pak Mahfud.

Gibran kemudian menjawab pertanyaan Mahfud soal 23 persen rasio pajak mengacu PDB atau APBN dengan berbicara soal kebun binatang. "Pak, yang saya klarifikasi tadi tax ratio dan menaikkan pajak, itu beda. Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang. Kita ingin memperluas kebun binatangnya. Kita tanami, binatangnya kita gemukkan," jelas Mas Gibran.

Demikianlah. Tulisan ini hanya mengambil salah satu segmen dari debat cawapres yang panjang itu dan sifatnya hanya penafsiran sederhana seperti halnya saat penulis menafsirkan dialog dalam novel atau saat menonton film sambil tiduran. Oleh karena itu, tidak bertendensi dan bisa saja berbeda dengan pandangan para pembaca yang menyimak debat itu. Masih banyak hal lain yang bisa diperbincangkan baik dari segi konten debat maupun para tokoh yang berdebat.


Referensi

https://id.wikipedia.org/wiki/Kutu_busuk

https://www.alodokter.com/kutu-rambut

 

Ikuti tulisan menarik Fabian Satya Rabani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler