KODRAT ALAM DAN KODRAT ZAMAN
Karya : Wahyu Umattulloh Al
Pecah derai mata ibu ketika manusia terlahir.
Terlepas dari kehangatan pelukan Sang Maha,
menjerit ia di muka rimba yang gelap.
Di depan mu, jabang bayi meronta.
Meninju dan merobek sebagai salam perkenalan untuk rimba yang gelap.
Tuhan-pun berbisik liwat sela-sela do’a orang tuanya,
“ Ku tanamkan, kodrat alamiah untuk mu agar terlepas dari kebodohan yang sama.
Carilah kodrat itu lalu berlayarlah ditengah-tengah bengisnya isi rimba”.
Tugas mulia mencari kodrat alam ditengah tumpukan isi kepala!.
Gelagak darah pantang menyerah, mencoba membedah sembari menyusuri ruang hampa.
Jabang Bayi berkata,
Mana kodrat alam itu!.
Mana Riwayat itu!.
Jabang Bayi perlahan tumbuh di bawah Atap Sekolah.
Berharap kodrat alamnya ditemukan.
Sepanjang ia memandang, hanya terlihat peraturan pendidikan yang malang melintang.
Bagaikan pohon tanpa arah di dalam rimba raya.
Terus berjalan sekalipun terasa gatal daunnya.
Terus mencari sekalipun dipacu oleh usia.
Kemudian ia bertanya, “ Bapak Ibu kata orang, siswa yang bagus adalah tahu kodratnya”.
Lantas bapak ibu menjawab, “ Ya memang bagus, sewajarnya Ki Hadjar Dewantara menggoreskan tinta emas”.
Emas?.
“Hilang kemana emas itu”?!.
“Siapa yang berani-berani menguburnya”?!.
“Siapa yang membuangnya”?!.
“SIAPA”?!!!!!!.
Pertanyaan mesti dihempaskan dengan pertanyaan, api merah yang berkobar.
Harus menjadi perlambang bagi panasnya jiwa, dan suara lautan
adalah gemuruh semangat.
Jabang bayi tidak merelakan matanya kosong!.
“ Ibu Bapak guru tercinta, yang aku inginkan pendidikan memuliakan kodrat para murid!.
bukan pendidikan yang senantiasa menepiskan harapan”!.
“Harapan kita JANGAN TANAMKAN HOMOGENITAS di dalam tembok dan papan tulis Kelas”!.
Bapak Ibu memberikan senyuman sewangi kembang.
Berharap hal itu sedikit melumatkan dahaganya.
Setetes senyuman, tak mampu memadamkan gelora api menyala.
Seklumit pernyataan, tak mampu memuaskan hati orang-orang sudra.
Ini zaman edan!.
Sesuai dengan zamanya, semua raja, perdana menteri, atau mungkin semua manusia edan.
mencabik rembulan ditengah-tengah siang hari.
menculik kodrat alamiah ditelaga harapan jabang bayi.
Siapapun tidak boleh mati dipecundangi oleh kiasan kaku dan runtut,
yang senantiasa menipiskan harapan.
Jabang bayi mendongak ke langit.
Apa artinya merdeka ? jika tak bebas mencari wujudnya.
Sesekali aku ingin mencontoh kicau barung bebas.
kenapa bisa los?.
mengapa bisa bebas dan polos suaranya?.
Demikianlah kukira, Meredeka Belajar.
Surabaya-Lontar, 12 Oktober 2023.
Penulis
Wahyu Umattulloh AL.
Ikuti tulisan menarik Wahyu Umattulloh AL lainnya di sini.