x

Iklan

Muntaqim Asbuch

Profesional IT yang Berorientasi pada Hasil | Sarjana Ilmu Komputer | Penuh Semangat tentang Geopolitik Timur Tengah
Bergabung Sejak: 17 Januari 2024

Kamis, 25 Januari 2024 07:59 WIB

Konflik Balochistan: Akar Masalah dan Pemberontakan di Asia Tengah

Konflik Balochistan mengungkap ketidaksetaraan ekonomi, diskriminasi, dan respons militer di provinsi Pakistan, memicu pemberontakan dan perhatian internasional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Wilayah Konflik Balochistan yang diperebutkan Iran, Pakistan dan Afghanistan (Magazine PK/Wikimedia Commons)Wilayah Konflik Balochistan yang diperebutkan Iran, Pakistan dan Afghanistan (Magazine PK/Wikimedia Commons)

Balochistan adalah wilayah yang kering dan berbukit di bagian barat daya Asia. Wilayah ini terkenal karena memiliki banyak minyak dan gas alam. Balochistan melibatkan tiga negara: Pakistan, Afghanistan, dan Iran. Di Pakistan, wilayah ini menjadi provinsi yang disebut Balochistan. Sebagian besar orang Baloch, suku yang tinggal di Balochistan, ada di Pakistan, dan mereka diperkirakan mencapai 6,9 juta orang.

Namun, sejak Balochistan menjadi bagian dari Pakistan, terjadi konflik antara pemerintah Pakistan dan kelompok pemberontak. Orang Baloch merasa memiliki budaya yang berbeda dan seringkali mengalami diskriminasi. Indikator kesejahteraan manusia di antara orang Baloch, seperti kesehatan, pendidikan, dan tingkat kematian, seringkali lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata penduduk Pakistan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemberontakan terakhir di Balochistan dimulai sekitar tahun 2004, melibatkan kelompok nasionalis Baloch yang berperang melawan pemerintah Iran dan Pakistan secara gerilya. Konflik ini menyebabkan kekerasan yang serius dan banyak pelanggaran hak asasi manusia, seperti penculikan, pembunuhan ilegal, serangan bom, dan bahkan serangan bunuh diri. Karena itu, konflik ini menarik perhatian dunia internasional.

Awal Konflik Balochistan

Pada tahun 2005, Nasionalis Baloch, yang merupakan kelompok yang ingin mempertahankan identitas dan kontrol atas wilayah mereka, mulai terlibat dalam konflik dengan pemerintah Pakistan. Awalnya, pada tahun yang sama, pelabuhan Gwadar dibom. Pada saat yang bersamaan, pemimpin Baloch Nawab Akbar Khan Bugti dan Mir Balach Marri menyampaikan lima belas poin tuntutan kepada pemerintah Pakistan. Mereka ingin lebih mengendalikan sumber daya wilayah dan menghentikan pembangunan pangkalan militer. Sayangnya, tuntutan ini tidak dipenuhi, dan pada tahun 2006, Nawab Akbar Khan Bugti tewas dalam pertempuran dengan Tentara Pakistan. Kematian Bugti memicu kekeruhan dan kekerasan.

Pada tahun 2009, pemimpin Gerakan Nasional Baloch, Ghulam Mohammed Baloch, bersama dua pemimpin nasionalis lainnya, Lala Munir dan Sher Mohammed, diculik dan dibunuh oleh penembak bersenjata. Temuan jasad mereka memicu reaksi keras berupa kerusuhan, pemogokan, demonstrasi, dan perlawanan sipil di seluruh Balochistan.

Pada bulan Agustus 2009, Mir Suleiman Dawood menyatakan dirinya sebagai penguasa Balochistan dan membentuk Dewan untuk Balochistan Merdeka. Dewan ini mengklaim kekuasaan atas wilayah Balochistan di Pakistan dan Provinsi Sistan dan Baluchestan di Iran, tetapi tidak mengklaim wilayah Baloch di Afghanistan. Dewan juga mengklaim kesetiaan dari semua pemimpin separatis.

Konflik ini melibatkan Tentara Pakistan dan kelompok separatis Baloch, dan keduanya dituduh melakukan tindakan tercela seperti penyiksaan, penculikan, dan pembunuhan di luar hukum. Pemerintah Pakistan mendapat kritik dari Human Rights Watch dan Uni Eropa terkait perannya dalam konflik ini. Meskipun begitu, di dalam Pakistan, konflik ini tidak mendapatkan perhatian serius, dan pemberitaan mengenai Balochistan cenderung minim di media lokal.

Latar Belakang Pemberontakan

Balochistan, wilayah yang terletak di bagian selatan Iran, memiliki sejarah yang kompleks, terutama selama masa pemerintahan Inggris dan pembentukan negara Pakistan. Pada awal abad ke-20, Balochistan dibagi menjadi empat negara bagian pangeran yang berada di bawah pemerintahan Inggris: Khanate of Makran, Kharan, Las Bela, dan Kalat.

Pada masa itu, Khanate of Kalat memainkan peran kunci. Meskipun wilayah ini diakui sebagai negara independen, Khanate of Kalat dan tiga negara bagian pangeran lainnya menyerahkan otoritas mereka kepada negara yang baru terbentuk, yaitu Negara Pakistan, pada tahun 1947. Hal ini terjadi setelah pembagian India Britania, di mana negara-negara bagian pangeran harus memilih untuk bergabung dengan India atau Pakistan berdasarkan karakteristik geografis dan demografis mereka.

Meski Khanate of Kalat sebelumnya memberikan dukungan kepada gerakan Pakistan, pada tahun 1947, Khanate of Kalat menolak untuk bergabung dengan Uni Pakistan. Mereka merujuk pada perjanjian tahun 1876, di mana Kalat diakui sebagai negara independen dan berdaulat. Menurut perjanjian ini, Kalat menyewakan beberapa wilayahnya kepada India Britania.

Namun, klaim tersebut bertentangan dengan klaim Pakistan, yang menganggap dirinya sebagai penerus hukum, konstitusional, dan politik India Britania. Untuk menyelesaikan ketidaksepakatan ini, kedua pihak menandatangani perjanjian jeda waktu di bawah tekanan Lord Mountbatten, Viceroy Britania. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa Pakistan adalah penerus hukum semua perjanjian antara Khanate of Kalat dan India Britania.

Meskipun perjanjian tersebut ditandatangani, Khanate of Kalat menolak menerimanya. Pada bulan Maret 1948, negara bagian bawahan Kalat, yaitu Las Bela, Kharan, dan Makran, sepakat untuk bergabung dengan Pakistan. Hal ini membuat Kalat terkurung daratan tanpa akses ke laut.

Dalam respons terhadap penolakan Khanate of Kalat untuk bergabung, pasukan militer Pakistan dikerahkan ke Kalat pada bulan April 1948. Khanate of Kalat dipaksa untuk bergabung dengan Pakistan, dan pada bulan Juni 1948, secara keseluruhan, Balochistan menjadi bagian dari Pakistan. Namun, Pangeran Kareem Khan, saudara Khan, menolak menerima integrasi Balochistan ke dalam Pakistan. Ia menyatakan kemerdekaannya dan melarikan diri ke Afghanistan, mencari bantuan dan memulai perjuangan bersenjata. Meskipun perjuangan tersebut tidak berhasil, sejak saat itu telah terjadi tiga pemberontakan tambahan di wilayah tersebut.

Penyebab Sosial dan Ekonomi Pemberontakan

Balochistan di Pakistan memiliki sumber daya alam berlimpah, terutama minyak dan gas, yang menghasilkan banyak uang untuk negara. Namun, sayangnya, keuntungan ini tidak banyak digunakan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat di sana. Pemerintah Pakistan kurang berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur dasar seperti rumah sakit dan sekolah di wilayah ini, terutama untuk komunitas etnis Baloch.

Pentingnya investasi ini bisa diilustrasikan dengan ketidakseimbangan antara kekayaan yang dihasilkan dan kondisi hidup masyarakat. Meskipun Balochistan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara melalui eksploitasi sumber daya alamnya, namun kondisi sosial dan ekonomi masyarakatnya tetap tertinggal. Rumah sakit dan sekolah yang kurang memadai membuat akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan menjadi sulit.

Ketidakpuasan ini tidak hanya bersumber dari kurangnya investasi, tetapi juga dari persepsi bahwa pemerintah lebih fokus pada mengumpulkan kekayaan daripada meningkatkan kesejahteraan manusia. Situasi ini berlangsung selama bertahun-tahun, menyebabkan banyak orang Baloch merasa kecewa dan merasa bahwa pemerintah hanya tertarik pada keuntungannya sendiri.

Dalam respons terhadap ketidakpuasan ini, beberapa orang Baloch memilih untuk memberontak sebagai cara untuk menyuarakan keinginan mereka agar pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat, seperti layanan kesehatan dan pendidikan. Pemberontakan ini mencerminkan aspirasi untuk keadilan sosial dan ekonomi di Balochistan.

Kemiskinan dan Ketidaksetaraan

Situasi kemiskinan dan ketidaksetaraan di provinsi Sistan e Balochistan di Iran serta Balochistan di Pakistan menjadi pemicu gerakan pemberontak. Meskipun wilayah-wilayah ini kaya akan sumber daya alam seperti gas, emas, tembaga, minyak, dan uranium, tapi pendapatan per orang di sana adalah yang terendah di negara masing-masing.

Di Sistan e Balochistan, kehidupan masyarakatnya sulit. Tingkat harapan hidup rendah, banyak yang tidak bisa membaca dan menulis, sedikit yang bisa masuk sekolah dasar, serta akses air dan sanitasi yang kurang memadai. Tingkat kematian bayi juga tinggi. Sebagian besar orang Baloch di Iran hidup di bawah garis kemiskinan, artinya mereka memiliki sedikit uang untuk kehidupan sehari-hari.

Situasi di Balochistan Pakistan juga sulit. Provinsi ini punya tingkat kemiskinan yang tinggi, banyak yang tidak bisa membaca dan menulis, serta tingkat kematian bayi dan ibu yang tinggi. Ekonomi provinsi ini juga mengalami penurunan, artinya kemampuan provinsi untuk menghasilkan uang bagi negara menurun.

Di kedua wilayah ini, ketidaksetaraan sangat terasa. Orang-orang kaya, seperti menteri dan pejabat pemerintah, memiliki banyak harta, tanah luas, mobil mewah, dan bisnis. Sementara itu, banyak orang lain menderita karena kekurangan uang dan hidup dalam kemiskinan.

Masalah lainnya terkait dengan cara pemerintah mengelola pendapatan dari ekstraksi sumber daya alam. Gas alam yang diambil dari Balochistan dijual lebih murah daripada gas alam dari wilayah lain. Namun, sebagian besar uang yang dihasilkan dari penjualan gas tersebut tidak kembali ke masyarakat Balochistan, sehingga terjadi ketidaksetaraan yang semakin meningkat.

Diskriminasi Sistematik

Diskriminasi sistemik yang dihadapi oleh Nasionalis Baloch mencakup perlakuan tidak adil dan sulitnya mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Mereka mengatakan bahwa pemerintah Pakistan memberlakukan aturan dan kebijakan yang merugikan mereka secara terus-menerus.

Contohnya, dalam hal pendidikan, pemerintah federal di Pakistan telah mengumumkan beberapa langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun, menurut Nasionalis Baloch, langkah-langkah tersebut belum membantu mereka secara signifikan. Mereka merasa bahwa akses mereka terhadap pendidikan masih sulit dan terbatas.

Hal serupa terjadi dalam hal pekerjaan. Nasionalis Baloch mengklaim bahwa pemerintah lebih suka memberikan peluang pekerjaan kepada orang dari luar daripada kepada masyarakat Baloch sendiri. Contohnya dapat dilihat dari kasus Gwadar, di mana pemerintah federal mendirikan pelabuhan mega pada tahun 2002. Meskipun proyek ini memberikan keuntungan besar, banyak tanah di sekitarnya dijual secara ilegal oleh pejabat pemerintah kepada pihak tertentu, yang menghasilkan keuntungan yang besar bagi mereka.

Dalam proyek Gwadar, banyak insinyur asal Tiongkok dipekerjakan, sedangkan sedikit orang Baloch yang mendapat pekerjaan di sana, meskipun ada banyak insinyur dan teknisi Baloch yang berkompeten. Situasi ini dianggap sebagai contoh nyata bagaimana sistem diskriminatif membuat orang Baloch sulit mendapatkan peluang pendidikan dan pekerjaan yang seharusnya mereka dapatkan secara adil. Sebagai tanggapan terhadap ketidakpuasan dan perlawanan mereka terhadap marginalisasi ekonomi, pemerintah Pakistan justru merespons dengan menggunakan kekuatan militer dan menindas mereka.

Konflik Etnis dan Multikulturalisme

Di Balochistan, ada konflik etnis dan multikulturalisme yang berkaitan dengan perubahan besar dalam jumlah penduduk. Ini terjadi karena perang yang terus berkepanjangan di Afghanistan. Pada tahun 1980-an, banyak pengungsi dari Afghanistan datang dan tinggal di Balochistan karena adanya invasi oleh Uni Soviet di negara tetangga itu. Setelah itu, lebih banyak orang melarikan diri ke Balochistan karena invasi AS berikutnya di Afghanistan.

Kedatangan pengungsi ini mempengaruhi banyak hal, terutama dalam aspek ekonomi. Sayangnya, kondisi ekonomi orang Baloch tidak banyak membaik karena pengaruh dari peristiwa tersebut. Hal ini menciptakan ketegangan di antara kelompok-kelompok etnis di provinsi ini, terutama dengan adanya suku Pashtun dan Punjabi.

Situasi ini juga menyebabkan munculnya sikap anti-asing dan nasionalisme yang kuat. Ada perasaan ketidaksetujuan terhadap kehadiran orang asing di wilayah tersebut. Ini menciptakan suasana politik yang memanfaatkan rasa benci terhadap orang-orang dari luar, sehingga terjadi mobilisasi dukungan politik berdasarkan sentimen nasionalis dan xenofobik.

Respon Militer terhadap Pemberontakan

Pasukan Angkatan Darat Pakistan memiliki kehadiran yang besar di Balochistan sejak wilayah itu menjadi bagian dari negara Pakistan. Selain banyaknya pangkalan militer, pemerintah Pakistan sering kali memberikan respons militer terhadap gerakan perlawanan di wilayah tersebut. Respons ini telah menyebabkan kekerasan yang meluas, pelanggaran hak asasi manusia, pengungsian massal, dan kematian banyak warga sipil dan tentara.

Penculikan, penahanan, dan pembunuhan terhadap aktivis oposisi semakin memperburuk hubungan antara pemerintah dan penduduk setempat. Diperkirakan sekitar 8000 orang telah diculik oleh pasukan Pakistan di Balochistan antara tahun 2003 dan 2012. Banyak orang lain juga 'menghilang' tanpa jejak, dan tindakan penyiksaan dilaporkan sering terjadi.

Dalam laporan tahun 2013, Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan menunjuk ISI dan Frontier Corps sebagai pelaku banyak kasus penculikan. Meskipun begitu, sampai sekarang, belum ada yang diadili atau bertanggung jawab atas tindakan kejahatan yang disebutkan di atas. Ini menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi penduduk Balochistan.

Konklusi

Pejabat dan fungsionaris pemerintah Pakistan, serta beberapa politisi, menyalahkan berbagai negara seperti Israel, Irak, Uni Soviet (yang sudah tidak ada lagi), Amerika Serikat, India, dan Afghanistan atas dukungan mereka terhadap pemberontak di wilayah Balochistan. Namun, kita perlu melihat ke akar masalah gerakan separatis di Balochistan, yaitu saat provinsi ini diintegrasikan ke dalam negara Pakistan.

Setelah Britania mundur dari wilayah India, negara-negara bagian dan kerajaan yang memiliki otonomi relatif dipaksa untuk diintegrasikan ke dalam dua negara baru, yaitu India atau Pakistan. Balochistan dan Kashmir adalah dua contoh yang mencolok dari integrasi paksa semacam itu, yang sangat kontroversial. Konflik di Balochistan sebenarnya mencerminkan ketidaksetujuan dan ketegangan yang muncul sejak saat pembentukan Pakistan sebagai negara berdaulat.

Jadi, akar masalahnya terletak pada cara provinsi ini diintegrasikan ke dalam Pakistan setelah kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Britania. Konflik di Balochistan sebenarnya mencerminkan ketidaksetujuan dan warisan kolonial dalam susunan berdaulat Pakistan sejak awal kemerdekaannya.

Referensi

  • Akhilesh Pillalamarri, T. (2018). A Brief History of Balochistan. [online] The Diplomat. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Gall, C. (2006, April 02). In Remote Pakistan Province, a Civil War Festers. Diakses 18 Januari 2024
  • Gall, C. (2006, August 28). Tribal Leader’s Killing Incites Riots in Pakistan. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Baloch, B. (2009, August 11). ‘Council of Independent Balochistan’ announced. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Human Rights Watch. (2012). "World Report 2012: Pakistan." [Diakses 18 Januari 2024]
  • Chawla, Iqbal. “Prelude to the Accession of the Kalat State to Pakistan in 1948: An Appraisal”. Journal of the Research Society of Pakistan. 49: 81–106
  • Bank, W. (2008, May 01). Pakistan – Balochistan Economic Report : From Periphery to Core, Volume 2. Full Report. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Baloch ruling elite’s lifestyle outshines that of Arab royals.  (2012, March 21). Dawn. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Cheema, G. S. (2013). Intrastate Conflicts and Development Strategies: The Baloch Insurgency in Pakistan. Development Strategies, Identities, and Conflict in Asia, 125-151. doi:10.1057/9781137331762_4
  • Jamal, U. (2016, February 11). Pakistan’s Balochs Fear Minority Status in Their Own Province. The Diplomat. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Maqbool, A. (2010, January 7). Balochistan reaches boiling point. BBC News. [Diakses 18 Januari 2024]
  • Kupecz, M. (spring 2012). PAKISTAN’S BALOCH INSURGENCY: History, Conflict Drivers, and Regional Implications. INTERNATIONAL AFFAIRS REVIEW, XX(3). [Diakses 18 Januari 2024]
  • Khan, A. (2003). Baloch Ethnic Nationalism in Pakistan: From Guerrilla War to Nowhere? Asian Ethnicity, 4(2), 281-293. doi:10.1080/14631360301655
  • Akbar, M. S. (2016, May 17). Betrayal in Balochistan. [Diakses 18 Januari 2024]

 

Ikuti tulisan menarik Muntaqim Asbuch lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB