x

Keputusan atasan yang melahirkan baris perlawanan

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Selasa, 13 Februari 2024 10:39 WIB

Hasil Pemilu 2024, Terhormat atau Ditolak?

Semua orang tentu tidak berharap Pemilu 2024 bermasalah dan berujung pada penolakan masif terhadap hasilnya. Tetapi sejak proses kandidasi Pilpres hingga akhir masa kampanye kemarin, ada tendensi kecurangan sistemik. Haisl Pemilu potensial dianggap bermasalah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Artikel ini ditulis dengan semangat ingin melihat Pemilu yang sebentar lagi akan sampai pada titik klimaksnya berlangsung fair, jujur adil dan berintegritas. Hasilnya, siapapun yang terpilih bisa diterima para pihak, meski kita tahu prosesnya sampai sejauh ini banyak diwarnai dengan anomali dan indikasi kecurangan. Bahkan diawali dengan pelanggaran berat etik oleh hakim konstitusi.

Mengapa penting hasil pemilu diterima rakyat? Karena ia menyangkut soal legitimasi politik. Penolakan terhadap hasil Pemilu sedikitnya berpotensi melahirkan tiga  problematika sosio-politik.

Pertama, legitimasi politik Paslon terpilih akan berada di titik nadir. Kedua, pemaksaan (dengan cara-cara otoriter) agar hasil Pemilu diterima rakyat potensial akan melahirkan  arus balik perlawanan. Ketiga, situasi politik dan keamanan dengan demikian akan mengalami instabilitas. Ketiganya jelas membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita semua tentu tidak berharap Pemilu 2024 bermasalah lalu berujung pada penolakan masif terhadap hasilnya. Tetapi sayangnya berbagai fakta indikatif, sejak proses kandidasi Pilpres hingga akhir masa kampanye kemarin, menunjukan tendensi ke arah situasi akhir Pemilu potensial dianggap bermasalah.

Sekilas melihat kembali ke belakang. Pemilu (Serentak) 2024 dimulai tahapannya pada tanggal 14 Juni 2022. Penetapan tahapan ini dituangkan di dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Penetapan tanggal ini sesuai ketentuan Pasal   167 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahwa tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.

Setelah tahapan pemilu di-launching, sesuai ketentuan yang diatur di dalam Pasal 167 ayat (4) UU 7 Tahun 2017 KPU melaksanakan rangkaian kegiatan Pemilu.

Mulai dari perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu; pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; penetapan Peserta Pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan Daerah Pemilihan; pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, masa Kampanye Pemilu, dan per saat ini telah sampai pada tahapan Masa Tenang.

Pemicu Masalah dan Kegaduhan

Sejak di-launching 14 Juni 2022 lalu perjalanan tahapan pemilu berlangsung tertib, landai dan cukup kondusif. Nyaris tidak ada masalah, kecuali pada saat penetapan partai politik Peserta Pemilu yang sempat diwarnai dengan sedikit “kegaduhan” di internal KPU dan KPU Daerah. Tapi semua akhirnya selesai tanpa mengganggu pelaksanaan tahapan.

Masalah baru muncul dan kemudian memicu kegaduhan panjang hingga masa tenang ini pada saat proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2023 lalu.

Seperti kita tahu, proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diwarnai oleh terbitnya putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU mengenai syarat minimal usia Capres/Cawapres. Putusan MK Nomor 90 yang kemudian memicu kegaduhan berkepanjangan itu diduga sarat dengan kepentingan politik nepotistik dan karenanya melanggar etik.

Alasannya lugas, bahwa dengan putusan tersebut, Gibran (putra Presiden Jokowi) yang semula tidak dimungkinkan bisa menjadi Capres karena belum memenuhi syarat minimal usia kemudian menjadi terbuka. Putusan itu dibacakan dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman, yang tidak lain adalah adik iparnya Presiden Jokowi.

Dugaan itu kemudian terbukti, terkonfirmasi melalui putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara dugaan adanya pelanggaran etik oleh para Hakim Konstitusi terutama Anwar Usman selaku Ketua MK. Majelis Kehormatan MK memtuskan bahwa dugaan pelanggaran etik terbukti secara meyakinkan. Dan Anwar Usman akhirnya dicopot dari jabatannya selaku Ketua, meski kedudukannya sebagai anggota tidak terimbas.  

Proses Berlanjut, Kegaduhan Berbuntut

Secara hukum, clear. Gibran tetap memenuhi syarat sebagai Cawapres karena sedang menjabat Kepala Daerah meski usianya belum 40 tahun sebagaimana diatur dalam UU 7 Tahun 2017.

Akan tetapi secara moral pencalonan Gibran terus dipergunjingkan banyak pihak. Dan ini berimbas pada konstelasi politik elektoral. Suasana kontestasi jadi banyak disesaki oleh pertengkaran antar kubu Paslon yang bermuara pada isu etik-moral. Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud terus mengungkit soal etik dan moral. Sebaliknya, kubu Prabowo-Gibran nyaris saban hari melakukan counter pembelaan, terkadang dengan mengorbankan kewarasan akal.

Kegaduhan menjadi lebih parah lagi dengan inkonsistensi sikap Jokowi dalam pemosisian dirinya di tengah kompetisi Pemilu. Sekali waktu dengan lugas menyatakan akan cawe-cawe, tapi pada kesempatan berikutnya meralat ucapannya. Kepada aparat birokrasi, Polri dan TNI berkali-kali memerintahkan untuk bersikap netral. Tapi di lapangan indikasi dan kecenderungan tak netral aparat terjadi di berbagai daerah.

Belum lagi dengan penyaluran Bansos dan ulah para menterinya terutama yang tergabung dalam TKN Prabowo-Gibran. Perilakunya lebih menonjol sebagai tim sukses Prabowo-Gibran yang sangat militan ketimbang sebagai Menteri yang harus mengurus negara dan melayani publik, dalam hampir setiap kesempatan dan kegiatan.

Cawe-cawe Jokowi dan sikap kenegarawanannya yang hilang dalam mengawal Pemilu serta diperparah oleh kelakuan sejumlah menterinya di kabinet yang dianggap tendensius dan arogan itulah yang belakangan menjadi sorotan tajam kalangan cendekiawan di berbagai perguruan tinggi (negeri bahkan) dan tokoh-tokoh masyarakat dari lintas golongan dan profesi.

Sialnya, di tengah kritik tajam kalangan cendekiawa dan tokoh masyarakat kepada Jokowi, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutus perkara dugaan pelanggaran etik oleh Ketua dan Anggota KPU RI.

Mereka dijatuhi peringatan keras dan peringatan karena  terbukti telah melanggar etik dan perilaku sebagai penyelenggara Pemilu. Pangkal sebabnya lagi-lagi terkait Gibran. Mereka menerima pendaftaran Paslon Prabowo-Gibran pada saat PKPU yang mengatur pencalonan belum direvisi sesuai putusan MK Nomor 90.

Potensi Penolakan Hasil Pemilu

Kini tahapan pemilu sudah memasuki masa tenang. Tinggal dalam hitungan jam bangsa ini akan sampai pada klimaks elektoral, yakni memutuskan Palson mana yang bakal diamanahi mandat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Sayangnya, di tengah masa tenang menuju klimaks ini sesungguhnya ada kecemasan di benak publik, ada kekhawatiran di tengah masyarakat. Bahwa puncak Pemilu tidak seperti yang diharapkan. Kecemasan ini berangkat dari rangkaian dugaan dan indikasi adanya kecurangan serta dua pelanggaran etik yang terbukti memang sudah terjadi di sepanjang perhelatan Pemilu pasca pencalonan seperti yang diuraikan diatas.

Klimaks dari rangkaian tahapan pemilu adalah pemungutan dan penghitungan suara (termasuk rangkaian rekapitulasi di berbagai jenjang ke atas). Klimaks bukan hanya dalam kerangka tahapan kegiatan. Melainkan bahwa pemungutan dan penghitungan suara adalah penentu akhir dari semua rangkaian ikhtiar dan kegiatan para pihak yang telah dilakukan.

Jika pada klimaks dimana akhir semua kegiatan dan ikhtiar bakal ditentukan itu berbagai indikasi kecurangan elektoral masih juga terjadi, saya khawatir hasil Pemilu akhirnya menjadi tidak kredibel, jauh dari akuntabel. Alih-alih berujung dengan jurdil, berintegritas dan terhormat yang tersemat, saya cemas hasil Pemilu 2024 justru melahirkan arus balik penolakan. Wallahu’alam.

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler