x

Petugas kesehatan mengambil sampel darah pekerja saat tes diagnostik cepat (rapid test) COVID-19 di sebuah pabrik rokok di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu, 27 Mei 2020. ANTARA/Siswowidodo

Iklan

Muhammad Prasetyo Lanang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2020

Kamis, 20 Agustus 2020 06:37 WIB

Takut atas Stigma Tertentu Seputar Penderita Covid-19, Warga Menolak Rapid Test

Kisah dari Gresik ini adalah gambaran kekhawatiran masyarakat atas stigma yang bakal muncul jika mereka dinyatakan positif Covid-19. Malau, kuatir bakal dikucilkan, dan sebagainya. Mereka pun menolak menjalani swab test dan rapid test. Bahkan jika ada diantara mereka yang meninggal dunia dan didahului gejala terpapar Covid-19. Akibat kurang edukasi dari pemerintah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masyarakat tidak sepenuhnya bisa mempercayai catatan data kasus Covid-19 di indonesia terutama jika melihat kondisi kurangnya edukasi yang diterima. Seperti halnya di Kabupaten Gresik Jawa Timur.

Deretan rumah di sebuah pemukiman di Gresik itu nampak warga duduk di depan teras-teras rumah mengenakan sarung dan peci sambil menjaga jarak dan mengenakan masker. Tak jarang ditemui warga penasaran yang masih berada di dalam rumahnya mengawasi melalui kaca cendela ke arah sekitaran kediaman salah seorang warga.

Warga penasaran dengan kabar yang diterima, seorang warga telah meninggal dunia pagi itu dikarenakan penyakit yang dideritanya. Berita duka itu datang dari Wati (bukan nama sebenarnya), seorang wanita yang dikenal berprofesi sebagai tukang pijat di Dusun Nongkokerep RT 10/RW 4 Desa Bungah kamis pagi 18 Juni 2020 lalu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak sekitar pukul 7.00 pagi Roma, 55 tahun, berniat mendatangi rumah salah satu perawat yang berkediaman tidak jauh dari lokasi. Kediaman sang perawat juga tak sampai seratus meter dari rumah Roma, ia berjalan kaki dengan agak terburu-buru. Roma datang dengan perasaan khawatir dan raut wajah yang nampak kebingungan.

Alasan kebingungan Roma tak lain karena menurut informasi yang didapat, almarhumah sempat mengalami gejala yang mirip dengan indikasi Covid-19. Roma beserta dua orang lain adalah orang yang diminta memandikan jenazah, Sementara ia bersama dua orang rekannya sedang didera penyakit bawaan. Roma dengan diabetes melitus, Amanah dan Miroh sama-sama memiliki riwayat darah tinggi.

Roma datang ke rumah Siti, 53, yang berprofesi sebagai perawat di Puskesmas desa setempat. Tujuannya ingin menanyakan apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan oleh Roma sebelum kerja sosial itu dilakukan.

Beberapa hal yang ditanyakan diantaranya mengenai perlindungan diri yang harus dikenakan. “Kan serba susah, saya ini juga umur sudah diatas 40, ada penyakit juga”, ujarnya.

“Kalau sesak nafasnya kemarin sebelumnya kan kayak gejala corona, saya bingung harus ngomong ke keluarganya gimana,” kata Roma dengan perasaan cemas. Setelah mendapat penjelasan apa saja yang harus dikenakan, ia juga disarankan untuk memberikan penjelasan ke keluarga bahwa perlindungan diri yang digunakan semata untuk berjaga-jaga.

Menjelang siang, jenazah barulah dimandikan dan dimakamkan oleh warga, dikarenakan beberapa persiapan dan sedikit perdebatan dengan pihak keluarga. Sesuai dengan saran yang didapat dari sang perawat, petugas yang memandikan jenazah mengenakan pelindung diri seadanya dengan masker, sarung tangan, dan jas hujan.

Keluarga almarhumah tidak berkenan dilakukan swab test maupun rapid test dengan alasan malu. Pun menolak pula disebutkan namanya.

Bahkan keluarga tidak berkenan jenazah dirawat dan dimakamkan dengan menggunakan protokol Covid-19. Alhasil, jenazah tetap dirawat dan dimakamkan seperti biasa.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran warga sekitar. Mengingat grafik sebaran Covid-19 Jawa timur saat itu tak kunjung melandai, cenderung naik.

Kasus janggal terkait kematian warga, atau warga yang terindikasi gejala, namun tidak berkenan dilakukan tes maupun dinyatakan reaktif setelah pemeriksaan rapid test pun tidak sedikit. Beberapa contoh yang tercatat ialah temuan yang didapat di pemukiman setempat.

Tercatat 13 orang meninggal dalam waktu 2-3 bulan dan sebagian besar menolak atau tidak dilakukan tes untuk mengindikasi paparan Covid-19. Hanya satu orang yang bersedia melakukan tes. Rata-rata kisaran usianya 50 tahun.

Menurut petugas Puskesmas setempat edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat sudah berupaya dilakukan berkoordinasi dengan bidan desa. Hal tersebut untuk meningkatkan kesadaran protokol kesehatan dan keutamaan tes rapid maupun swab pada orang dengan gaejala agar cepat diketahui dan dideteksi persebarannya.

Roma tak semata sepakat, ia merasa tidak secara kongkret melihat keseriusan apa yang diwujudkan oleh pemerintah selain himbauan masker dan jaga jarak. Ditambah dengan penutupan pasar yang cenderung merugikan karena menimbulkan masalah baru dan konflik tertentu.

Jika kesadaran masyarakat cenderung belum terbangun dalam hal urgensi identifikasi virus, dikarenakan minim dan kurang maksimalnya informasi dan edukasi yang diupayakan, persebaran wabah akan semakin sulit dikendalikan. Data yang teridentifikasi ibarat puncak gunung es diatas kasus-kasus yang masih tersembunyi dengan jumlah yang belum bisa diperkirakan.

Roma adalah gambaran kekhawatiran masyarakat yang terkesan menggantung, dengan kurangnya edukasi yang berimbas pada ketakutan warga. Meskipun, rasa malu akibat anggapan negatif dan perlakuan pengucilan dan sejenisnya yang belum pasti terjadi.

 

Ikuti tulisan menarik Muhammad Prasetyo Lanang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB