x

Kembang Jepun

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 15 Februari 2024 10:19 WIB

Kembang Jepun

Kembang Jepun adalah karya Remy Sylado. Membaca novel ini, selain kita disuguhi cerita yang menarik, kita juga akan mendapatkan pengetahuan tentang geisha dan budaya Jepang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Kembang Jepun

Penulis: Remy Sylado

Tahun Terbit: 2003

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal: 328

ISBN: 979-22-0137-8

 

Selain menikmati kisah yang sangat menghibur, membaca karya-karya Remy Sylado akan mendapatkan informasi tentang sesuatu hal dengan sangat mendalam. Demikian halnya dengan “Kembang Jepun.” Selain kita menikmati alur cerita tentang Keke, seorang gadis Manado yang menjadi Jepang, kita juga disuguhi informasi yang amat kaya tentang budaya geisha.

Dengan mengambil latar belakang masa menjelang Kemerdekaan (1930) sampai dengan Jaman Jepang, Kembang Jepun mengisahkan tentang seorang gadis awal Manado yang dididik menjadi seorang geisha. Didikan yang sangat ketat tersebut sampai bisa mengubah pandangan hidup Keke menjadi sangat Jepang. Pendidikan yang tepat memang bisa membuat seseorang berubah pandangan dan cara hidupnya. Remy Sylado mengisahkan perubahan Keke menjadi Keiko dengan sangat indah.

Keke dibawa oleh abangnya dari Manado ke Surabaya. Keke yang saat itu berumur 9 tahun, ikut terjual ke Rumah Shinju, sebuah rumah pelacuran gaya Jepang yang diusahakan oleh Kotaro Takamura. Shinju sudah hamper bangkrut karena para geisha sudah menua. Saat usahanya akan bangkrut itulah Kotaro Takamura bertemu dengan Jantje. Jantje menjanjikan untuk membawa anak-anak dari manado yang wajahnya mirim dengan perempuan Jepang.

Jantje sebenarnya tidak ingin menjual Keke – sang adik. Namun karena desakan Kotara Takamura, Keke ikut dijual. Keke dilatih oleh seorang geisha bernama Yoko. Karena sudah sangat mahir sebagai geisha, Keke berganti nama menjadi Keiko. Keiko telah berubah menjadi seorang Jepang. Bukan hanya tampilannya, cara berpikir Keiko pun telah menjadi Jepang.

Kisah Keiko tidak berheti di Rumah Shinju. Hubungan Keiko dengan Broto membuat Keiko meninggalkan Shinju dan hidup bersama Broto. Broto bertemu dengan Keiko saat Broto mewakili Tjoa Tjia Liang sang pemilik Surat Kabar Tjahaja Soerabaja. Sejak pertemuan pertama itu, Broto jatuh cinta kepada Keiko. Selepas dari penjara Belanda, Broto menikahi Keiko. Broto ditangkap Belanda karena artikelnya di Surat Kabar Tjahaja Soerabaja dianggap memprovokasi rakyat untuk memberontak.

Tentu saja hubungan mereka ditentang oleh keluarga Broto. Terutama sang ibu. Di sini Remy Sylado mengajak kita untuk merenungkan perjumpaan dua budaya yang ekstrim. Bagi orang Jepang geisha adalah profesi yang sangat terhormat. Sementara bagi budaya Jawa, geisha tak berbeda sama sekali dengan pelacur biasa. Mana mungkin seorang ibu Jawa menyetujui anaknya menikahi seorang pelacur?

Melalui kisah yang heroic di awal masa Jepang dan menjelang perginya Jepang karena kalah perang, Remy Sylado membangun kisah perjuangan Broto dan Keke untuk bisa saling bertemu. Keke sampai harus rela menjadi istri pimpinan tentara Jepang dan ikut kembali ke Jepang demi menyelamatkan Broto yang terancam hukuman mati. Sementara Broto dengan sengaja itangkap Jepang supaya bisa menemui Keke yang saat itu berada di markas tentara Jepang. Meski perjuangan keduanya begitu gigih, namun keduanya tak pernah ketemu.

Mereka berdua baru bertemu lagi setelah 25 tahun terpisah. Keke yang akhirnya bisa kembali ke Indonesia, mengasingkan diri menjadi petani di Manado. Sementara Broto sudah menikah lagi dengan seorang perempuan Sunda. Sayang istri Broto meninggal karena kanker.

Broto dan Keke bertemu lagi saat keduanya sudah sama-sama tua. Mereka melanjutkan cintanya sebagai pasangan yang bahagia.

Seperti telah saya sampaikan di atas, selain bisa menikmati kisah cerita yang menghibur, membaca karya Remy Sylado akan mendapatkan pengetahuan yang sangat dalam. Dalam novel ini kita disuguhi tentang budaya geisha. Remy Sylado menjelaskan tentang posisi geisha dalam budaya Jepang, proses pendidikan seseorang sampai layak disebut sebagai geisha. Remy Sylado juga menjelaskan dengan sangat rinci tentang berbagai jenis kimono dan kapan digunakan, tentang alat-alat musik yang biasa dimainkan oleh para geisha dan tentang bagaimana seni memuaskan lelaki.

Ada satu lagi yang saya dapat dari novel ini; yaitu tentang seorang tokoh Tionghoa bernama Tjoa Tjia Liang. Tjoa digambarkan sebagai seorang pemilik surat kabar yang menyuarakan nasionalisme. Saya yakin Remy Sylado sengaja memasukkan tokoh ini untuk mengungkap peran orang Tionghoa dalam persuratkabaran di Surabaya. Kita semua tahu bahwa sejak awal abad 20, orang Tionghoa di Surabaya telah aktif bergerak melalui surat khabar.

Selain menganggambarkan Tjoa sebagai pegiat press, Remy Sylado yang menggambarkan keluarga Tjoa yang multi-etnis. Istri Tjoa adalah seorang perempuan Jawa yang baik hati. Meski berasal dari etnis Jawa, istri Tjoa digambarkan berperilaku sebagai seorang nyonya Tionghoa. 818

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler