x

Pemerintah perlu bertindak mengantisipasi kamar rumah sakit penuh dikarenakan penumpukan pasien Covid-19

Iklan

Febrianto Dias Chandra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Maret 2023

Senin, 22 April 2024 14:01 WIB

Layanan Kesehatan Dalam Negeri Harus Meningkat demi Bersaing dengan Penang

Kompetisi layanan kesehatan antara Malaysia dan Indonesia dibayang-bayangi perbedaan citra kualitas layanan selama bertahun-tahun. Untuk memenangkan hati masyarakat Indonesia, penyedia layanan kesehatan dalam negeri harus berbenah dan dilakukan secara konsisten.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Layanan kesehatan Malaysia telah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia, khususnya golongan menengah dan menengah ke atas sebagai opsi lokasi berobat yang dianggap lebih baik dibandingkan di dalam negeri. Nyatanya, layanan kesehatan Malaysia juga diakui oleh berbagai badan internasional melalui akreditasi dan penghargaan.

Setidaknya ada lebih dari 120 rumah sakit di Malaysia yang terakreditasi internasional oleh lembaga sertifikasi di bawah International Society for Quality in Health Care (ISQua). Malaysia juga diakui oleh Global Retirement Index sebagai Top Country in the World for Healthcare untuk tahun 2015 sampai 2021.

Sebelum pandemi, tercatat ada lebih dari 1,2 juta wisatawan layanan kesehatan (healthcare travellers) di Malaysia dan mencatat pendapatan hingga RM1,7 miliar (sekitar Rp 5 triliun lebih). Rata-rata pertumbuhan pendapatan dari industri ini selama rentang tahun 2011-2019 mencapai 16,3% per tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Layanan kesehatan Malaysia menawarkan tiga value proposition. Pertama, kualitas, yang ditunjukkan dengan fasilitas kesehatan berstandar dunia dengan teknologi mutakhir dan dipadukan dengan tenaga medis yang berkualifikasi dan terlatih secara internasional, standar kualitas yang diawasi secara ketat, serta penerapan praktik terbaik di rumah sakit terkemuka yang terakreditasi internasional.

Kedua, terjangkau, yang ditunjukkan dengan harga perawatan layanan kesehatan yang lebih terjangkau dibandingkan sebagian besar negara tujuan layanan kesehatan taraf dunia lainnya. Ketiga, mudah diakses, yang ditunjukkan dengan akses real-time ke spesialis terbaik dengan waktu tunggu hampir nol untuk janji temu, konsultasi, dan perawatan.

Malaysia memiliki lebih dari 200 rumah sakit swasta berlisensi, serta banyak klinik gigi, fasilitas harian dan pusat kesehatan, yang melayani berbagai tingkatan dan kebutuhan pasien. Dengan konektivitas yang kuat melalui udara, laut, dan darat, pasien dapat mengakses layanan kesehatan dengan cepat dan nyaman dari mana saja di dunia.

Dengan mengusung visi “Best Malaysia Heathcare Travel Experience by 2025”, Malaysia tengah mengembangkan ekosistem, brand, dan pasar layanan kesehatan secara lebih serius dengan meningkatkan kualitas layanan, amplifikasi brand, serta menjaga kesinambungan pasar, khususnya pasar utama Indonesia.

Kompetisi Indonesia vs Malaysia

Berdasarkan data internal Malaysia, pendapatan layanan kesehatan terbesar berasal dari pasien Indonesia yang mencapai 65,8% dari total pendapatan di tahun 2019, diikuti China 5%, India 3%, Inggris 2%, dan Jepang 2%. Layanan kesehatan terbanyak yang diberikan kepada pasien Indonesia adalah Health Screening (47%), Gastroenterology (11%), serta Kanker dan Neoplasma (9%).

Berkaca dari data ini, kemandirian Indonesia untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan dalam negeri menjadi salah satu faktor tantangan sebagaimana dinyatakan dalam dokumen Malaysia Healthcare Travel Industry Blueprint 2021-2025.

Malaysia mencermati kucuran dana investasi dari Islamic Development Bank (IsDB) ke Indonesia sebesar US$ 262 juta di tahun 2020 yang digunakan untuk meningkatkan ketersediaan, kemudahan akses, dan peningkatan kualitas pada sejumlah rumah sakit rujukan nasional seperti Dharmais dan Persahabatan di Jakarta, Hasan Sadikin di Bandung, Dr. Sardjito di Yogyakarta, Sanglah di Denpasar, dan Dr. Wahidin di Makassar.  Selain itu, sejumlah sentra layanan kesehatan di Indonesia juga tengah dikembangkan seperti di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur, KEK Kura-Kura Bali, Jabodetabek, hingga Ibu Kota Negara Nusantara.

Pertumbuhan golongan menengah serta meningkatnya populasi usia senja di Indonesia menjadi salah satu faktor yang meningkatkan potensi penerimaan di sektor kesehatan, terlebih tenaga kesehatan dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia yang masih kurang dan tidak merata di seluruh daerah. Hal ini menjadi peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh Malaysia atau oleh Indonesia sendiri.

Tentunya, kompetisi yang akan muncul antara penyedia layanan kesehatan Malaysia dan Indonesia akan dibayang-bayangi oleh perbedaan citra kualitas layanan selama bertahun-tahun. Sehingga, untuk dapat memenangkan hati masyarakat Indonesia, khususnya dari golongan menengah dan menengah ke atas, penyedia layanan kesehatan dalam negeri perlu banyak berbenah dan dilakukan secara konsisten.

Sumber: Malaysia Healthcare Travel Industry Blueprint 2021-2025

Ditulis oleh: Febrianto Dias Chandra, ASN Kementerian Keuangan. Opini penulis tidak mewakili kebijakan institusi Kementerian Keuangan.

Ikuti tulisan menarik Febrianto Dias Chandra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB