x

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kiri) memimpin sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan pemohon capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin Rabu 3 April 2024. Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh termohon yakni KPU membawa satu ahli dan dua saksi fakta, sedangkan Bawaslu membawa satu ahli dan tujuh saksi. TEMPO/Subekti.

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Rabu, 24 April 2024 06:50 WIB

Putusan Mahkamah Konstitusi Bukan Kebenaran Tunggal

Secara substantif-materil putusan MK bukanlah kebenaran mutlak dan tunggal yang patut dibanggakan tanpa kesadaran introspektif. Adanya dissenting opinion dari tiga hakim konstitusi mengisyaratkan fakta ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan terkait permohonan Perselisihan Hasil Pemilihn Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Paslon 01 dan Paslon 02. Berdasarkan deretan pertimbangan hukum Mahkamah yang panjang dan detail, seluruh materi permohonan kedua Paslon ditolak.

Dengan telah dibacakannya putusan itu maka rangkaian proses Pilpres 2024 selesai sudah. Tinggal menyisakan dua agenda penting, yakni penetapan Pasangan Calon Terpilih (kabarnya besok Rabu, 24 April 2024) dan pengambilan sumpah/janji 20 Oktober 2024 mendatang.

Selesai sudah karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya tidak ada upaya hukum lain yang dapat men-chalange apalagi mengubah putusan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 24C UUD 1945 ayat (1), bahwa:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-­undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai  politik, dan  memutus perselisihan  tentang hasil pemilihan umum.”

Didalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan, bahwa sifat final putusan MK mencakup dua pengertian.

Pertama, putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Kedua putusan MK sekaligus memiliki  kekuatan hukum mengikat (final and binding).

Bagi kubu Prabowo-Gibran dan para pendukungnya putusan ini tentu menggembirakan. Sebaliknya bagi kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud putusan ini jelas mengecewakan. Wajar dan bisa difahami. Dalam tradisi demokrasi, kekecewaan atas suatu putusan hukum atau kebijakan politik adalah hak yang juga tetap harus dihormati.

Menjaga Keadaban Demokrasi

Hanya saja para pihak (yang menang maupun yang kelah di MK) penting pula menyadari beberapa hal berikut ini dan membangun komitmen bersama untuk memedomaninya tatkala dihadapkan pada situasi puas dan tidak puas atas suatu produk putusan hukum, in casu putusan PHPU Pilpres 2024.

Pertama, bahwa dalam tradisi negara hukum dan keadaban demokrasi, sebesar apapun kekecewaan yang dirasakan oleh pihak yang kalah tentu tidak boleh diekspresikan dengan cara-cara yang melanggar hukum dan/atau menabrak prinsip-prinsip non-violence (anti-kekerasan) dalam tradisi berdemokrasi.

Sementara bagi pihak-pihak yang merasa puas karena telah memenangi sengketa atau perselisihan hukum seyogyanya tidak mengumbar euphoria apalagi disertai tindakan-tindakan demonstratif yang dapat memancing reaksi negatif dari kubu yang dikecewakan. Sikap bijak perlu dikedepankan terutama karena sejatinya putusan hukum itu adalah produk manusia, yang secara substantif bisa saja keliru.

Bahwa kemudian pihak yang kalah harus menerima dan menghormati putusan, hal ini semata-mata karena ada kebutuhan kolektif yang lebih urgen untuk diwujudkan ketimbang bertengkar dan terpolarisasi tak berkesudahan, yakni normalitas kehidupan bersama sekaligus urgensi menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.     

Menghadirkan Kepastian Hukum

Kedua, pihak yang kalah perlu menyadari bahwa negara hukum membutuhkan adanya kepastian hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat berjalan normal dan terhindar dari potensi disharmoni, anarki dan chaotic. Bahkan ketika suatu putusan atau produk hukum memiliki kelemahan, ia tetap harus diterima dan hormati sambil berupaya untuk memperbaikinya di kemudian hari. 

Pada saat yang sama pihak yang dimenangkan dalam sengketa atau perselisihan harus pula menyadari, bahwa putusan hukum yang berpihak pada kepentingannya secara substantif-materi sesungguhnya bukanlah kebenaran mutlak yang patut dibanggakan tanpa kesadaran introspektif. Adanya dissenting opinion (pendapat berbeda) dari 3 hakim konstitusi jelaskan mengisyaratkan fakta ini.

Mengakhiri Polarisasi, Mengembalikan Kerukunan 

Ketiga, didalam fiqih Islam ada kaidah yang lazim menjadi rujukan para ulama dalam memberikan fatwa seputar pentingnya keberadaan hukum dalam situasi kehidupan sosial yang terpolar karena perbedaan sikap dan pandangan. Dalam wawancara dengan media kemarin, kaidah ini sempat dikutip oleh Prof. Mahfud

Teks kaidah itu adalah hukmu al-hakimi ilzamun wa yarfa’u al-khilaf. Bahwa putusan hukum dari hakim mengikat dan menghilangkan perbedaan. Kaidah ini penting dirujuk untuk membangun dan menjaga harmoni sosial dan kerukunan masyarakat yang bisa terganggu manakala perdebatan dan polarisasi dibiarkan meliar tanpa intervensi hukum secara otoritatif.

Hanya saja perlu segera disadari terutama oleh pihak yang dimenangkan secara hukum, bahwa kaidah itu hanya berlaku dalam kerangka kebutuhan untuk mengakhiri perbedaan posisi dalam sengketa atau perselisihan hukum, in casu PHPU Pilpres 2024. Ketika hakim telah memutuskan, maka sengketa atau perselisihan hukum berakhir tuntas, dan karenanya sekali lagi ia harus diterima dan dihormati. Bagaimanapun keputusannya.

Selebihnya prinsip dasar negara hukum dan kaidah-kaidah berdemokrasi tetaplah harus dirawat dan dihidupkan bersama secara proporsional dalam kerangka berbangsa dan bernegara pasca putusan MK yang telah mengukuhkan kemenangan Prabowo-Gibran berdasarkan penetapan KPU sebelumnya.   

Proficiat untuk Prabowo-Gibran yang telah memperoleh mayoritas kepercayaan rakyat. Tahniah untuk Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud yang kehadirannya di panggung kontestasi elektoral telah menjaga dan menghidupkan demokrasi yang cerdas dan mendewasakan.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB