Perpustakaan Digital yang Membuat Saya Kehilangan Wangi Buku

Kamis, 13 Juni 2024 18:23 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya kehilangan wangi buku, baik buku baru ataupun wangi jaman dahulu atau tepatnya bau apek. Juga kehilangan bunyi kretek-kretek dari beberapa halaman yang lengket pada koleksi buku yang berderet di rak. Platform perpustakaan digital harus memberikan nilai lebih bagi pengunjung perpustakaan, otoritas pemangku keputusan dan juga pendonor.

Transisi koleksi perpustakaan dari buku yang dicetak menjadi format digital (e-book atau buku elektronik) sudah dilakukan jauh sebelum wabah Covid-19. Bahkan perpustakaan online pun, walau belum dengan teknologi internet, sudah ada semenjak tahun 1971, yaitu Gutenberg Project yang diinisiasi oleh Michael Hart. Di situs Gutenberg Project, koleksi buku yang ada adalah buku yang sudah menjadi domain publik. Sementara untuk buku-buku dengan hak cipta masih pada penulisnya, tentu diperlukan tata hukum yang jelas.

Wabah Covid-19 menunjukkan pentingnya transisi ini. Selama wabah kita tahu berbagai fasilitas umum memilih untuk tutup, termasuk perpustakaan. Dari fenomena ini kita tahu betapa pentingnya platform digital untuk perpustakaan agar pengunjung perpustakaan tetap bisa mengakses materi elektronik dari jauh. Perpustakaan di seluruh dunia pun mengalokasikan dana untuk mengubah format cetak ke dalam format digital agar dapat terus menyediakan layanan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal ini pun tampaknya menjadi ‘kenormalan baru’ untuk berbagai bidang: mengakses konten dan layanan secara digital lebih nyaman bagi banyak pengunjung. Layanan-layanan seperti e-commerce pun menjadi basis bagi pelayanan di masa pandemik yang berlanjut sampai sekarang.

Demikian juga perpustakaan, tantangan yang dihadapi adalah bahwa tidaklah mudah memperoleh konten digital dan rumitnya perizinan terkait dengan hak cipta (copyright).

Perpustakaan harus membentuk sistem baru untuk melaksanakan perjanjian terkait hak cipta ketika melakukan digitalisasi buku. Harus ada aturan yang membatasi peminjaman dokumen-dokumen digital tersebut supaya tidak terjadi pelanggaran hak cipta.  Dengan teknologi yang ada sekarang ini perpustakaan harus bisa mengelola  proses ini secara efektif.

Kemajuan teknologi ini juga membentuk tuntutan baru dari pengunjung perpustakaan yaitu mereka ingin layanan yang lebih bersifat personal dan cepat. Pengunjung ingin pustakawan memahami kebutuhan unik mereka. Pengunjung perpustakaan juga ingin menerima konten elektronik yang mereka minta dalam format pilihan mereka. Platform digital yang digunakan perpustakaan untuk mengelola operasionalnya harus mampu mendukung layanan pemenuhan kebutuhan pengunjung perpustakaan ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa anggaran perpustakaan terkadang terbatas sehingga perpustakaan harus lebih efisien mengelola dana yang ada. Adakah kini saatnya pustakawan didampingi oleh asisten berupa program kecerdasan buatan (artificial intelligence assistant) untuk memenuhi kebutuhan pengunjung perpustakaan dalam menemukan konten elektronik yang mereka inginkan?

Keterbatasan anggaran dan dorongan untuk bisa lebih efisien juga bisa mendorong pengelola perpustakaan untuk melakukan pemakaian bersama (sharing) konten-konten digital antar satu perpustakaan dengan perpustakaan lainnya. Disinilah konektivitas dan literasi jaringan antar perpustakaan menjadi faktor pendukung kelestarian platform perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pengunjung perpustakaan mereka.

Platform perpustakaan digital harus memberikan nilai lebih bagi pengunjung perpustakaan, otoritas pemangku keputusan dan juga pendonor. Perpustakaan harus bangkit dari masa pandemik, berinovasi, beradaptasi untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Bagi saya sendiri, saya kehilangan wangi buku, baik buku baru (koleksi baru perpustakaan yang baru datang) ataupun wangi jaman dahulu atau tepatnya bau apek dan bunyi kretek-kretek dari beberapa halaman yang lengket pada koleksi buku lama yang berderet di rak. Kehilangan juga saat-saat menelusuri halaman indeks di bagian belakang buku, dan momen ‘eurekaaa!!’ ketika kata atau frasa yang dicari ditemukan. Tetapi semua memang ada harganya. Buku digital menawarkan kecepatan tentunya dan kita membayarnya dengan kehilangan momentum berlama-lama di perpustakaan fisik.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Dinar Rahayu

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler