Startup dan Teknologi : dari Primadona hingga Jadi yang Terburuk

Senin, 5 Agustus 2024 22:35 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ekosistem bisnis startup yang dinamis memiliki potensi pertumbuhan tanpa batas, kini harus berhadapan dengan fakta pahit bahwa industri startup kini tak ada bedanya dengan industri pada umumnya.

Ekosistem bisnis startup yang dinamis memiliki potensi pertumbuhan tanpa batas, kini harus berhadapan dengan fakta pahit bahwa industri startup kini tak ada bedanya dengan industri pada umumnya.

Dari gaji dan tunjangan yang tinggi, makan siang kafetaria gratis, fasilitas gym, layanan laundry, cukur rambut gratis, hingga subsidi tiket konser dan pesawat. Ini semua adalah beberapa dari beragam fasilitas yang diberikan oleh perusahaan startup dan teknologi kepada karyawannya. Selama hampir 1 dekade, perusahaan teknologi menjadi tujuan bekerja paling diminati di Amerika Serikat. Gaji yang tinggi, fasilitas kantor, dan masa depan yang terjamin menjadi alasan utama tingginya minat warga untuk bekerja di perusahaan dan startup teknologi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Google contohnya. Selama 6 tahun berturut-turut, Alphabet Inc —induk bisnis Google, mendapat predikat sebagai tempat bekerja terbaik di Amerika Serikat. Ini 6 tahun berturut-turut, dan total 8 kali mereka masuk ke dalam daftar ini. Tidak hanya Google, perusahaan teknologi lain juga turut masuk ke dalam daftar ini. Salesforce, Cisco, Nvidia, Microsoft, Apple semuanya masuk ke dalam daftar ini.

Di Indonesia sendiri, menurut daftar yang dirilis oleh LinkedIn, pada tahun 2022 SEA (Induk perusahaan Shopee) dan juga GOTO (Induk perusahaan Gojek dan Tokopedia) masuk ke dalam daftar perusahaan terbaik untuk bekerja.

Namun kenapa beberapa tahun terakhir, kita melihat banyak sekali perusahaan Startup dan Teknologi yang memutuskan untuk memPHK karyawannya?  Google selama tahun 2023 telah memPHK 12.000 karyawannya, dan masih berlanjut hingga 2024 ini. Microsoft juga ikut memPHK 10.000 karyawannya. Meta yang sebelumnya disebut Facebook juga telah memPHK 13% total karyawannya atau sekitar 13.000 karyawan. Bahkan Apple Inc, perusahaan teknologi yang menjadi tolak ukur perkembangan teknologi, dengan kemampuan laba yang berlimpah memutuskan untuk memPHK karyawannya berbuntut dari proyek mobil listriknya yang gagal.

Di Indonesia, kondisi sektor startup dan teknologi juga tidak lebih baik. GOTO misalnya memutuskan untuk memPHK 450 karyawannya, atau 9% dari karyawan Tokopedia. SEA juga memPHK 7000 karyawannya di seluruh divisi seluruh dunia, setelah bergelut dengan gagalnya ekspansi di negara seperti Prancis dan juga India.

25% tenaga kerja teknologi di Amerika merasa bahwa sektor teknologi tidak lagi menjadi pilihan yang aman untuk bekerja. Bahkan menurut studi oleh Marketwatch, 70% pekerja di sektor ini sedang bersiap menghadapi guncangan PHK. Sektor yang sebelumnya terkenal akan kepastian, dan jarangnya pemutusan kerja menjadi sektor yang tidak jauh berbeda dengan industri lain pada umumnya.

Lalu bagaimana ini terjadi? Bagaimana industri yang satu dekade lalu menjadi primadona, industri yang identik dengan inovasi, perkembangan cepat tanpa batas, dan sektor yang paling didanai oleh Venture Capital berubah menjadi industri yang kalang kabut.

Era Suku Bunga Rendah

Setelah kejatuhan ekonomi pada 2008, kita mengalami masa di mana suku bunga di banyak negara dunia (khususnya Amerika) mencapai titik terendahnya. Hal ini menyebabkan ekspansi besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan teknologi dan startup yang mendapatkan guyuran modal hampir tak terbatas dari perusahaan Venture Capital. Perusahaan seperti Google, Netflix, Amazon mendapatkan berkah dari era ini. Bisnis terus berkembang dengan semakin banyaknya pelanggan dan modal yang kian kuat.

Dan tidak berhenti di situ. Guyuran modal ini memungkinkan perusahaan mengakuisisi perusahaan lain secara besar-besaran. Google contohnya, telah mengakuisisi 262 perusahaan dengan rata-rata biaya akuisisi $704M Juta dolar per akuisisinya. Walaupun, tidak semua akuisisi berjalan mulus dan berakhir dengan penutupan, era ini menandai betapa tidak terbatasnya modal yang dimiliki oleh Google untuk memuluskan langkah ekspansi mereka. Microsoft yang menguasai developer game Activition, mengambil alih Skype, dan yang paling terkenal mengakuisisi X-Box dan LinkedIn

Dari guyuran modal tak terbatas ini, perusahaan startup dan teknologi-pun mempu memberikan gaji, dan benefit yang sangat menarik bagi karyawannya. Netflix memberikan median income tahunan sebesar $180.000, dan Google dengan rata-rata median income $143.000. Juga tunjangan seperti makan, konserling psikologis, gym, kesehatan dan masih banyak lagi.

Era suku bunga rendah ditandai oleh rapid expansion, yang didukung oleh dana besar oleh para pemodal.

Covid-19 dan Era Setelahnya

Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 hampir menghentikan aktivitas ekonomi dunia. Pada masa itu ditandai dengan tutupnya bisnis offline, dan terbatasnya aktivitas masyarakat dalam pekerjaan dan keseharian. Pada masa ini, bisnis teknologi justru mendapatkan keuntungan di saat sektor lain sedan terseok-seok.

Perusahaan video daring Zoom Inc mengalami kenaikkan harga saham lebih dari 660% pada masa covid. Video teleconverence yang populer pada masa-masa Work From Home, membuat perusahaan ini mendapatkan banyak pelanggan baru. Investor merasa sangat optimis dengan kinerja Zoom Inc yang mencatatkan kenaikan pendapatan hingga 191%.

Amazon Inc juga turut merasakan dampak. Bisnis Online Shopping mereka mencatatkan pertumbuhan luar biasa yang membantu induk usaha mereka mendapatkan kenaikan laba bersih hingga 220%.

Banyak hal lain yang terjadi pada masa itu. Meta—induk usaha Facebook & Instagram mencatatkan kenaikan aktivitas iklan yang menyebabkan harga iklan kian mahal—mendorong kinerja pendapatan. GOTO—induk Tokopedia dan Gojek yang mengalami kenaikkan pesanan pada masa Covid.

Kenaikkan kinerja perusahaan & startup teknologi meroketkan optimisme investor di sektor ini. Mendorong harga saham menjadi kian tinggi, dan mengguyur tambahan modal yang sangat banyak kepada startup. Perusahaan & Startup mulai memperkerjakan semakin banyak orang, yang pada satu sisi banyak analis berpendapat kalau mereka memperkerjakan terlalu banyak orang.

Setelah peraturan karantina dilonggarkan, dan aktivitas yang sebelumnya terbatas mulai dibuka kembali. Beberapa ritel dan perkantoran bisa mulai membuka kembali tirai yang sebelumnya tertutup. Orang-orang yang sebelumnya beraktivitas di rumah mulai berbelanja kembali di toko, pekerja yang bekerja dari rumah mulai diperintahkan untuk datang ke kantor. Dan hal ini jadi awal mula turunnya kinerja sektor teknologi.

Sebenarnya ada banyak factor dari melemahnya bisnis teknologi dan startup. Seperti turunnya ekonomi global, masalah supply chain, juga runtuhnya beberapa bank startup ternama seperti Sillicon Valley Bank, namun akan sangat panjang apabila diberitakan di sini.

Pada intinya, kinerja perusahaan teknologi mulai menurun setelah masa covid telah usai. Dan perusahaan seperti Amazon, Meta, Google, SEA, dan GOTO mulai menyadari bahwa mereka mungkin telah memperkerjakan terlalu banyak orang. Beban operasional terus menumpuk, dan mereka dihadapi ancaman penurunan kinerja. Tekanan investor yang semakin kuat pada ekspektasi kinerja kuartalan mendorong perusahaan teknologi mengurangi jatah pesangon, fasilitas, juga jumlah pekerjanya.

Untuk perusahaan Startup yang belum mencetak keuntungan, dan bergantung sepenuhnya pada kemurahan hati Venture Capital , mereka merasakan tekanan untuk mencatatkan keuntungan dari para investornya. GOTO—contoh perusahaan yang belum mendapatkan keuntungan, menjadi bualan pasar saat para investor awalnya yang memutuskan keluar/menjual sahamnya setelah perusahaan ini  IPO.  Tekanan untuk segera mencetak keuntungan dari Startup ini memaksa mereka untuk memPHK banyak karyawan.

Era Startup Glamour (Sebutan saya untuk pesta perusahaan startup) ini mungkin sudah hampir usai. Investor dan pasar menekan mereka pada profitabilitas, dan margin yang harus terus menggemuk. Perusahaan teknologi yang sebelumnya mungkin tidak begitu peduli pada margin karena terlalu nyaman bergantung pada kantong Venture Capital, harus memutar otak untuk mencetak keuntungan.

Bekerja di perusahaan teknologi dan startup masih jadi kebanggaan dan prestise tersendiri. Dan saya meragukan kalau dalam jangka pendek, pandangan ini akan berubah. Karena walaupun era teknologi sepertinya sudah mulai melandai kita melihat pertumbuhan luar biasa dari perusahaan desain Chip dan desain grafis seperti NVIDIA, AMD dan lainnya. Walaupun saya sendiri memandang ini sebagai sebuah bubble yang pada akhirnya akan melandai juga, namun untuk sekarang sektor ini masih ada, dan masih tetap bertumbuh.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Vaesnavadeva Adhyatma

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler