Ironi Demokrasi ala Permainan Kasino

Rabu, 18 September 2024 09:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ini adalah permainan yang kejam. Di atas meja, para pemain terlihat seperti bersaing secara adil, tetapi di balik layar, semuanya telah diatur oleh bohir.

Oleh: Asep K Nur Zaman

Di tengah gemerlap lampu, dentingan koin, dan pesona para pelayan wanita yang memikat dalam rumah besar arena perjudian bernama kasino, satu hal tetap pasti: hanya minoritas orang yang benar-benar meraih kemenangan, dan mereka yang menang hampir selalu bermain sesuai aturan bandar sehingga terbentuk "oligopoli perjudian".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bandar, sang penguasa kasino, tidak hanya menentukan siapa yang duduk di meja judi, tetapi juga siapa yang pantas menang dan siapa yang harus dikalahkan. Mereka yang memenangkan beberapa putaran mungkin merasa berjaya, tetapi pada akhirnya mereka hanya pion yang dikendalikan oleh sang bandar.

Kini, bayangkan panggung demokrasi yang kita kenal, sebuah sistem yang seharusnya dirancang untuk rakyat, berubah menjadi versi kasino. Kemenangan dan kekalahan politisi sejatinya ditentukan bukan oleh suara rakyat, tetapi diatur oleh tangan-tangan kepentingan elite di balik layar.

Ini adalah permainan yang kejam. Di atas meja, para pemain terlihat seperti bersaing secara adil, tetapi di balik layar, semuanya telah diatur oleh bohir.

Seorang politisi yang tampaknya sedang di puncak popularitasnya bisa saja tiba-tiba jatuh tanpa peringatan, sama seperti seorang penjudi yang awalnya menang besar, hanya untuk kehilangan semuanya di akhir permainan.

Politisi yang terlalu percaya diri sering kali lupa bahwa mereka bukanlah penguasa permainan ini. Mereka hanyalah alat dalam strategi bandar yang lebih besar.

Politisi yang terlalu percaya diri sering kali lupa bahwa mereka bukanlah penguasa permainan ini. Mereka hanyalah alat dalam strategi bandar yang lebih besar, dan “jackpot” kemenangan politik sering kali hanyalah kedok untuk terus menarik mereka dan rakyat dalam permainan yang sudah dikendalikan.

Manipulasi dan Kebohongan

Demokrasi, sebagai sebuah sistem, seharusnya mengutamakan keadilan dan kesetaraan. Namun, ketika kita melihat lebih dekat, mungkin kita akan menemukan bahwa demokrasi kini sering kali lebih mirip dengan sebuah kasino besar di mana kemenangan dan kekalahan diatur oleh sosok bandar besar dan kaki tangannya.

Seperti yang digambarkan oleh George Orwell, “In a time of deceit, telling the truth is a revolutionary act”. Dalam dunia politik kita, kebenaran sering kali tersembunyi di balik lapisan manipulasi dan kebohongan.

Demikian pula di kasino. Apa yang tampak sebagai permainan adil, hanyalah ilusi. Sementara kemenangan dan kekalahan, sebenarnya sudah ditentukan sang dalang.

Partai politik dan calon yang berpartisipasi dalam arena demokrasi sering kali bagaikan pemain di meja judi yang sangat besar. Mereka datang dengan modal ideologi dan janji perubahan, berharap dapat menang dan membawa perubahan bagi rakyat. Namun, begitu terjun ke dalam permainan, mereka segera menyadari bahwa aturan mainnya jauh lebih kompleks.

Noam Chomsky pernah mengungkapkan, “The smart way to keep people passive and obedient is to strictly limit the spectrum of acceptable opinion, but allow very lively debate within that spectrum”. Di sini, rakyat diperbolehkan untuk berdebat dan memilih, tetapi hanya dalam batas-batas yang sudah ditentukan oleh kekuatan yang lebih besar, mirip dengan bagaimana kasino mengatur permainan untuk memastikan bahwa mereka tetap diuntungkan.

Sistem politik kita sering kali tampak seperti pertunjukan besar yang dirancang untuk menarik perhatian dan memberi harapan. Politisi yang dianggap berpotensi menarik dukungan massal sering kali diberi kemenangan awal untuk menarik lebih banyak partisipasi rakyat ke dalam permainan demokrasi.

Kemenangan-kemenangan semu itu mirip dengan strategi bandar yang memberikan kemenangan kepada penjudi baru untuk membuat mereka terus bermain. Namun, ini hanya trik untuk memastikan bahwa pemain tetap terjebak dalam permainan yang dikendalikan.

Alexis de Tocqueville mengungkapkan, “The health of a democratic society may be measured by the quality of functions performed by private citizens”. Dalam konteks ini, kualitas demokrasi diukur dari seberapa besar partisipasi dan fungsi rakyat, yang sering kali terabaikan karena sistem yang sudah diatur.

Hanya Permainan Elite

Amien Rais juga menyatakan dengan tajam, “Demokrasi kita ini hanya jadi permainan elite. Rakyat hanya dimobilisasi saat pemilu, tapi tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang sebenarnya”. Ini menggambarkan bagaimana rakyat hanya menjadi alat mobilisasi sementara elite politik yang sebenarnya memegang kendali. Selama pemilu, mereka mungkin memiliki suara, tetapi setelah itu, keputusan sebenarnya tetap berada di tangan kekuatan yang mengendalikan sistem.

Ketika politisi mulai menonjol dan terlalu independen, bandar atau kekuatan elite mulai bergerak. Skandal, penarikan dukungan, atau manipulasi media dan lembaga survei dapat dengan mudah mengubah permainan. Seperti dalam kasino, politisi yang terlalu berani sering kali menjadi target untuk diamputasi.

George Orwell menyarankan bahwa dalam dunia yang penuh kebohongan, berbicara kebenaran adalah tindakan revolusioner. Namun, dalam permainan demokrasi ini, berbicara kebenaran dan memperjuangkan perubahan sering kali terhambat oleh kekuatan yang mengendalikan permainan.

Ironis memang, demokrasi kita sering kali hanya menjadi pertunjukan besar di mana kekuasaan elite terus dipertahankan, sementara rakyat – setelah menjadi mesin suara -- hanya menjadi penonton di balik pagar tinggi nan kokoh gedung wakil rakyat dan istana kekuasaan. Seperti yang sering diungkapkan bahwa dalam dunia perjudian, bandar selalu menang dalam jangka panjang.

Dalam sistem politik yang sudah terstruktur seperti kasino, kemenangan tidak pernah benar-benar milik pemain; itu selalu milik bandar. Noam Chomsky mengingatkan bahwa strategi pengendalian opini publik sering kali melibatkan pemberian ruang untuk debat yang tampaknya bebas. Tetapi, pada akhirnya, kekuasaan tetap berada di tangan mereka yang mengendalikan permainan.

Jadi, kesimpulannya, demokrasi yang seharusnya menjadi simbol keadilan dan kedaulatan rakyat sering kali berakhir sebagai arena di mana hasil akhir sudah ditentukan oleh kekuatan elite. Pemain politik, meskipun tampak berjuang dengan semangat, sebenarnya hanya mengikuti permainan yang sudah diatur.

Dalam permainan ini, bandar atau kekuatan elite selalu menang, dan rakyat hanya bisa berharap, seperti penjudi yang terus berharap pada putaran berikutnya. Pada akhirnya, realitas yang pahit adalah bahwa dalam sistem ini, kemenangan selalu berada di pihak bohir yang menciptakan oligarki.

Rakyat hanyalah alat permainan. Telah diatur dari awal: siapa yang harus menang dan kalah, yang berhak meraih harta, tahta, dan pesona wanita, serta yang harus kehilangan segalanya.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

3 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler