Mahasiswa Universitas Airlangga Bahasa dan Sastra Jepang

Peran Iitoko-dori dalam Modernisasi Budaya Trdisional Jepang

Sabtu, 5 Oktober 2024 09:34 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Konsep iitoko-dori memainkan peran penting dalam modernisasi budaya karena iitoko-dori mencerminkan fleksibilitas sosial orang Jepang. Pemikiran orang Jepang cenderung lebih terbuka untuk menerima perubahan yang datang dari luar.

Iitoko-dori (いいとこ取り) secara harfiah berarti “Memilih bagian yang terbaik” atau “Mengadopsi unsur-unsur asing yang baik”. Iitoko-dori adalah konsep budaya Jepang yang merujuk pada praktik mengambil bagian-bagian terbaik dari berbagai budaya dan teknologi luar serta digabungkannya ke dalam konteks lokal dengan cara yang sesuai. Pendekatan konsep ini mencerminkan fleksibilitas dan keterbukaan Jepang dalam menerima pengaruh luar serta mempertahankan budaya lokal. Jepang memiliki sejarah panjang dalam mengadopsi budaya-budaya luar yang kemudian disesuaikan dengan budaya Jepang dan mengadaptasinya (Davies dan Ikeno, 2002).

Awal mula muncul konsep iitoko dori dapat dilihat dari datangnya agama Buddha dan menyebarnya ajaran Buddha ke Jepang. Masyarakat asli jepang memiliki ajaran agama Shinto namun seiringnya berjalannya waktu muncul agama Buddha. Pada saat itu ajaran Buddha mulai diterima oleh masyarakat akan tetapi sebagian masyarakat yang menganut Shinto menolak ajaran Buddha. Salah satu alasan utama penolakannya ialah keyakinan dalam ajaran Shinto bahwa keluarga kekaisaran merupakan keturunan dewa, yang secara alami menempatkan mereka pada posisi tertinggi dalam hirarki sosial dan keagamaan. Ajaran Buddha dianggap sebagai ancaman terhadap legitimasi kekaisaran karena membawa konsep yang berbeda mengenai kehidupan dan spiritualitas.

Pada abad ke 7, Pangeran Shotoku merupakan keponakan kaisar Suiko memberikan solusi yang bagus. Ia memperkenalkan konsep yang memungkinkan ajaran Buddha dan sistem kekaisaran Jepang berdampingan. Pangeran Shotoku berhasil mengubah pola pikir masyarakat Shinto bahwa Buddha bisa hidup selaras dengan Shinto, tanpa menggantikan kedudukan spiritual kekaisaran. Langkah ini membuka jalan untuk penerimaan agama Buddha secara lebih luas di Jepang. Pangeran Shotoku juga mengadopsi sistem kepercayaan konfusianisme dari China. Pada saat itu sistem ajaran China banyak mempengaruhi budaya Jepang.

Pengaruh budaya luar sangat berkembang sangat pesat di Jepang. Hal ini menyebabkan Jepang yang awalnya berkiblat ke China kemudian beralih berorientasi ke budaya barat. Ketika masa Restorasi Meiji 1868, kekaisaran Jepang membuat kebijakan untuk mempelajari budaya barat. Pada tahun 1871-1873, Iwakura Tomomi melakukan sebuah diplomatik untuk mempelajari sistem pemerintahan, hukum, ekonomi, militer, pendidikan, dan kemajuan teknologi industri dari Amerika, Inggris, dan bangsa Eropa. Budaya barat yang telah dipelajari selanjutnya diadopsi ke dalam sistem internal pemerintah Jepang. Ini adalah awal perubahan budaya Jepang ke budaya modernisasi.

Berikut adalah beberapa pengaruh Iitoko-dori dalam berbagai bidang:

  1. Budaya Tradisional dan Budaya Populer JepangKomik Jepang (Manga)

Jepang dikenal memiliki sejarah panjang dalam mengadopsi ide-ide dari budaya luar dan mengadaptasinya sesuai dengan kebudayaan mereka. Pada awalnya orang Jepang banyak belajar kepada bangsa China dan menjadikannya sebagai guru. Dari sinilah pola pikir orang Jepang mulai berubah. Mereka menerima banyak pengaruh budaya China seperti sistem tulisan kanji, agama Buddha, dan struktur pemerintahan. Orang Jepang yang belajar budaya China membawanya ke Jepang dengan mengubah budaya aslinya dan menyesuaikan dengan ide-ide orang Jepang.

Tidak hanya itu, Jepang juga mengadopsi budaya “Minum Teh”. Pada awalnya budaya minum teh berasal dari Zen Buddhisme (China) pada abad ke-8 yang selanjutnya berkembang di Jepang pada abad ke-12. Kemudian dalam budaya populer dan seni, Jepang mengadaptasi budaya barat modern dengan mengambil bagian yang baik dan diubah menjadi ciri khas mereka. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka mengembangkan komik Jepang menjadi gaya yang unik meskipun komik awalnya berasal dari Amerika. Cerita yang digunakan sering kali memadukan elemen fantasi barat dengan nilai-nilai dan estetika Jepang. Manga dan anime Jepang merupakan contoh nyata dari adaptasi tersebut.

  1. Hukum dan Pemerintahan

Pada saat periode Meiji, Kaisar lebih dulu melakukan restorasi di bidang pemerintahan. Penghapusan sistem feodalisme karena dianggap sudah ketinggalan zaman kemudian digantikan dengan pemerintahan kapitalis. Perubahan sistem ini berdampak pada rasa nasionalisme rakyat Jepang. Tidak menunggu lama pemerintah Jepang menyusun UUD dengan meniru konstitusi Jerman. UUD tersebut disahkan pada 25 februari 1889 dan menjadikannya sebagai negara modern kedua di Asia setelah Turki Ottoman. Jepang menjadi negara yang maju dan setara dengan negara Barat.

  1. Ekonomi dan Teknologi

Setelah Restorasi Meiji pada tahun 1868, Jepang secara besar-besaran mengadopsi teknologi barat dan sistem ekonomi pun diubah. Mereka mempelajari semua kemajuan dunia barat karena mereka merasa sudah ketinggalan zaman ketika sakaku. Oleh karena itu, kaisar Meiji mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih nasionalistik untuk mensejahterakan rakyat. Kaisar Meiji mengubah sistem feodal di Jepang dan menggantikannya dengan sistem kapitalis modern yang mendorong Jepang untuk meniru barat dalam hal ekonomi. Jepang melakukan perbaikan terhadap ekonomi yang meliputi pertanian, perindustrian, dan perdagangan.

Perindustrian Jepang mengembangkan teknologi dari barat untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Namun hal tersebut tidak berhasil dan merubah strategi mereka dengan menyesuaikan teknologi yang cocok dengan kapasitas nasional. Meraka menyesuaikannya dengan kapasitas Jepang yaitu meningkatkan sutera, kapas, dan industr besi-baja serta transportsi sebagai industri strategis militer. Hal ini menunjukkan kemajuan yang segnifikan terhadap ekonomi Jepang. Kemajuan industri membuat laporan keuangan Jepang menjadi aktif dan bahkan mengubah Jepang menjadi negara industri dengan perasaan nasionalisme yang tinggi. Pada akhir abad ke-19, perbaikan sistem ekonomi membuat Jepang menguasai pasar Asia bahkan sampai mejadi pesaing bagi Amerika dan Eropa. Jepang berhasil menciptakan keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya. Mereka dengan cepat menjadi negara industri maju sambil tetap mempertahankan identitas kultural mereka yang kuat.

  1. Agama dan Pendidikan

Pada bidang agama, Iitoko-dori terlihat dalam bagaimana cara masyarakat Jepang menggabungkan elemen dari berbagai kepercayaan. Dilihat dari kecenderungan orang Jepang yang mempraktikkan Shinto dan Buddha secara bersamaan. Ajaran Shinto untuk upacara pernikahan melambangkan tentang kesucian hidup dan ajaran Buddha untuk upacara pemakaman melambangkan keyakinan akan kehidupan setelah mati, karma, dan reinkarnasi dianggap sangat tepat dalam memahami akhir kehidupan. Budaya ini dipengaruhi oleh konsep iitoko-dori yang mengambil unsur-unsur baiknya.

Mereka mengadopsi elemen yang dianggap berguna dari setiap agama dan membentuk pendekatan sinkretis. Seperti halnya dalam era modernisasi, orang Jepang mengikuti budaya Natal bukan sebagai perayaan keagamaan melainkan perayaan momen kebersamaan, kasih sayang, dan kegembiraan yang masih sejalan dengan nilai-nilai sosial mereka. Masyarakat Jepang merayakan Natal dari aspek budaya, seperti bertukar hadiah, dekorasi, dan kebersamaan, tanpa terikat pada makna keagamaan dari perayaan tersebut. Adaptasi budaya ini tentunya sudah di sesuaikan dengan gaya hidup masyarakat lokal.

Dalam sistem pendidikan terdapat perubahan sistem dengan menerapkan kebijakan pendidikan yang mengadopsi sistem ala Barat. Dasar moral semua Sekolah yaitu Shinto dan Buddha. Pada tahun 1871, dibentuknya Departemen Pendidikan dan pada tahun 1872, pemerintah membuat Undang-Undang Pendidikan. Kemajuan di bidang pendidikan berkembang pesat sehingga tercipta negara Jepang yang modern sejajar dengan negara-negara barat.

Konsep iitoko-dori memainkan peran penting dalam modernisasi budaya karena iitoko-dori mencerminkan fleksibilitas sosial orang Jepang. Pemikiran orang Jepang cenderung lebih terbuka untuk menerima perubahan yang datang dari luar. Selama budaya tersebut dapat dipadukan dengan nilai-nilai lokal yang ada di Jepang. Apalagi sejak periode Yayoi, Jepang menerima agama Buddha dari China hingga pada restorasi Meiji mengadopsi sistem barat. Jepang terus mempraktikkan adaptasi selektif ini di berbagai bidang, termasuk budaya, pemerintahan, teknologi, ekonomi dan pendidikan. Sikap ini mencerminkan prinsip adaptasi selektif terhadap budaya luar yang di mana bukan hanya sekadar diadopsi, tetapi disesuaikan agar sesuai dengan konteks budaya Jepang yang kaya tradisi. Adaptasi ini membuat Jepang mengalami modernisasi terhadap budaya tradisional Jepang tanpa menghilangkan jati diri budayanya yang unik Secara keseluruhan, iitoko-dori menekankan sikap pragmatis Jepang terhadap perubahan dan kemajuan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Uswetun Hasanah

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler