Manuver Politik Raja Jawa: Open Endorse Jokowi di Pilkada 2024
Senin, 2 Desember 2024 15:20 WIB
Dukungan Jokowi ini sebagai simbol politik koalisi besar pemerintah sehingga bergeser dari seorang mantan Presiden menjadi aktor individual dalam politik nasional. Jokowi kemungkinan besar sedang memanfaatkan strategi patronase ini untuk menjaga pengaruhnya di level lokal. Dengan memberi dukungan kepada calon-calon tertentu, ia tidak hanya memperkuat basis politik partai koalisi pemerintahan, tetapi juga memastikan agar pemerintah daerah yang akan datang sejalan dengan agenda-agenda politik pemerintah pusat.
***
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) semakin menunjukkan peran aktifnya dalam dinamika politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dalam beberapa kesempatan terakhir, Jokowi secara terbuka memberi dukungan (endorse) kepada sejumlah calon kepala daerah yang akan bertarung di pilkada serentak tahun depan.
Videonya sempat viral di media sosial dengan menarasikan “Saya titip…” kepada salah satu paslon Cagub, Cawalkot, dan Cabup di beberapa daerah. Sikap ini memunculkan berbagai spekulasi, apakah ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat koalisi politik, atau justru manuver untuk menjaga pengaruhnya pasca masa jabatannya.
Secara terang-terangan Jokowi memberikan dukungan kepada sejumlah calon kepala daerah yang tergabung dalam partai politik koalisi pemerintahan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dukungan ini diungkapkan dalam beberapa acara kampanye dan kunjungan pribadi Jokowi ke sejumlah daerah. Beberapa di antaranya termasuk calon-calon yang berasal partai utama dalam koalisi pemerintahan, serta calon-calon lain yang berkomitmen untuk memperjuangkan visi yang sejalan dengan agenda pembangunan pemerintahan pusat.
Manuver Politik Jokowi
Pada Pilpres 2024 saat masih menjabat sebagai Presiden, kecenderungan Jokowi sangat jelas dalam mendukung Prabowo yang hari ini sudah menggantikan dirinya. Terlebih putra sulung Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka adalah Wakil Presiden dari Prabowo. Endorsement yang dilakukan Jokowi menjadi bagian dari agenda politik untuk menyelaraskan kepentingan pemerintah pusat dan daerah, apalagi lawan politik koalisi pemerintah pusat hari ini adalah PDI-Perjuangan yang memiliki basis masa besar. Dengan pengaruh besar pada pemilih yang masih dimiliki Jokowi diharapkan mampu memberikan dukungan tambahan bagi calon kepala daerah yang bisa mendukung agenda pemerintah pusat sekaligus mengurangi dominasi PDI-Perjuangan di level daerah.
Dukungan Jokowi ini sebagai simbol politik koalisi besar pemerintah sehingga bergeser dari seorang mantan Presiden menjadi aktor individual dalam politik nasional. Keputusan Jokowi untuk memberikan dukungan terbuka ini merupakan bagian dari strategi untuk memastikan kelangsungan agenda politik yang sudah dimulai selama masa pemerintahannya dan dilanjutkan dikepemimpinan Prabowo. Dengan membuka diri terhadap calon-calon kepala daerah yang memiliki visi serupa dengan pemerintah pusat hari ini, dengan harapan dapat menjaga kesinambungan program-program pembangunan di berbagai daerah dengan pemerintah pusat. Keputusan ini juga dipandang sebagai upaya untuk memperkuat posisinya dan partai koalisi pemerintah dalam kancah politik pasca 2024, mengingat bahwa pilkada sering kali menjadi ajang pengukuhan kekuatan politik di level lokal.
Dukungan terbuka dari Jokowi ini bisa menjadi sinyal kuat bagi partai-partai dan calon-calon lainnya, bahwa kekuatan politik di tingkat pusat sangat menentukan arah kemenangan di pilkada. Hal ini memberi legitimasi kepada calon yang didukung untuk lebih percaya diri dalam menghadapi kompetisi.
Teori Patronase dalam Politik Indonesia
merujuk pada teori patronase politik yang sering terjadi dalam konteks politik Indonesia. Menurutnya, tindakan endorsement Jokowi pada Pilkada 2024 ini dapat dipahami sebagai bentuk hubungan patron-klien yang sudah menjadi bagian dari sistem politik Indonesia sejak lama. Dalam teori patronase, pemimpin politik pusat memberikan dukungan atau sumber daya kepada calon kepala daerah untuk mendapatkan loyalitas dan dukungan di tingkat lokal. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh James C. Scott dalam artikel yang berjudul "Patron-client politics and political change in Southeast Asia" yang menyebutkan bahwa "patronase merupakan mekanisme yang mengikat antara pemimpin pusat dan tokoh lokal, yang memungkinkan kedua belah pihak memperoleh keuntungan politik."
Jokowi kemungkinan besar sedang memanfaatkan strategi patronase ini untuk menjaga pengaruhnya di level lokal. Dengan memberi dukungan kepada calon-calon tertentu, ia tidak hanya memperkuat basis politik partai koalisi pemerintahan, tetapi juga memastikan agar pemerintah daerah yang akan datang sejalan dengan agenda-agenda politik pemerintah pusat.
Namun, meskipun langkah ini mendapat dukungan dari beberapa kalangan, tidak sedikit pula yang memberikan kritik. Sebagian kalangan menilai bahwa langkah Jokowi yang terlalu terbuka dalam memberi dukungan kepada calon kepala daerah berisiko memicu politisasi yang berlebihan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa dukungan ini akan memperburuk polarisasi politik di daerah, mengingat pemilu dan pilkada kerap kali memunculkan rivalitas yang tajam.
Endorsment terbuka dari Presiden bisa saja menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa mempermudah calon yang didukung untuk meraih kemenangan. Namun di sisi lain, hal ini juga dapat memperburuk ketegangan politik di daerah yang mungkin tidak sepenuhnya mendukung kebijakan pusat.
Efek pada Koalisi dan Peta Politik Pilkada 2024
Lebih lanjut, langkah Jokowi untuk menunjukkan preferensi politiknya juga dapat memengaruhi peta koalisi dalam Pilkada 2024. Cakada yang tidak didukung Meskipun partai yang masuk dalam koalisi pemerintahan menjadi partai yang paling diuntungkan dengan endorsement Jokowi, banyak pihak bertanya-tanya apakah dukungan ini akan menguntungkan partai-partai lain yang berkoalisi di level pusat tapi berbeda di daerah. Sebagian besar calon kepala daerah yang diusung oleh koalisi pemerintah mengharapkan kemenangan, sementara yang lainnya mungkin merasa terpinggirkan.
Jokowi sudah jelas menaruh perhatian pada stabilitas politik, namun dalam politik pilkada, terlalu banyak intervensi dari pusat bisa menimbulkan ketegangan antara calon yang didukung dan mereka yang tidak mendapatkan ‘blessing’ dari Jokowi.
Dukungan politik semacam ini tentu juga berdampak pada sikap pemilih. Calon-calon yang didukung langsung oleh Jokowi biasanya memiliki keunggulan dalam hal pengenalan publik dan akses ke sumber daya. Namun, dukungan tersebut tidak menjamin kemenangan. Pemilih di daerah sering kali memiliki preferensi yang kuat terhadap calon lokal, dan bisa saja merasa terganggu dengan intervensi politik dari pusat.
Meskipun begitu, sebagian kalangan meyakini bahwa Jokowi masih memiliki pengaruh besar di tingkat daerah. Pemberian endorsement terhadap calon kepala daerah bisa menjadi bentuk pengakuan bahwa pemimpin lokal yang mendukung kebijakan pemerintah pusat dapat menciptakan kerja sama yang lebih baik untuk kemajuan daerah.
Beberapa hasil Pilkada yang dirilis oleh lembaga survey menunjukan tidak semua calon kepala daerah yang mendapat dukungan dari Jokowi memperoleh keungulan. Misalnya saja DKI Jakarta, Jokowi secara jelas mendukung Ridwan Kamil dan Suswono tapi perolehan sementara melalui quick qount masih dibawah Pramono Anung dan Rano Karno. Charta Politika merilis perolehan Ridwan Kamil & Suwono 39,25%, Dharma Pongrekun & Kun Wardana 10,60%, dan Pramono Anung & Rano Karno 50,15%. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua calon kepala daerah yang mendapatkan dukungan Jokowi mampu memperoleh suara unggul, namun terlihat sebelum pengumuman resmi perolehan suara oleh KPU DKI Jakarta masih ada peluang untuk dua putaran dan tentu partai koalisi pemerintah sebagai pendukung Ridwan Kamil & Susowono tetap berusaha untuk mendominasi seperti halnya daerah lain yang telah dimenangkan melalui hasil quick qount.
Pemberian dukungan politik yang terbuka menjelang Pilkada 2024 ini merupakan fenomena yang menarik dalam politik Indonesia. Apakah langkah Jokowi ini akan memperkuat koalisi dan memuluskan kemenangan para calon yang didukung, atau justru menciptakan ketegangan dan polarisasi yang lebih besar di level lokal, masih harus dilihat. Namun yang jelas, tindakan ini menunjukkan bahwa meskipun masa jabatan Presiden Jokowi sudah berakhir, pengaruh politiknya di tingkat nasional dan lokal akan terus terasa, dan Pilkada 2024 menjadi ajang penting bagi kekuatan politik yang ada.

Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan UGM Yogyakarta
0 Pengikut

Koalisi Gemuk setelah Pilkada 2024 Melemahkan atau Menjaga Napas Demokrasi?
Kamis, 19 Juni 2025 19:56 WIB
Jaring Pengaman Sosial dan Realitas Kemiskinan: Apa yang Masih Kurang?
Selasa, 4 Maret 2025 07:29 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler