Penulis Partikelir, Menikmati hidup dengan Ngaji, Ngopi dan Literasi

Akhir Ramadhan dan Kesempatan Kedua

Senin, 31 Maret 2025 18:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Doa Pendosa
Iklan

Kalau kita benar-benar ingin menjadikan Ramadan tahun depan lebih berkualitas, kita harus mulai dari sekarang.

Ramadan berakhir. Takbir menggema, menandakan kita berpisah dengan bulan penuh berkah ini. Di penghujung Ramadan, ada satu doa yang mungkin banyak terucap, baik dengan suara lantang atau hanya dalam hati: semoga kita dipertemukan lagi dengan Ramadan tahun depan, dalam keadaan yang lebih baik dan lebih berkualitas.

Doa ini terdengar sederhana, tapi bagi seorang pendosa—yang merasa ibadahnya masih bolong-bolong, puasanya belum maksimal, dan amalan lainnya terasa jauh dari sempurna—doa ini adalah sebuah harapan yang penuh haru. Ramadan datang sebagai tamu agung, memberikan kesempatan untuk membersihkan diri, tapi apakah kita sudah benar-benar memanfaatkan kesempatan itu? Ataukah kita justru lebih banyak sibuk dengan urusan dunia, hanya meluangkan sedikit waktu untuk merenung dan memperbaiki diri?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ramadan: Sebuah Cermin

Bagi banyak orang, Ramadan adalah cermin besar yang memperlihatkan diri kita yang sebenarnya. Mungkin di bulan-bulan lain kita terbiasa dengan kesibukan duniawi, tapi Ramadan memaksa kita untuk berhenti sejenak, mengukur seberapa jauh kita dari nilai-nilai kebaikan yang seharusnya dijaga. Ada yang sadar bahwa salatnya selama ini sering tertunda, ada yang merasa puasa hanya sekadar menahan lapar dan haus tanpa makna spiritual, ada pula yang menyadari bahwa hatinya masih penuh dengan dendam dan iri hati.

Ramadan bukan hanya soal menahan diri dari makan dan minum. Ia adalah madrasah, tempat kita belajar untuk menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih peka terhadap orang lain, dan lebih dekat dengan Tuhan. Tapi, berapa banyak dari kita yang benar-benar lulus dari madrasah ini dengan nilai memuaskan? Atau justru kita hanya sekadar menjadi “siswa” yang hadir di kelas tanpa benar-benar menyerap pelajaran?

Doa Pendosa: Harapan untuk Kesempatan Kedua

Ketika Ramadan berlalu, ada perasaan campur aduk. Di satu sisi, ada rasa lega karena berhasil menyelesaikan puasa sebulan penuh. Tapi di sisi lain, ada perasaan takut: apakah ibadah kita diterima? Apakah kita sudah benar-benar memanfaatkan Ramadan dengan baik? Apakah setelah bulan ini berlalu, kita masih akan menjaga semangat kebaikan, atau justru kembali ke kebiasaan lama yang jauh dari nilai-nilai spiritual?

Maka, doa seorang pendosa di penghujung Ramadan menjadi begitu bermakna. “Ya Allah, pertemukan aku dengan Ramadan tahun depan, dalam keadaan yang lebih baik.” Doa ini bukan sekadar permohonan untuk dipanjangkan umur, tapi juga untuk diberikan kesempatan kedua—kesempatan untuk memperbaiki diri, untuk lebih serius dalam beribadah, untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Tapi doa saja tidak cukup. Kalau kita benar-benar ingin menjadikan Ramadan tahun depan lebih berkualitas, kita harus mulai dari sekarang. Ramadan bukan ajang perubahan instan yang hanya berlangsung satu bulan, tapi seharusnya menjadi titik awal dari perjalanan panjang menuju kebaikan.

Menjaga Spirit Ramadan Setelah Ramadan

Banyak orang menganggap Ramadan sebagai momen “puncak” ibadah. Setelah Ramadan, segalanya kembali normal. Tarawih berhenti, tilawah Al-Qur’an berkurang drastis, dan masjid kembali sepi. Padahal, kalau kita ingin doa kita terkabul—ingin bertemu Ramadan berikutnya dalam keadaan lebih baik—maka kita harus mulai membangun kebiasaan baik sejak sekarang.

Kita bisa mulai dengan hal kecil. Jika selama Ramadan kita terbiasa membaca Al-Qur’an setiap hari, kenapa tidak meneruskannya meski hanya satu halaman sehari? Jika selama Ramadan kita lebih dermawan, kenapa tidak tetap berbagi, meskipun sedikit? Jika selama Ramadan kita bisa menahan diri dari amarah dan gosip, kenapa setelah Ramadan kita membiarkannya kembali menjadi kebiasaan?

Ramadan adalah titik awal, bukan garis finis. Jika kita ingin bertemu lagi dengan bulan suci ini dalam keadaan yang lebih baik, maka kita harus menyiapkan diri sejak sekarang. Jangan sampai Ramadan hanya menjadi tamu yang datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak berarti dalam hidup kita.

Kesempatan Kedua Selalu Ada

Seorang bijak pernah berkata, “Jangan takut menjadi pendosa yang bertaubat, tapi takutlah menjadi pendosa yang merasa nyaman dengan dosa-dosanya.” Ramadan adalah kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri. Tapi, jika kita merasa belum maksimal tahun ini, jangan berkecil hati. Selama masih ada umur, masih ada kesempatan kedua.

Namun, satu hal yang harus kita sadari: kita tidak pernah tahu apakah kita masih akan diberi kesempatan untuk bertemu Ramadan tahun depan. Maka, mulai sekarang, mari kita terus berusaha menjadi lebih baik, sedikit demi sedikit. Jika kita benar-benar berharap bisa menyambut Ramadan berikutnya dengan kondisi yang lebih baik, maka kita harus memulainya sejak hari ini.

 

Di ujung Ramadan ini, mari kita berdoa dengan penuh harapan: semoga Allah memberi kita umur panjang, kesehatan, dan kekuatan untuk kembali bertemu dengan Ramadan yang akan datang. Bukan hanya sebagai formalitas, tapi sebagai pribadi yang lebih matang, lebih ikhlas dalam beribadah, dan lebih tulus dalam menjalani kehidupan. Karena Ramadan bukan hanya soal menjalankan ibadah, tapi soal bagaimana kita menjadikan diri kita lebih baik, hari demi hari.

 

Dan jika takdir berkata lain—jika ini adalah Ramadan terakhir kita—semoga Allah menerima segala amal kita, sekecil apa pun itu. Aamiin...

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Choirul Anam

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler