saya seorang tenaga pengajar di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. saat ini menjadi Ketua MGMP PAI Kota Bandar Lampung, Pengurus APKS PGRI Propinsi Lampung. Pengurus Forum Guru Motivator Penggerak Literasi (FGMP;) Lampung. \xd Guru Penggerak angkatan 7 dan Pengajar Praktik angkatan 11 kota bandar Lampung.\xd saya aktif menulis di berbagai media elektronik daerah/nasional
Dari Pengetahuan ke Perilaku. Pendidikan Karakter yang Membumi
Selasa, 6 Mei 2025 11:27 WIB
Pendidikan karakter yang membumi artinya pendidikan yang tidak sekadar diajarkan, tetapi dihidupi dan dipraktikkan dalam keseharian
**
Pendidikan karakter bukan sekadar topik populer dalam dunia pendidikan. Ia adalah kebutuhan mendesak di tengah krisis moral dan degradasi nilai yang kian terasa di masyarakat.
Kita menyaksikan betapa kemajuan teknologi dan akses informasi belum sejalan dengan peningkatan kualitas perilaku generasi muda. Di sinilah letak pentingnya pendidikan karakter: mengubah pengetahuan menjadi perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur.
Pendidikan karakter yang membumi artinya pendidikan yang tidak sekadar diajarkan, tetapi dihidupi dan dipraktikkan dalam keseharian. Sering kali, pendidikan karakter hanya berhenti di ruang kelas sebagai materi yang diajarkan secara teoritis.
Padahal karakter sejati tidak lahir dari hafalan atau ceramah panjang, melainkan dari pengalaman dan pembiasaan.
Salah satu akar persoalan pendidikan karakter adalah dikotomi antara pengetahuan dan tindakan. Siswa tahu tentang kejujuran, tanggung jawab, dan toleransi, tetapi tidak selalu menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Ini menunjukkan bahwa transformasi pengetahuan menjadi perilaku tidak terjadi secara otomatis. Maka dari itu, pendidikan karakter harus dirancang sebagai proses internalisasi nilai, bukan sekadar transmisi informasi.
Pendidikan karakter yang membumi harus melibatkan seluruh ekosistem sekolah: guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, bahkan orang tua.
Sekolah tidak bisa menjadi satu-satunya penanggung jawab pembentukan karakter anak. Lingkungan keluarga dan masyarakat harus menjadi perpanjangan tangan dari pendidikan karakter di sekolah.
Dalam konteks ini, guru memegang peran strategis sebagai teladan utama. Keteladanan adalah metode paling efektif dalam pendidikan karakter.
Seorang siswa akan lebih mudah meniru perilaku baik yang ia lihat setiap hari daripada memahami teori moralitas yang abstrak. Guru yang datang tepat waktu, berbicara santun, dan bersikap adil memberikan pelajaran karakter tanpa kata-kata.
Sebaliknya, ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan guru justru menciptakan kebingungan nilai bagi siswa.
Selain keteladanan, pembiasaan juga menjadi instrumen penting dalam pendidikan karakter yang membumi. Kegiatan seperti upacara bendera, kerja bakti, doa bersama, atau berbagi makanan dapat menjadi sarana internalisasi nilai.
Nilai-nilai seperti cinta tanah air, gotong royong, religiusitas, dan empati tumbuh dari kebiasaan, bukan sekadar pengetahuan.
Kurikulum yang ada saat ini sebenarnya telah membuka ruang besar bagi pendidikan karakter. Namun, implementasi nilai-nilai tersebut perlu disesuaikan dengan konteks lokal dan realitas siswa.
Membumikan pendidikan karakter berarti menjadikannya relevan dengan dunia nyata siswa. Misalnya, membahas kejujuran dalam konteks ujian sekolah atau mengajarkan empati melalui kunjungan ke panti asuhan. Hal ini menuntut kreativitas guru dalam merancang pembelajaran yang kontekstual dan bermakna.
Pendidikan karakter yang membumi juga menekankan pentingnya refleksi diri. Siswa perlu diajak merenung atas tindakan mereka dan memahami dampaknya terhadap diri sendiri dan orang lain.
Refleksi adalah jembatan dari pengetahuan ke kesadaran, dari kesadaran ke perilaku. Untuk itu, proses pembelajaran harus memberikan ruang diskusi, dialog, dan perenungan.
Penilaian pendidikan karakter juga perlu diperbaiki. Tidak cukup dengan observasi semata, tetapi melalui portofolio, jurnal, dan asesmen formatif.
Sekolah harus menciptakan budaya apresiatif terhadap perilaku baik. Apresiasi yang konsisten akan memperkuat perilaku positif dan membentuk karakter yang kokoh.
Di sisi lain, pendidikan karakter harus inklusif, mengakomodasi latar belakang budaya, sosial, dan agama siswa. Karakter tidak dibentuk dalam ruang hampa, tetapi dalam keberagaman yang dihargai.
Membumikan pendidikan karakter berarti menempatkan nilai-nilai dalam keseharian siswa tanpa menggurui. Ini adalah pendidikan yang berangkat dari pengalaman, bukan sekadar wacana.
Jika dilakukan dengan konsisten dan menyeluruh, pendidikan karakter akan melahirkan generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berintegritas. Generasi yang mampu menjadi agen perubahan di tengah zaman yang penuh tantangan.
Dari sinilah harapan bangsa dibangun melalui pendidikan karakter yang bukan hanya diajarkan, tetapi dihidupi.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Artikel Terpopuler