AI & Film: Ancaman atau Peluang? Temukan Jawabannya di Pembukaan 4th CFF 2025
Kamis, 29 Mei 2025 08:16 WIB
Diskusi AI & film warnai pembukaan 4th Ciputra Film Festival 2025, hadirkan sineas global & eksplorasi kreativitas masa depan industri perfilman
Dunia perfilman Indonesia tengah menghadapi babak baru dalam perkembangan teknologi. Hadirnya kecerdasan buatan (AI) bukan hanya menjadi perbincangan di ruang teknologi, namun kini memasuki ruang kreatif, menimbulkan perdebatan: apakah AI akan menjadi ancaman atau justru membuka peluang baru bagi para sineas?
Pertanyaan inilah yang menjadi sorotan utama dalam Forum Diskusi Terbuka bertajuk AI and the Future of the Film Industry: Threat or Opportunity?, yang membuka rangkaian acara 4th Ciputra Film Festival (4th CFF) 2025 di Integrity Hall, Universitas Ciputra Surabaya.
Acara dibuka secara resmi oleh Syaifullah, S.E., M.Ec., Ph. D, selaku Direktur Film, Musik dan Seni dari Kementerian Kebudayaan. Dalam sambutannya, beliau menekankan bahwa industri film nasional telah berkembang pesat, tidak hanya dalam jumlah produksi, namun juga kualitas. Ia pun mengapresiasi peran Ciputra Film Festival sebagai platform konsisten bagi generasi muda dalam memperkuat ekosistem perfilman Indonesia.
Kekuatan Dua Perspektif: Akademisi dan Praktisi AI
Diskusi utama menghadirkan dua tokoh penting: Dr. Karen Pearlman, Associate Professor dari Macquarie University, Australia, dan Motulz Anto, praktisi digital kreatif dan edukator AI.
Dr. Karen membagikan perjalanan karyanya dalam mengangkat sejarah editor perempuan lewat film dokumenter trilogi yang telah memenangkan 34 penghargaan internasional. Film terbarunya, Breaking Plates (2025), bahkan meraih penghargaan Best Short Documentary di Antenna International Film Festival, Sydney.
Sementara itu, Motulz Anto menampilkan pendekatan futuristik dalam berkarya. Lewat film Perjalanan Waktu TVRI (2024), ia menunjukkan bagaimana AI generatif dapat digunakan dalam menghidupkan kembali sejarah TVRI secara sinematik. Motulz kini menjabat sebagai Staf Khusus di Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), memperkuat perannya sebagai penghubung antara teknologi dan seni.
Diskusi Lintas Perspektif dan Budaya
Forum diskusi berlangsung hangat dan terbuka, mempertemukan sineas, mahasiswa, dan peserta internasional. Isu-isu seperti penulisan skenario berbasis AI, editing otomatis, dan pertanyaan etika soal orisinalitas karya mencuat dalam sesi ini. Para peserta diberi ruang untuk mengeksplorasi bagaimana teknologi bisa menjadi alat kolaboratif, bukan pengganti kreativitas manusia.
Tak hanya forum diskusi, hari pertama 4th CFF 2025 juga diperkaya dengan berbagai kegiatan pendukung seperti bazaar UMKM dan painting area, memberikan ruang ekspresi visual dan interaksi kreatif di area Universitas Ciputra Surabaya.
Layar Tertayang: Perspektif Sinema Tanpa Batas
Malam hari, festival menghadirkan Private Screening bertema “Boundless Possession” yang menampilkan empat film dari Iran, Bulgaria, dan Indonesia. Nuansa horor, thriller, dan sci-fi mendominasi layar, memberikan warna berbeda dari film arus utama. Salah satu film yang menyita perhatian adalah Jenglot Man, yang menggabungkan unsur supranatural khas Indonesia dengan elemen superhero modern. Dengan cerita yang terkesan absurd namun adiktif, film ini menunjukkan bahwa eksplorasi kreatif bisa melampaui batas genre dan selera pasar.
Yuk! Ikuti Rangkaian Acara 4th CFF 2025
Rangkaian 4th Ciputra Film Festival 2025 masih akan berlangsung selama beberapa hari ke depan, menghadirkan pemutaran film dari berbagai negara, sesi workshop, expert session, hingga malam penghargaan. Festival ini bukan sekadar ajang tontonan, tapi juga ruang kolaborasi, diskusi, dan refleksi terhadap masa depan industri film yang semakin kompleks namun menjanjikan.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
UC Sambut 400 Siswa SMA Petra: Belajar Langsung di Dunia Perkuliahan
Kamis, 5 Juni 2025 23:59 WIBUNLEASH! 2025: Ketika Desain, Bisnis, dan Kepedulian Sosial Berkolaborasi
Rabu, 4 Juni 2025 14:34 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler