Organisasi Kampus Jangan Jadi Alat Ambisi yang Membutakan Nilai

Senin, 14 Juli 2025 07:16 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Berapa biaya anak bila kuliah di luar kota?
Iklan

Mengkritisi realitas organisasi kampus yang kehilangan etika demi kekuasaan dan pencitraan.

Oleh: Dormian Nainggolan, Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Helena Sihotang, SE., MM, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di balik megahnya banner acara kampus, gegap gempita orasi pemilu raya, hingga ramainya rapat pleno organisasi, ada satu hal yang kerap terabaikan: etika. Organisasi mahasiswa, yang seharusnya menjadi ruang belajar kepemimpinan dan karakter, justru seringkali menjadi arena ambisi yang mengabaikan nilai-nilai moral.

Siapa yang tak kenal dengan dinamika organisasi kampus? Ada BEM, DPM, UKM, dan berbagai lembaga lain yang sering disebut sebagai “miniatur pemerintahan” dalam dunia mahasiswa. Dalam teori, semua itu menjadi tempat latihan demokrasi dan kepemimpinan. Tapi realitasnya, tidak sedikit organisasi kampus yang justru dipenuhi dengan praktik tidak sehat: intrik kekuasaan, fitnah, manipulasi suara, bahkan kekerasan verbal dan mental.

Ambisi bukanlah masalah, tapi cara meraih dan menjalankannya yang menentukan kualitas kepemimpinan seseorang. Sayangnya, banyak mahasiswa yang terjebak dalam pemikiran sempit bahwa organisasi adalah ajang eksistensi belaka—bukan ruang aktualisasi nilai.

Kita bisa menyaksikan bagaimana etika kerap dikorbankan demi citra. Bagaimana rapat menjadi ajang saling menjatuhkan, bukan menyelesaikan masalah. Bagaimana laporan pertanggungjawaban disulap demi kepentingan dana, atau bagaimana kandidat saling menjelekkan satu sama lain saat pemilu kampus berlangsung. Semua itu adalah cermin bahwa ada yang salah dalam cara kita memandang organisasi.

Padahal, fungsi utama organisasi kampus bukan hanya mencetak pemimpin yang vokal dan aktif, tetapi juga yang berintegritas dan beretika. Seharusnya, semakin tinggi posisi seseorang dalam struktur organisasi, semakin besar pula tanggung jawab etiknya—bukan semakin bebas melakukan apa saja demi mempertahankan jabatan.

Etika organisasi mencakup hal-hal mendasar: menghargai keputusan bersama, menjaga transparansi dana, tidak menyalahgunakan kekuasaan, dan menjunjung tinggi kejujuran dalam komunikasi internal. Nilai-nilai ini bukan hal kecil, karena di situlah dasar kepemimpinan yang sehat dibangun.

Organisasi kampus adalah cerminan masa depan bangsa. Jika kita gagal membentuk etika sejak dari bangku kuliah, bagaimana kita bisa berharap lahir pemimpin yang jujur dan adil di luar sana? Sebaliknya, jika budaya organisasi kampus dipenuhi dengan nilai, tanggung jawab, dan kejujuran, maka benih-benih perubahan itu akan tumbuh ke mana pun para pemimpin mudanya melangkah.

Ambisi boleh besar, tapi jangan sampai membutakan nilai. Mari kembali menjadikan organisasi kampus sebagai tempat belajar yang sesungguhnya—bukan sekadar panggung pencitraan, tapi ladang pembentukan karakter yang berakar pada etika.

Bagikan Artikel Ini
img-content

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler