Penulis Partikelir, Menikmati hidup dengan Ngaji, Ngopi dan Literasi

Sambutan Ramah nan Hangat di Hari Pertama Anak Masuk Sekolah

Rabu, 16 Juli 2025 17:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
mpls
Iklan

Di hari pertama sekolah, anak-anak datang dengan berbagai rasa: penasaran, semangat, gugup, bahkan takut.

Hari pertama masuk sekolah selalu menyimpan cerita. Bagi anak-anak baru, suasananya bisa penuh semangat, tapi juga tak jarang menegangkan. Ada yang melangkah mantap dengan seragam baru dan senyum ceria, tapi ada pula yang sembunyi-sembunyi memegang tangan ibunya erat-erat, enggan berpisah. Maka, di sinilah peran Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) menjadi penting: sebagai jembatan yang menyambut dan menenangkan.

Namun, MPLS bukan sekadar acara penyambutan. Ia adalah pintu pertama dunia pendidikan memperkenalkan dirinya kepada para murid. Dan pintu ini, sepantasnya dibuka dengan keramahan, bukan tekanan. Sayangnya, kita pernah mendengar cerita MPLS diwarnai perploncoan, perundungan, dan praktik tak mendidik lainnya. Padahal, filosofi awal MPLS adalah untuk mengenalkan, bukan menakut-nakuti.

MPLS yang Ramah Anak, Bukan Menakutkan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lewat Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016, sudah menegaskan bahwa MPLS harus diselenggarakan oleh guru, bukan siswa senior. Tujuannya jelas: mencegah kekerasan fisik maupun mental pada siswa baru. Anak-anak yang baru pertama kali masuk ke lingkungan baru sangat rentan terhadap tekanan sosial. Masa orientasi yang terlalu keras bisa menimbulkan trauma jangka panjang.

Psikolog anak, Ratih Ibrahim, pernah mengingatkan bahwa hari-hari pertama sekolah adalah momen krusial dalam membentuk persepsi anak terhadap dunia belajar. Jika disambut dengan ketakutan atau tekanan, anak bisa mengembangkan rasa cemas, bahkan fobia terhadap sekolah. Sebaliknya, jika ia disambut dengan keceriaan dan rasa aman, ia akan lebih mudah membuka diri, membangun semangat belajar, dan bersosialisasi.

Menyusun MPLS dengan Perspektif Anak

Membuat MPLS yang ramah anak bukan berarti sekadar mengganti nama acara atau menghapus ploncoan. Ia butuh perubahan pendekatan: dari yang semula berpusat pada disiplin, menjadi berpusat pada empati dan pengalaman menyenangkan.

Bayangkan hari pertama anak datang ke sekolah, lalu disambut dengan senyum para guru, musik yang riang, dan permainan pengenalan yang menyenangkan. Ada sudut baca mini, ada aktivitas menggambar impian, ada sesi “kenalan tanpa malu” yang penuh tawa. Di sinilah anak merasa: sekolah bukan tempat yang menakutkan, tapi rumah kedua yang aman.

Selain itu, pendekatan ramah anak juga menekankan pentingnya mengenali kebutuhan dan perasaan anak. Guru dan panitia MPLS perlu memahami bahwa setiap anak memiliki karakter berbeda. Ada yang mudah beradaptasi, ada pula yang perlu waktu lebih lama. Tidak bisa semua disamaratakan dalam satu kegiatan yang kaku.

Kegiatan yang Edukatif dan Menggembirakan

Contoh kegiatan MPLS ramah anak bisa sangat beragam. Misalnya, tur sekolah yang dibuat seperti petualangan seru, bukan sekadar jalan-jalan diam. Anak diajak “berburu jejak” ke perpustakaan, UKS, kantin sehat, hingga ruang guru, sambil menjawab teka-teki atau tantangan ringan.

Ada juga sesi "Kenalan Lewat Cerita", di mana guru dan siswa saling bercerita tentang makanan favorit, hewan kesukaan, atau impian masa depan. Ini bukan sekadar ice-breaking, tapi juga proses membangun kelekatan emosional (bonding). Ketika anak merasa dikenali dan diterima, ia lebih berani mengekspresikan diri.

Jangan lupakan peran permainan. Game edukatif seperti “Pohon Harapan” (anak menulis harapannya di daun kertas dan menempelkannya di pohon buatan), “Kuis Seru Sekolahku”, atau “Drama Mini Tentang Teman Baru” bisa membuat anak belajar sambil bermain.

Dan yang tak kalah penting, beri ruang untuk anak menyuarakan perasaannya. Sediakan “Kotak Cerita” tempat mereka menuliskan pengalaman hari itu—apa yang menyenangkan, apa yang membuat sedih. Dari situ, guru bisa membaca dinamika emosi anak dan merespons secara tepat.

Peran Guru dan Orang Tua dalam Transisi

Dalam perspektif pendidikan inklusif, peran guru bukan hanya mengajar, tapi juga menjadi fasilitator dan pendamping psikologis. Guru di masa MPLS harus menjadi teman, bukan hanya pengatur barisan. Ia harus mampu membaca sinyal-sinyal kecil dari anak—entah itu wajah cemas, tangisan yang ditahan, atau sikap murung—dan segera memberikan dukungan.

Begitu pula orang tua, jangan hanya mengantar lalu menghilang. Orang tua bisa membekali anak dengan cerita positif tentang sekolah, menyemangati tanpa menekan, dan memberi waktu anak beradaptasi. Jangan bandingkan anak dengan anak lain yang tampak lebih berani. Setiap anak punya ritmenya sendiri.

Sekolah sebagai Tempat Aman

Konsep sekolah ramah anak, seperti yang diusung oleh UNICEF dan KPAI, menempatkan anak sebagai subjek utama. Artinya, segala kebijakan dan aktivitas sekolah harus mengutamakan hak-hak anak: hak atas perlindungan, partisipasi, dan pendidikan yang menyenangkan. MPLS adalah ujian pertama dari komitmen itu.

Dalam laporan Global Partnership for Education, dijelaskan bahwa transisi pendidikan yang positif—termasuk masa pengenalan sekolah—berpengaruh besar pada performa akademik dan perkembangan sosial anak di masa depan. Maka, menjadikan MPLS ramah anak bukanlah hal sepele. Ia adalah investasi penting untuk membentuk generasi yang percaya diri dan bersemangat belajar.

Penutup: Sambut Mereka dengan Pelukan, Bukan Teriakan

Di hari pertama sekolah, anak-anak datang dengan berbagai rasa: penasaran, semangat, gugup, bahkan takut. Tugas kita—guru, sekolah, dan orang tua—adalah menjadikan momen itu sebagai kenangan manis, bukan luka batin. Biarlah mereka pulang ke rumah dan berkata, “Sekolah itu asyik, Bu!”

Karena sekolah seharusnya bukan hanya tempat belajar angka dan huruf. Tapi juga tempat pertama anak mengenal dunia, dan merasa bahwa dunia ini bisa menjadi tempat yang menyenangkan untuk tumbuh. Mari sambut mereka dengan pelukan, bukan teriakan. Dengan senyum, bukan tekanan. Itulah MPLS yang ramah anak, yang akan dikenang selamanya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Choirul Anam

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler