Saya adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dengan konsentrasi pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Selama menjalani studi, saya aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, baik intra maupun ekstra kampus, sebagai bagian dari proses pengembangan kapasitas diri dan kontribusi sosial. Dalam ranah organisasi intra kampus, saya terlibat di Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Bimbingan dan Penyuluhan Islam, khususnya di Departemen Keislaman. Keterlibatan ini memberi saya ruang untuk memperkuat pemahaman keagamaan dan nilai-nilai dakwah yang inklusif di lingkungan akademik. Di luar struktur organisasi kampus, saya merupakan kader aktif Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Komisariat UIN Jakarta dan saat ini mengemban amanah sebagai Bendahara Umum. Peran ini memperluas wawasan saya dalam advokasi sosial serta gerakan mahasiswa berbasis ideologi kerakyatan dan nasionalisme. Selain itu, saya juga cukup aktif dalam Komite Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan (Kompak), sebuah forum yang berfokus pada upaya pencegahan dan penanggulangan berbagai bentuk kekerasan, baik dalam lingkup kampus maupun masyarakat luas. Keterlibatan saya dalam berbagai organisasi ini merupakan bentuk komitmen untuk mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan kemanusiaan dalam praktik nyata kehidupan mahasiswa.

Siapa yang Sungguh Melawan Penjajahan Gaya Baru?

Kamis, 17 Juli 2025 19:14 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
prabowo 1
Iklan

Prabowo pernah sesumbar: Saya ingin bangsa saya terhormat, berdiri di atas kaki sendiri. tidak boleh menjadi bangsa jongos".

***

Penjajahan di era modern tidak selalu hadir dengan meriam dan kapal perang. Ia hadir dalam bentuk aturan perdagangan global yang timpang. Saat ini, produk Amerika Serikat masuk ke Indonesia dengan bebas pajak, sementara produk Indonesia dikenai tarif 19% saat masuk ke AS.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal ini menjadikan Indonesia sekadar pasar bagi produk luar, mematikan potensi rakyat untuk mandiri secara ekonomi. Inilah penjajahan gaya baru, bentuk kolonialisme yang membungkus diri dalam bahasa “kerja sama internasional.”

Janji Prabowo: dari Pidato Hingga Realita

Prabowo Subianto, saat menjadi capres, pernah berpidato dengan gagah dan membara di hadapan rakyat Indonesia hingga membuat banyak orang terharu:

“Saya ingin bangsa saya terhormat, berdiri di atas kaki sendiri. Saya ingin melihat adik-adik saya ini semua nanti kau pakai mobil, mobil buatan Indonesia, kau naik motor, motor buatan Indonesia, kau pakai jam, jam buatan Indonesia, kau pakai sabun, sabun buatan Indonesia, kau pakai parfum, parfum buatan Indonesia, kau pakai sepatu, sepatu buatan Indonesia.”

Dalam pidato itu, ia menekankan bahwa kita harus memakai produk dalam negeri dan tidak boleh menjadi bangsa jongos. Ia berbicara tentang pentingnya kemandirian ekonomi, seolah memberi dukungan penuh kepada produsen lokal.

Namun dalam praktiknya, kebijakan perdagangan yang timpang justru memiskinkan rakyat Indonesia sendiri. Produk impor murah membanjiri pasar lokal karena bebas pajak, sementara produk Indonesia tidak mampu bersaing di pasar luar negeri akibat tarif yang tinggi. Akibatnya, para petani, UMKM, dan produsen lokal tercekik, kehilangan pasar, dan terpaksa menjual murah hasil kerja mereka.

Produk impor murah membanjiri pasar lokal karena bebas pajak, sementara produk Indonesia tidak mampu bersaing di pasar luar negeri karena tarif yang tinggi. Akibatnya, petani dan UMKM kita tercekik, kehilangan pasar, dan terpaksa menjual murah hasil kerja mereka.

Dampak untuk Produsen Lokal

Setiap orang yang memiliki alat produksi dalam skala lokal, baik petani, nelayan, pengrajin, maupun UMKM produsen lokal, tidak dapat bersaing dengan produk impor yang lebih murah akibat subsidi negara maju dan biaya produksi rendah. Mereka menghadapi:

- Harga jual produk jatuh di bawah biaya produksi.

- Utang yang menumpuk untuk modal produksi, pembelian bahan baku, dan distribusi.

- Kehilangan alat produksi dan tempat usaha, terjerumus menjadi buruh di usaha milik orang lain.

- Ketergantungan pada barang impor yang membahayakan kedaulatan ekonomi nasional.

Situasi ini memperpanjang rantai ketidakadilan struktural, di mana rakyat kecil yang memiliki alat produksi terus menjadi korban pasar bebas yang sebenarnya adalah “penjajahan” dengan wajah baru.

Slogan Para Kader GMNI

Di banyak forum, kader-kader GMNI sering meneriakkan slogan: “Bersama Melawan Penjajahan Gaya Baru” dengan gagah berani, mengutip pidato Bung Karno tentang kemandirian bangsa dan anti-imperialisme. Namun, tidak sedikit dari mereka yang justru merapat kepada pemerintah yang bekerjasama dengan kapital global dan membuka lebar keran impor demi proyek-proyek mercusuar atas nama pembangunan.

Retorika anti-penjajahan gaya baru menjadi sekadar jargon untuk meraih posisi, jabatan, dan kedekatan dengan kuasa, sementara petani, nelayan, dan buruh tetap miskin dan tertindas.

Dalam perspektif Marhaenisme, pengkhianatan semacam ini adalah bentuk pembiaran rakyat terus terjajah oleh sistem kapitalisme global, dan menjadi alat legalisasi penjajahan gaya baru dengan wajah nasionalisme palsu.

Sebuah Seruan dalam Kesimpulan

Penjajahan gaya baru hanya bisa dilawan dengan kesadaran rakyat dan keberanian negara mengambil posisi tegas. Jika pemerintah benar-benar ingin rakyat menggunakan produk dalam negeri, mereka harus melindungi pasar domestik, memberi subsidi kepada produsen lokal terkhususkan petani, dan memperjuangkan perjanjian dagang yang adil.

Bagi kader-kader GMNI dan kaum muda Marhaenis, perjuangan melawan penjajahan gaya baru tidak cukup hanya dengan slogan di mimbar organisasi, tetapi harus diwujudkan dalam advokasi kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil. Jika tidak, mereka hanya menjadi kaki tangan sistem yang mereka kritik.

Sebab kemerdekaan yang sejati bukan hanya politik, tetapi kemerdekaan ekonomi bagi Marhaen agar mereka berdaulat atas tanah, pangan, dan masa depannya sendiri.

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Bung Jack

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Revolusi! Tak Ada Jalan Tengah!

Kamis, 4 September 2025 09:38 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler