Seorang Ibu Bekerja | Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sahid jakarta.
Pacu Jalur, dari Sungai Kuantan ke Panggung Global
Selasa, 22 Juli 2025 08:16 WIB
Pacu Jalur awalnya merupakan bagian dari upacara adat untuk mempererat hubungan antar kampung.
Di tepian Sungai Batang Kuantan, Kabupaten Kuantan Singigi (Kuansing), Riau, setiap tahunnya terdengar gemuruh sorak-sorai dan irama musik tradisional yang memenuhi udara. Momen itu dikenal sebagai Festival Pacu Jalur atau Pacu Sampan Panjang, sebuah tradisi lomba perahu kayu panjang yang bukan sekadar adu cepat, tetapi juga perayaan budaya, solidaritas, dan kebanggaan masyarakat Melayu Riau.
Tradisi ini sudah berlangsung sejka 121 tahun silam. Pacu Jalur digelar sekaligus untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada 2025 ini, tradisi Pacu Jalur mencuri perhatian dunia berkat aksi lincah seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, Rayyan Arkan Dikha, yang menari diujung perahu.
Gerakannya yang spontan dan penuh semangat, kini dikenal sebagai tren viral aura farming dan telah membawa tradisi ini ke panggung global. Kini muncul usulan untuk menjadikan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.
Sejarah dan Makna Pacu Jalur
Pacu Jalur, yang berarti “lomba perahu” dalam bahasa lokal, memiliki akar sejarah yang kaya, diperkirakan telah ada sejak abad ke-17 di Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini lahir dari kehidupan masyarakat Melayu Kuansing yang bergantung pada Sungai Batang Kuantan sebagai jalur utama transportasi, perdagangan, dan kegiatan sosial.
Menurut catatan sejarah lokal, Pacu Jalur awalnya merupakan bagian dari upacara adat untuk mensyukuri hasil panen, merayakan pernikahan kerajaan, atau memperingati hari besar keagamaan, seperti Maulid Nabi. Perahu-perahu kayu yang digunakan, disebut “jalur,” dianggap sebagai simbol kekuatan dan kebersamaan, mencerminkan hubungan erat masyarakat dengan sungai sebagai sumber kehidupan (MediaIndonesia.com, 10 Juli 2025).
Pada masa Kesultanan Siak (1723–1946), Pacu Jalur menjadi sarana untuk mempererat hubungan antar kampung dan menunjukkan kehebatan para pendayung, yang sering kali dianggap sebagai prajurit pilihan. Setiap kampung bersaing untuk menciptakan jalur terbaik, diukir dengan motif naga, burung, atau simbol alam lainnya yang melambangkan perlindungan spiritual.
Proses pembuatan jalur melibatkan ritual khusus, termasuk pemilihan kayu dari pohon kulim atau meranti yang dianggap sakral, serta doa-doa untuk memastikan perahu “berjiwa” dan membawa keberuntungan. Tradisi ini juga menjadi ajang menampilkan seni lokal, seperti tarian dan musik tradisional, yang mengiringi perahu sebelum dan sesudah lomba.
Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda mulai mengorganisir Pacu Jalur sebagai bagian dari perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina, menambahkan unsur kompetisi formal dengan hadiah bagi pemenang. Pasca kemerdekaan Indonesia, tradisi ini diadopsi sebagai festival tahunan yang diresmikan oleh pemerintah daerah, khususnya sejak 1950-an, untuk mempromosikan budaya Melayu Riau dan mempererat persatuan nasional.
Kini, Festival Pacu Jalur diadakan setiap Agustus di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, menarik ribuan wisatawan domestik dan internasional.
Setiap jalur terbuat dari kayu utuh, dengan panjang 25 hingga 40 meter dan mampu menampung 40 sampai 60 pendayung, yang disebut “anak pacuan.” Proses pembuatannya adalah wujud gotong royong masyarakat, dari menebang kayu hingga mengukir motif tradisional, dengan biaya hingga Rp100 juta per perahu, didanai secara swadaya.
Sebelum lomba, ritual adat seperti mandi balimau (pembersihan spiritual) dan doa bersama dilakukan untuk menghormati leluhur dan memohon keselamatan, mencerminkan nilai spiritual yang kuat dalam tradisi ini (Suara.com, 5 Juli 2025).
Rayyan Arkan Dikha dan Fenomena Aura Farming
Baru-baru ini, sebuah video menampilkan Rayyan Arkan Dikha, atau yang akrab disapa Dikha, menari dengan penuh percaya diri di ujung perahu selama lomba Pacu Jalur. Dengan gerakan tangan yang ritmis dan ayunan tubuh yang menjaga keseimbangan di tengah derasnya Sungai Kuantan, aksi Dikha memukau penonton dan menjadi viral di TikTok.
Netizen, baik lokal maupun internasional, menyebutnya aura farming, ini istilah Gen Z dan Generasi Alpha untuk tindakan yang memancarkan karisma dan keberanian. Bahkan klub sepak bola dunia seperti PSG dan AC Milan, serta bintang seperti Neymar, memparodikan gerakan ini, menjadikan Pacu Jalur sorotan global.
Dikha, anak kedua dari keluarga atlet Pacu Jalur, tidak pernah belajar menari secara formal. “Tariannya spontan saja. Namanya tari kipas-kipas,” ujarnya polos dalam wawancara (Koran Jakarta, 8 Juli 2025). Ia belajar dari pengalaman mengikuti ayah dan pamannya, yang juga pendayung, dan berlatih selama dua tahun untuk menjadi “coki” yaitu penari di haluan perahu yang memberikan irama dan semangat bagi tim. Atas aksinya, Dikha dianugerahi gelar Duta Pariwisata Riau 2025 dan beasiswa pendidikan sebesar Rp20 juta dari Kementerian Kebudayaan.
Menuju Pengakuan Unesco
Pacu Jalur telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak 2015 berdasarkan SK Penetapan nomor 186/M/2015. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut tradisi ini sebagai “ekspresi budaya yang organik, ekspresif, dan atraktif,” yang mencerminkan kekayaan identitas masyarakat Kuansing (Detik.com, 10 Juli 2025). Viralnya aura farming menjadi momentum untuk mengusulkan Pacu Jalur ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia. Namun, proses ini tidak mudah karena antrean panjang dan persyaratan yang ketat, termasuk penyusunan naskah akademik yang komprehensif.
Fadli Zon menekankan pentingnya memanfaatkan popularitas global untuk mempromosikan Pacu Jalur dengan cara unik, seperti mengundang peserta internasional pada Festival Pacu Jalur tingkat nasional di Tepian Narosa, Kuansing, pada 20 s/d 24 Agustus 2025. “Ini adalah cara kita mempromosikan tradisi dengan cara-cara yang menarik perhatian dunia,” katanya (MediaIndonesia.com, 10 Juli 2025).
Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, mengatakan bahwa fenomena ini membuktikan daya pikat universal budaya Riau, yang mampu bersaing di kancah internasional dan meningkatkan kunjungan wisatawan (Suara.com, 5 Juli 2025).
Tantangan dan Kontroversi
Viralnya Pacu Jalur juga memicu kontroversi, terutama klaim dari warganet Malaysia yang menyebut tradisi ini sebagai bagian budaya mereka. Gubernur Riau Abdul Wahid dan Roni Rakhmat dengan tegas membantah klaim tersebut, menegaskan bahwa Pacu Jalur berakar kuat di Kuansing dengan bukti sejarah sejak abad ke-17. “Bukti sejarah dan ritualnya jelas berasal dari Kuantan Singingi. Ini warisan budaya Riau,” ujar Roni (Liputan6.com, 9 Juli 2025).
Meski demikian, Abdul Wahid memilih merangkul asimilasi budaya sebagai bagian dari kedekatan negara serumpun, sambil menegaskan bahwa Riau telah menjaga dan melestarikan tradisi ini secara konsisten (Koran Jakarta, 8 Juli 2025).
Opini Publik di Media Sosial
Fenomena aura farming dan Pacu Jalur telah memicu gelombang antusiasme di media sosial, terutama di platform X dan Instagram, di mana warganet lokal dan internasional berbagi pandangan mereka. Banyak yang memuji keberanian dan keluwesan Rayyan Arkan Dikha, dengan komentar seperti, “Gak sekadar lomba dayung, Pacu Jalur ini napas tradisi dan kebanggaan orang Riau. Merinding!” (@keringatan di X, 5 Juli 2025). Seorang pengguna X lain, @BosPurwa, menyesalkan bahwa ia telah memposting tentang Pacu Jalur sejak 2023 namun baru viral setelah diiringi lagu yang tepat, seraya mendesak Kemenparekraf untuk memanfaatkan momentum ini untuk promosi budaya secara gratis. “INI GRATIS TAPI MENDUNIA!” tulisnya (X, 4 Juli 2025).
Namun, tidak semua tanggapan positif. Beberapa warganet mempertanyakan klaim sepihak dari pengguna media sosial di Malaysia, Thailand, Vietnam, hingga Filipina, yang menyebut Pacu Jalur sebagai bagian budaya mereka. “@_zhyme” di X mencatat adanya narasi yang mencoba mengaitkan tradisi ini dengan negara lain, memicu perdebatan sengit di kolom komentar (X, 6 Juli 2025). Di sisi lain, ada pula warganet yang melihat sisi positif dari viralnya tradisi ini, seperti @txtfromIR, yang menyoroti bagaimana kreator internasional di TikTok menjelaskan Pacu Jalur kepada audiens global, memancing harapan agar pemerintah daerah dan Kemenparekraf dapat mengelola potensi wisata ini dengan lebih baik (X, 1 Juli 2025).
Secara keseluruhan, publik di media sosial sepakat bahwa Pacu Jalur bukan hanya soal perlombaan, tetapi juga simbol kebersamaan dan identitas budaya yang mampu menembus batas geografis. Komentar seperti, "Dari derasnya Sungai Kuantan, budaya Riau melaju ke dunia ✨" (@keringatan, X, 5 Juli 2025), mencerminkan kebanggaan kolektif, sementara desakan untuk promosi budaya yang lebih strategis menunjukkan harapan besar akan dampak jangka panjang fenomena ini.
Makna Filosofis dan Masa Depan Pacu Jalur
Pacu Jalur bukan hanya perlombaan, tetapi simbol persatuan, gotong royong, dan ketangguhan. Pendayung (anak pacuan) mewakili kerja sama, sementara penari di haluan (tukang tari atau coki) seperti Dikha mencerminkan semangat dan keseimbangan. Festival ini juga diramaikan dengan parade budaya, bazar kuliner, dan pertunjukan seni tradisional, menjadikannya perayaan yang meriah dan inklusif.
Ke depan, Pacu Jalur diharapkan terus menginspirasi generasi muda seperti Dikha untuk melestarikan budaya lokal di tengah arus globalisasi. Dengan dukungan media sosial dan pengakuan internasional, tradisi ini memiliki potensi untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi kebanggaan dunia. Seperti yang dikatakan Fadli Zon, “Pacu Jalur adalah denyut nadi kebudayaan Kuansing, dan kini saatnya ia menggema di seluruh dunia” (Detik.com, 10 Juli 2025).
Sumber
- com, diakses pada tanggal 5 Juli 2025, https://www.suara.com/news/2025/07/06/125641/viral-2025-tradisi-pacu-jalur-jadi-gaya-baru-atlet-dunia-ini-asal-usulnya?page=all
- com, diakses pada tanggal 09 Juli 2025, https://www.liputan6.com/lifestyle/read/6100818/pacu-jalur-riau-viral-dan-mendunia-bakal-didaftarkan-sebagai-warisan-budaya-ke-unesco
- com, diakses pada tanggal 10 Juli 2025, https://news.detik.com/berita/d-8005806/fadli-zon-dorong-masyarakat-angkat-tradisi-lama-usai-viral-pacu-jalur
- com, diakses pada tanggal 10 Juli 2025, https://mediaindonesia.com/nusantara/790414/makna-filosifis-tradisi-pacu-jalur-di-kuantan-singingi-riau#goog_rewarded
- Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi. (tanpa tanggal). Sejarah Pacu Jalur. Diakses pada 10 Juli 2025, dari https://kotajalur.kuansing.go.id/id/sejarah-pacu-jalur.html
- Postingan di X: @detikcom (4 Juli 2025), @kompascom (4 Juli 2025), @keringatan (5 Juli 2025), @MikaelDewabrata (3 Juli 2025), @neVerAl0nely_ (3 Juli 2025), @txtfromIR (1 Juli 2025), @BosPurwa (4 Juli 2025), @_zhyme (6 Juli 2025)

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Pacu Jalur, dari Sungai Kuantan ke Panggung Global
Selasa, 22 Juli 2025 08:16 WIB
Kimbab Family Menjembatani Budaya Korea-Indonesia dengan Cinta dan Komunikasi
Senin, 30 Juni 2025 12:08 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler