Menolak Hipokrisi Sistem Ekonomi Kapitalis

Kamis, 28 Agustus 2025 15:52 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Arti kapitalisme kompas.com
Iklan

Kegagalan kapitalisme memercikan berbagai gagasan alternatif: Ekonomi berbasis nilai spiritual, ekonomi kesejahteraan, dan ekonomi regeneratif.

Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melaju pesat, banyak negara mengklaim menganut sistem ekonomi campuran. Secara teoritis, sistem ini menggabungkan keunggulan mekanisme pasar dengan peran aktif negara untuk menciptakan keadilan sosial. Namun dalam praktiknya, sistem ekonomi yang dijalankan cenderung berat sebelah ke arah kapitalisme murni, di mana pasar bebas dan akumulasi kekayaan menjadi orientasi utama. Tulisan ini merupakan refleksi kritis terhadap kondisi tersebut, dengan sorotan utama pada kehilangan nilai keadilan dan dimensi kemanusiaan dalam sistem ekonomi saat ini.

Istilah "ekonomi campuran" sering digunakan untuk menunjukkan adanya keseimbangan antara intervensi negara dan kebebasan pasar. Namun kenyataannya, peran negara lebih banyak sebagai regulator minimum yang tidak mampu atau tidak mau mengintervensi pasar secara signifikan demi kepentingan masyarakat luas. Dalam banyak kasus, kekuatan pasar — terutama korporasi besar dan modal global — memiliki pengaruh yang lebih kuat daripada pemerintah itu sendiri. Ini menjadikan sistem ekonomi campuran hanya sebagai topeng bagi dominasi kapitalisme global.

Kapitalisme memupuk pandangan bahwa kesuksesan seseorang diukur dari seberapa besar kekayaan yang dimiliki. Budaya konsumtif tumbuh subur, dan manusia dipaksa berlomba dalam akumulasi materi tanpa batas. Pendidikan, media, hingga budaya populer menyokong pandangan ini, menciptakan narasi bahwa menjadi kaya adalah hal yang wajar, manusiawi, bahkan mulia. Sayangnya, hal ini menciptakan ilusi bahwa segala cara untuk meraih kekayaan menjadi sah-sah saja, sekalipun harus mengorbankan etika, lingkungan, dan sesama manusia.

Sistem ekonomi kapitalis memperbesar jurang antara si kaya dan si miskin. Akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan layak, dan peluang usaha sangat ditentukan oleh posisi awal individu dalam struktur sosial. Mereka yang lahir dari keluarga berada memiliki keunggulan struktural yang tidak dimiliki oleh kelompok bawah. Maka persaingan yang terjadi bukanlah persaingan yang adil, melainkan reproduksi ketimpangan. Keadilan menjadi sesuatu yang semakin kabur maknanya di tengah sistem yang lebih mementingkan efisiensi dan laba.

Kapitalisme menjadikan manusia sebagai objek pasar. Dalam sistem ini, manusia bukan lagi makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang dijunjung tinggi, melainkan target penjualan, konsumen setia, dan bagian dari statistik. Segala aspek kehidupan manusia — mulai dari waktu, perhatian, emosi, hingga keyakinan — dikomodifikasi dan dieksploitasi. Pada titik ini, manusia kehilangan kontrol atas hidupnya sendiri dan menjadi bagian dari mesin ekonomi yang tidak berhenti berputar.

Keresahan terhadap sistem kapitalis yang tidak adil dan tidak manusiawi mulai melahirkan berbagai gagasan alternatif. Ekonomi berbasis nilai spiritual, ekonomi kesejahteraan, dan ekonomi regeneratif mulai diperbincangkan sebagai solusi. Sistem-sistem ini menempatkan manusia dan alam sebagai pusat, bukan laba. Tujuan dari ekonomi bukan lagi pertumbuhan tanpa batas, melainkan keseimbangan, keberlanjutan, dan keadilan.

Sudah saatnya kita berhenti mengagung-agungkan pertumbuhan ekonomi semata dan mulai mempertanyakan ulang: untuk siapa pertumbuhan itu? Kita perlu membangun sistem ekonomi yang tidak hanya efisien, tapi juga adil, beretika, dan memanusiakan manusia. Kritik terhadap kapitalisme bukan berarti anti kemajuan, melainkan panggilan untuk menciptakan dunia yang lebih seimbang dan layak untuk semua.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Alfian Yuda Prasetiyo

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Likuiditas Melimpah, Daya Beli Seret

Sabtu, 13 September 2025 17:08 WIB
img-content

Menolak Hipokrisi Sistem Ekonomi Kapitalis

Kamis, 28 Agustus 2025 15:52 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler