Mencintai Negeri Para Pembenci

9 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Mencintai Negeri Para Pembenci
Iklan

Kisah seorang Tionghoa yang begitu cinta pada NKRI

Judul: Mencintai Negeri Para Pembenci

Penulis: Padmono Sastrokarmojo

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun terbit: 2025

Penerbit: Arta Media

Tebal: x + 217

ISBN: 978-634-7005-88-5

 

Biarlah orang lain membencimu tetapi jangan kamu membalasnya dengan kebencian. Kamu harus mencintai negeri ini, walaupun ada orang yang menyebut negeri ini adalah negeri para pembenci (hal. 61)

 

Seperti judulnya ”Mencintai Negeri Para Pembenci,” novel ini mendiskusikan isu keberadaan orang-orang Tionghoa dalam NKRI. Praduga-praduga yang telah mengakar pada benak masing-masing pihak, telah memicu segala tindakan yang tak layak. Padahal praduga-praduga tersebut tak didasari pada fakta-fakta. Melalui novel ini Padmono Sastrokamojo mengajak kita untuk merenungi persoalan yang belum selesai ini.

Novel karya Padmono Sastrokamojo ini didasarkan pada biografi tokoh bernama Lie Thiong Jin. Lie Thiong Jin adalah seorang Tionghoa pengusaha kecap di Pati, Jawa Tengah. Kakeknya adalah seorang imigran dari Fujian. Namun ia dan ayahnya sudah lahir di Pati. Kisahnya sendiri diawali dari saat kedatangan Jepang ke Hindia Belanda hingga masa Reformasi.

Lie Thiong Jin adalah seorang Tionghoa yang sangat mencintai Indonesia. Ia merasa bahwa Indonesia adalah tanah airnya. Namun Lie Thiong Jin juga menyadari bahwa tidak semua orang Tionghoa seperti dirinya. Ada juga orang-orang Tionghoa yang merasa bahwa Indonesia bukanlah tanah airnya. Harus diakui bahwa sejak masa Jepang dan awal kemerdekaan, orientasi nasionalisme orang Tionghoa terbelah. Ada orang-orang Tionghoa yang merasa sebagai warga negara Indonesia, ada yang merasa masih menjadi bagian dari Negeri Tiongkok, ada pula yang merasa menjadi bagian dari warga negara Belanda. Dalam novel ini, pertentangan wacana antara orang Tionghoa yang merasa sepenuhnya Indonesia dengan mereka yang masih berorientasi ke Tanah Leluhur digambarkan dengan sangat intens oleh Padmono.

Novel diawali dengan kerusuhan di Pati saat Jepang datang. Rumah dan pabrik milik Lie Thiong Jin rusak parah karena dijarah. Perusakan dan penjarahan kepada aset orang-orang Tionghoa sebenarnya sudah terjadi sejak jaman Belanda. Padmono menarik mundur sampai dengan kerusuhan Batavia 1740, dimana orang-orang Tionghoa dibunuhi di Batavia. Padmono juga menguraikan kerusuhan Kudus dan pembantaian orang Tionghoa di Ngawi yang terjadi sebelum kemerdekaan Indonesia. Pada bagian lain, Padmono menambah catatan berbagai kerusuhan yang membawa petaka bagi orang Tionghoa, termasuk kerusuhan 1998. Melalui kerusuhan-kerusuhan ini Padmono mengajak kita untuk memahami perasaan hati berbagai kelompok Tionghoa. Termasuk kelompok Tionghoa yang menganggap bahwa negeri ini adalah negeri para pembenci.

Dalam menggambarkan kelompok-kelompok yang berbeda pandangan, Padmono mempersonifikasikan pandangan tersebut kepada tokoh yang dimunculkannya. Mbah Kromo menggambarkan keturunan Tionghoa yang sepenuhnya sudah menjadi Jawa. Mbah Kromo adalah keturunan Sunan Bonang yang berdarah Tionghoa. Namun Mbak Kromo sudah tidak lagi merasa sebagai orang Tionghoa. Orang-orang di sekitar Mbak Kromo juga sudah tidak lagi menganggap Mbah Kromo sebagai orang Tionghoa.

Keluarga Lie Thiong Jin dipakai oleh Padmono untuk menggambarkan kelompok Tionghoa yang begitu mencintai negeri ini. Thiong Jin mendorong anak-anaknya masuk sekolah negeri, saat Jepang menutup sekolah-sekolah Tionghoa. Thiong Jin juga sama sekali tidak tertarik untuk pulang ke Tiongkok ketika dibuka kesempatan tersebut. Sepanjang novel, Padmono menggambarkan betapa cintanya Thiong Jin terhadap negeri ini. Keluarga Thiong Jin sering menjadi korban kerusuhan anti Tionghoa. Tetapi ia tak sedikit pun berpikir untuk membenci negeri para pembenci.

Sebaliknya tokoh Liong Tie dipakai oleh Padmono untuk menggambarkan orang Tionghoa yang merasa masih bagian dari Tiongkok. Liong Tie adalah seorang wartawan. Oleh sebab itu ia mempunyai banyak pengetahuan tentang kondisi politik. Liong Tie selalu mengintepretasikan kerusuhan-kerusuhan anti Tionghoa sebagai bukti bahwa orang-orang negeri ini membencinya. Tetapi, saat Tiongkok dikuasai oleh Komunis, Liong Tie menjadi ragu. Apakah dia akan bisa bekerja sebagai wartawan di negeri yang mengontrol semua berita?

Selain menghadirkan tokoh yang mewakili pandangan berbagai kelompok Tionghoa, Padmono juga memberi bukti bahwa orang-orang Tionghoa terlibat secara mendalam dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Padmono menampilkan tokoh Sepanjang, pejuang Tionghoa dari Batavia yang menjadi mitra Raedn Mas Garendi melawan VOC di Jawa Tengah. Padmono juga menunjukkan bukti bahwa dari delegasi pemuda dari berbagai tempat, ada perwakilan orang Tionghoa di dalamnya. Sebagai contoh saja, delegasi Jong Sumateranen Bond ada Kwee Thiam Hong dan Oey Kay Siang. Dari Jong Islamten Bond ada Liauw Tjoan Hok dan Tjio Djin Kwie. Di BPUPKI dan PPKI ada tokoh Tionghoa. 962

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

3 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler