x

Calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kota Makassar melihat pengumuman hasil tes ujian di Kantor Balai Kepegawaian Negara, Makassar, 3 November 2014. TEMPO/Fahmi Ali

Iklan

Suhana Lim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gitu Aja Koq Repot!

Mental "kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah."

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Suhana Lim

Mengubah secara fisik kadang tak mudah. Tetapi seberapapun sulitnya merubah fisik masih jauh lebih mudah, ketimbang merombak yang non fisik (wawasan, mental, ide, pengertian, dsb nya). Orde dan pemerintahan silih berganti, perbaikan disana sini sudah kelihatan hasilnya. Walau begitu tetap saja masih banyak yang masih berpola feodal, priyayi, penguasa, aji mumpung. Akibatnya masih banyak hambatan dalam mengurus perijinan dan surat-surat. Itu mengapa Jokowi menekankan pentingnya melakukan Revolusi Mental, pentingnya merubah mental penguasa menjadi pelayan rakyat.

Sudah puluhan tahun yang sebenarnya dan seharusnya melayani rakyat keenakan minta dilayani. Prinsip “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah” sudah mendarah daging dan telah meresap hingga ke tulang sumsum. Makanya perlu usaha keras terus menerus untuk mengeradikasi nya agar attitude “kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit” menjadi hal sehari-hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berlatih dan mempraktekan kungfu masih banyak yang berpola pikir “cerita silat.” Makin banyak jurus, makin njelimet gerakan, dan makin panjang jurus maka makin lihai. Tentu saja ini tidak benar. Semua gerakan dan jurus gunanya untuk sarana kita latihan dan “memasukan” movements kedalam diri agar mendarah daging dan otomatis akan keluar saat diperlukan. Dan tentu saja bertujuan agar tidak bosan berlatih, untuk keperluan grading, buat differentiate antar perguruan dan aliran.

Coba saja amati, saat kita involve in real situation fight, tidak semua gerakan dan jurus bisa kita praktekan. Tetap saja yang banyak kepake ialah the basics seperti tangkisan dan pukulan atau tendangan. Bukan aneka gerakan dan jurus yang complicated dan njelimet serta fancy fancy. Tak heran bagi mereka yang pemahamannya masih berpola “cersil” seringnya membingungkan diri sendiri dan orang lain. Untuk menangkis perlu melakukan aneka movements yang inefisien dan impractical. Pola dan approach “cersil” juga adalah bagian dari mental “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah.”

Pengaplikasian feng shui pun idem ditto. Masih banyak yang bermental “cersil” dan “kalo bisa diperumit kenapa harus dipermudah.” Contoh yang paling sering dan umum ialah masalah tangga. Rumus lima, rumus empat, rumus tiga sering membingungkan. Tapi masih tetap saja diresepkan. Akibatnya para praktisi nya (mulai dari yang abal-abal, oplosan hingga yang beneran) aja bingung, apalagi pemilik rumah atau kliennya.

Fungsi utama tangga ialah untuk sarana menaikkan energi antar lantai. Angka ganjil adalah angka yang (+). Sifat dari pergerakan yang (+) ialah aktif dan ke atas. Mengetahui semua hal-hal penting dan mendasar tadi, maka jelas sekali dan sangat masuk diakal bahwa untuk undakan tangga perlu dalam jumlah angka ganjil.

Sederhana bukan? Gitu Aja Koq Repot! pake aneka rumus yang ribet yang membingungkan dan memusingkan. Inilah contoh masih banyak yang bermental “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah” dalam mengaplikasikan feng shui. Jalan masih panjang buat Revolusi Mental dalam menerapkan kaidah-kaidah feng shui.

Ikuti tulisan menarik Suhana Lim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu