Saat ngobrol ngalor ngidul dengan salah seorang kawan, karyawan Pertamina kemarin, tiba pada cerita tentang gas ukuran 3kg yang seperti hikayat kolor ijo sekarang ini, gampang sekali menghilang dari pasaran. Belum lagi harganya yang bak kembang desa yang dipinang, alias harga yang terkesan jor-joran gak masuk akal.
Padahal harga dari pemerintah hanya Rp. 12.750,- per tabung gasnya. Tapi yang kita temui di pasaran bikin melongo saja, bahkan ada seorang kawan di Karimunjawa bercerita jika di sana dia kesulitan mendapatkan gas ukuran 3kg, sekalinya ada harga yg dipatok tidak tanggung-tanggung, dengan angka Rp.31.000,-
Padahal, tahun ini pun pemerintah menambah anggaran subsidi gas 3kg hingga mencapai angka 5,4jt ton. Dan, menurut sang kawan, selama ini pasokan Pertamina ke agen distributor tidak mengalami penurunan, boleh dibilang stabil bahkan cenderung naik jumlahnya. Tapi anehnya, gas 3kg seolah punya sayap, seringkali menghilang terbang entah kemana.
Kemudian dia pun bercerita tentang upayanya menertibkan para distributor dibawahnya. Agar tidak seenaknya sendiri mematok harga di pasar, dan sengaja mempermainkan keterbatasan barang, hingga seperti yang sudah diperhitungkan dengan prinsip ekonomi, bahwa semakin tinggi kebutuhan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan barang, maka harga cenderung naik drastis.
Tetapi apa daya, sekali dua kali mereka mematuhi, dan selanjutnya,,,begitulah.....
Kemudian obrolan kami berlanjut tentang wacana pemerintah untuk menyalurkan gas lewat jalur pipa dari rumah ke rumah, dengan harapan meminimilisasi mark up harga di tingkat distributor, juga kecurangan lain seperti mengurangi kuota per tabungnya. Dengan cara menyalurkan secara manual dengan selang seadanya, dari tabung gas yang masih berisi penuh, ke tabung gas kosong lainnya. Kecurangan semacam itu bukan saja ngawur, tapi juga berbahaya.
Saya hanya tertawa dan berkata sepertinya untuk saat ini bakalan amat sangat nonsense bisa dilakukan. Bukan apa-apa, kita tahu-lah, seperti apa topografi alam kita, belum lagi kondisi perumahan yang satu dengan yang lainnya. Tidak seteratur di negara-negara Eropa sana. Yang membangun rumahnya cenderung vertikal demi menjaga tata kota, kemudahan akses dan juga warisan ruang hijau untuk anak cucunya kelak.
Daaaannnnn,
belum lagi cerita lawas, tentang kabel listrik pln yang dicuri, pipa pdam yang hilang, juga segambreng fasilitas umum yang seringkali raib dari tempatnya. So, apa kabar jika pipa gas tiba-tiba hilang sekian meter?
Keren kan? hahahahahahaha
Jadi, kemudian salah siapa?
Ah ya, jadi ingat jaman masih sekolah dulu. Para bapak dan ibu guru selalu melarang murid-muridnya untuk mencontek atau berbuat curang saat ujian atau ulangan. Tapi ternyata tetap saja banyak yg mencontek demi mendapatkan kemudahan.
Padahal sebagai pemimpin murid-muridnya mereka sudah melarang, sudah mengajari para murid agar belajar yang baik, bersikap jujur dan sejuta kebaikan lainnya. Tapi hasilnya? Tetap saja zona merah tersebut dilanggar bukan?
* And l did much more time too
Jadi saya pikir memang kembali ke diri masing-masing, kesadaran diri yang sebenar-benarnya. Sayangnya selalu saja masih banyak suara yang berusaha mencari pembenaran, dan menyalahkan orang lain atau keadaan.....
Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.