*Sebuah catatan untuk Hari Autis Sedunia*
Hari ini tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Autis Sedunia. Sedunia lo ya, bukan hanya se-Indonesia. Itu artinya dunia peduli pada penyandang autisme. Peduli pada hak-hak hidup yang mereka butuhkan layaknya manusia seutuhnya. Hak mendapat aneka dasar kebutuhan hidup, seperti kesehatan, pendidikan, juga hak untuk disayangi dan dihormati asasinya.
Namun sayangnya masih begitu banyak perlakuan diskriminatif pada mereka. Hingga di banyak kesempatan, keterbatasan mereka menjadi sasaran empuk pembullyan.
Padahal tahukah anda, memahami lingkungan sekitar dengan aneka polah manusia adalah bagian yang tak mudah dipahami seorang penyandang autisme. Hidup bagi mereka seperti di planet asing, dimana begitu banyak instrumen interaksi yang begitu membingungkan untuk dicerna. Tak hanya sebatas bahasa verbal, tapi juga soal mimik, ekspresi yang semua serba sulit dimengerti, serumit itulah penyandang autisme memahami sebuah interaksi. Hingga kerap mereka nampak seperti mahluk yang buta emosi. Sikap yang nyata dan manipulatif menjadi tak ada bedanya bagi mereka.
Untuk itulah mereka butuh pedulianmu. Salah satu bentuk rasa peduli itu adalah memahami keterbatasan mereka. Tidak mengolok-olok dan menjadikan apa yang mereka sandang sebagai lelucon. Saya katakan demikian, karena faktanya masih banyak orang tak mengerti esensi autisme. Walau kampanye tentang ini sudah cukup lama bergaung di tanah air.
Saya ambil saja sebuah contoh kasus yang belum lama terjadi, masih di awal tahun ini. Sebuah grup band baru yang bernaung dalam label mayor menciptakan sebuah lagu berjudul Autis. Ingin tahu liriknya? Sedikit saya kutip sebagai berikut:
duh senangnya hari ini pertama ku jumpa
duh asiknya hari yang kutunggu telah tiba
namun ternyata semua tak seindah yang kukira
sepanjang hari sama saja ku jalan sendirian
dasar kau autis, dipanggil-panggil tak rungu
dicolek-colek tak kau hiraukan, kau malah asik sendirian
kubanyak bicara sampai mulutku berbusa
namun tetap saja kau begitu, tetap asik sendirian
menyebalkan dirimu sangatlah menyebalkan
membosankan dari pagi siang hingga malam
kau abaikan diriku tak pernah kau hiraukan
dasar kau autis...dst
.
Dari lirik yang terbaca di atas, tampak betapa autisme masih diasosiasikan sebagian orang sebagai bentuk prilaku berkonotasi negatif. Padahal mendeteksi penyandangnya saja butuh datang ke ahlinya dengan observasi mendalam lho. Tak sembarang orang bisa dilabeli autis. Hal diatas hanya satu contoh dari sekian banyak kasus joke dengan kata autis yang berseliweran di medsos. Masih banyak orang yang bisa dengan entengnya mengolok dan memaki seseorang dengan kata autis. Boleh jadi semua itu karena keawaman. Untuk itulah saya menuliskannya di sini.
Sungguh, tak ada yang perlu dipersoalkan dari penyandang autisme. Karena senyatanya mereka sama dengan kita. Mereka juga adalah mahluk ciptaanNya. Murni kreasiNya. Produk gagal? Tentu saja tidak. Maha Besar Allah yang Maha Sempurna dalam mencipta. Bila kita mau sedikit saja membuka mata dan hati, semua yang tampak kurang di mata manusia sebagaimana yang disandang seorang autisme sejatinya adalah pelengkap bagi mereka yang dilahirkan sempurna fisik dan jasadnya. Adanya mereka membuat kita mengerti makna bersyukur. Hadirnya menjadi sebentuk wujud kuasa Tuhan. Mereka satu di antara seribu. Itulah mengapa mereka disebut istimewa. Bahkan, surga pun dekat dengan mereka. Jadi, masihkah anda tak peduli?
Ayo bantu ciptakan dunia yang lebih ramah bagi mereka penyandang autisme. Stop menjadikan kata autis sebagai lelucon. Bila itu masih terjadi disekelilingmu, kampanyekan ini untuk mencegahnya.
SELAMAT HARI AUTIS SEDUNIA
SHARE YOUR CARE
sumber gambar di sini
Ikuti tulisan menarik Aulia Gurdi lainnya di sini.