x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hilangnya Imajinasi

Berpikir secara tidak linier, non-ekstrapolatif, agak-agak liar, yang dipenuhi imajinasi dan rasa ingin tahu tentang berbagai kemungkinan niscaya dapat membukakan kita terhadap horison luas jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“We are trying to prove ourselves wrong as quickly as possible, because only in that way can we find progress.”

--Richard P. Feynman (Fisikawan, 1918-1988)

 

Salah satu kepiawaian fisikawan Richard Feynman ialah memberi tafsir baru terhadap teori-teori fisika, salah satunya mekanika kuantum. Feynman, fisikawan dengan selera humor yang mencengangkan, menawarkan pendekatan yang disebut ‘sum-over-histories’ atau ‘sum-over-paths’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya tidak bermaksud membicarakan lebih jauh pendekatan Feynman perihal topik yang pelik ini, kecuali meminjam gagasannya bahwa “sebuah partikel dapat menempuh perjalanan di antara dua titik dengan kemungkinan yang tidak terbatas”.

Dongeng sederhananya kira-kira begini: jika Anda meninggalkan Jakarta menuju Surabaya, terdapat banyak jalan yang dapat Anda tempuh. Banyak sekali variasinya. Anda bisa melewati Cirebon, Tegal, Semarang, Lamongan; atau melalui Bandung, Tasikmalaya, Banjar, Yogyakarta, Solo, Madiun. Bisa pula lewat kota-kota lain. Meskipun, pada akhirnya kita hanya melewati satu jalan pada satu waktu [dongeng aslinya tak berhenti di sini].

Pendekatan sum-over-histories mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan yang sama, terdapat beragam jalan. Kebenaran pernyataan ini kerap kita abaikan dalam hidup sehari-hari dengan cenderung memilih pendekatan ekstrapolatif: “apabila begini, pasti begitu”. Kita sering beranggapan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai suatu tujuan.

Sayangnya, dunia bergerak tidak seperti itu. Perubahan keadaan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dalam rupa apa saja. Bila kita berpikir ekstrapolatif, horison pandangan kita akan serba terbatas. Kita kehilangan kesempatan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan lain, yang boleh jadi lebih berharga dan lebih menantang untuk dijalani.

Berpikir secara tidak linier, non-ekstrapolatif, agak-agak liar, yang dipenuhi imajinasi dan rasa ingin tahu tentang berbagai kemungkinan niscaya dapat membukakan kita terhadap horison luas jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan.

Teori Relativitas Umum, yang ditemukan Albert Einstein dan tahun ini diperingati seratus tahun penemuannya, sebagai misal, lahir dari keliaran imajinasi dan rasa ingin tahu Einstein yang luar biasa. Ia membawa keluar para fisikawan pada zamannya, dan sesudahnya, dari kungkungan pendekatan Isaac Newton. Ia membukakan kita pada cakrawala baru dalam memandang dan memahami alam semesta melalui pendekatan empat dimensi ruang-waktu.

Bahkan, perjalanan penemuan Teori Relativitas Umum ini boleh dibilang agak menyimpang dari sum-over-histories, dalam arti titik tujuannya belum ditetapkan. Penemuan teori yang mengguncang jagat sains awal abad ke-20 adalah buah penjelajahan pikiran yang penuh ketidakterdugaan. Einstein sekalipun mungkin tidak menyangka bahwa eksperimen pikirannya, yang bermula dari titik keraguannya terhadap hukum Newton, akan mengantarkannya pada titik Relativitas Umum. Einstein mungkin sudah menduga akan tiba pada sesuatu yang berbeda dari Newton, tapi di saat awal ia belum tahu pasti seperti apa sesuatu itu.

Situasi serupa niscaya dapat kita jumpai pada pikiran-pikiran inovatif di berbagai lapangan: politik, hukum, sosial, bisnis, bahasa, dan banyak lagi. Gagasan unik yang lahir dari linguis Noam Chomsky dengan teori hierarki bahasanya, Soekarno dengan Pancasilanya, Einstein dengan relativitasnya, maupun Wallace dengan evolusinya adalah buah pikir yang menyimpang dari tradisi, yang menyempal dari garis ekstrapolasi.

Untuk sanggup melalui jalan-jalan yang mungkin (seperti ditafsirkan oleh Feynman) untuk mencapai suatu titik, maka merengkuh kembali kemampuan imajinatif menjadi amat diperlukan. Masa depan adalah ihwal imajinasi, bukan sekedar meneruskan apa yang sudah lampau. Dan inilah salah satu dimensi yang hilang dari kehidupan kita sebagai masyarakat dikarenakan kejumudan pikiran kebanyakan orang yang menganggap dirinya pemimpin. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB