x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Sepelekan Pengalaman Pelanggan

Pengalaman pelanggan sangat penting untuk dipikirkan sebelum sebuah produk atau jasa diluncurkan. Begitu pelanggan punya kesan buruk dari pengalaman menggunakan produk atau jasa itu, tidak akan mudah untuk meyakinkan mereka agar kembali memakainya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Betapapun mahal secangkir kopi lantaran mereknya sudah terkenal, seorang pelanggan mungkin saja akan enggan kembali ke kedai itu apabila ada seekor lalat tenggelam di dalam cairan kopi. Pelanggan akan bertanya-tanya: bagaimana seekor lalat bisa masuk ke dalam cangkir kopi? Apakah baristanya tidak waspada? Apakah ada yang salah pada prosedur kontrol kualitasnya? 

Pertanyaan itu mungkin saja terpikirkan, tapi reaksi yang bersifat spontan dan emosional akan lebih cepat muncul. Racikan kopi yang terasa enak, aroma keharumannya yang menyita indra penciuman, maupun kehangatannya yang menggoda segera saja lenyap di mata konsumen, kalah oleh reaksi emosionalnya. Inilah aspek feel, salah satu unsur dalam pendekatan ‘pengalaman pelanggan’ yang dikembangkan Bernd Schmidtt, guru besar Columbia Business School.

Pengalaman memang tidak lepas atau malah didominasi oleh unsur emosional pelanggan. Pelanggan akan mengingat betul pengalamannya dalam menggunakan suatu produk atau jasa. Betapapun bagus suatu produk, jika pengalaman tak menyenangkan dialami oleh pengguna, maka pengalaman ini akan diingat sebagai kelemahan yang menggerogoti persepsi terhadap mutu produk itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mendiang Steve Jobs menyadari betul bahwa produknya juga bisa ditinggalkan konsumen bila mereka merasakan pengalaman buruk saat menggunakannya. Karena itu, Jobs sangat memperhatikan dengan cermat bagaimana konsumen akan memakai produknya. Ketika pada tahun 1984, Apple memperkenalkan tetikus (mouse)—sebuah alat yang tak lazim karena orang waktu itu sudah akrab dengan papan ketik (keyboard)—Jobs meminta agar mouse itu dikemas secara terpisah dari komputernya, Macintosh.

Melalui buku panduan, Apple membimbing pengguna untuk dapat mengambil mouse itu dari kemasannya dan memasangnya sendiri. Baru kemudian, mereka bisa menggunakannya. Inilah unsur think dalam pendekatan ‘pengalaman pelanggan’ yang dimaksudkan untuk melibatkan pelanggan secara kognitif.

Dengan cara itulah, Apple “memaksa” pelanggan untuk mengurangi ketidaktahuan mereka dalam memakai teknologi baru atau teknologi yang masih asing bagi kebanyakan mereka. Pelanggan diajak mengenal bagaimana teknologi yang mereka gunakan bekerja. Ini mengurangi perasaan asing, bahkan kemudian menimbulkan keakraban antara pelanggan dan teknologi yang mereka gunakan. Dengan adanya unsur act ini, pengalaman pelanggan dalam menggunakan produk tersebut akan berkembang menjadi kebiasaan (habit) yang selalu dilakukan.

Cara mengemas produk juga menjadi bagian penting dari pengalaman pengguna. Kesukaran dalam membuka kemasan, misalnya, dapat menorehkan ingatan yang kurang menyenangkan. Kerumitan dalam merangkai bagian-bagian produk juga berpengaruh negative—persepsi “Ribet amat sih masangnya!” dapat melekat di benak pelanggan.  Membayangkan bagaimana pengguna dapat dengan mudah memakai suatu produk merupakan bagian pelik yang dihadapi perancang teknologi maupun perancang desain produknya.

Jobs mewariskan sesuatu yang berharga, yakni kesederhanaan (simplicity), yang memudahkan pelanggan dalam menggunakan produknya. Ketika iPad diluncurkan pertama kali, banyak orang meramalkan iPad bakal gagal sebab tidak memiliki fitur yang kritikal bagi keberhasilan sebuah iPad, seperti file system, kamera, atau pun USB port. Nyatanya, iPad terjual 25 juta buah. Kemudahan dalam memakai merupakan bagian dari pengalaman pelanggan yang amat bernilai bagi keberhasilan suatu produk di pasar.

Pendekatan ‘pengalaman pelanggan; terus digunakan oleh Apple di bawah kepemimpinan Jobs. Boleh dibilang, pendekatan ini pula yang membuat para pemakai Macintosh bisa demikian fanatik terhadap produk buatan Apple. Yang membuat mereka tergila-gila pada produk Apple ini bukan hanya fitur yang tersedia di dalamnya, pengalaman dalam menggunakannya (termasuk kesan atau impesi menyeluruh, yang disebut unsur sense dalam pendekatan Brendt Schmidtt), tapi juga bagaimana produk itu membuat pelanggan merasa jadi bagian dari komunitas tertentu yang menggunakan produk serupa—inilah unsur relate yang menimbulkan emosi keterikatan dengan kelompok tertentu.

Pengalaman pelanggan, karena itu, menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dipikirkan sebelum sebuah produk atau jasa diluncurkan. Sebab, begitu pelanggan punya kesan buruk dari pengalaman menggunakan produk atau jasa itu, tidak akan mudah untuk meyakinkan mereka agar kembali menggunakannya. Keputusan pembelian seringkali begitu emosional. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB