x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sebagai Pemimpin, Beranikah Anda Mengakui Kesalahan?

Sebagai pemimpin, mengakui kesalahan merupakan peluang bagi Anda untuk belajar dan tumbuh lebih kuat. Mengakui kesalahan dengan cara yang tepat menjadikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“A man must be big enough to admit his mistakes, smart enough to profit from them, and strong enough to correct them.”

--John Maxwell (Penulis isu kepemimpinan, 1947-..)

 

Apabila melakukan kesalahan, cara termudah bagi pemimpin agar lolos dari kritik ialah menimpakan kesalahan kepada orang lain. Dalam situasi seperti ini, yang paling apes pada umumnya adalah anak buah. ‘Kehormatan’ pemimpin harus dijaga jangan sampai ternoda, sehingga anak buahlah yang mesti menanggungkan. Bahkan, bilamana perlu, anak buah harus bersedia dikorbankan—misalnya, dicopot dari jabatannya.

Mengakui kesalahan sesungguhnya merupakan bagian dari akuntabilitas seorang pemimpin, baik kepada orang-orang di lingkungannya maupun kepada publik, terutama bila ia menempati posisi yang terkait dengan urusan publik. Bila ia seorang direktur utama atau CEO, mengakui kesalahan juga bagian dari akuntabilitasnya, baik kepada karyawan yang ia pimpin maupun kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. “Maaf, saya salah mengambil keputusan,” misalnya.

Langkah semacam itu memang tidak mudah bagi kebanyakan pemimpin. “Bagaimana pandangan karyawan (atau publik) jika saya mengaku salah?” Di samping perkara gengsi, terdapat sejumlah soal lain yang mungkin menghalangi seorang pemimpin untuk mengakui kesalahan secara terbuka. Di antaranya konsekuensi dari pengakuan ini—misalnya, harus mundur dari jabatan yang ia duduki. Bahkan mungkin lebih dari itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang perlu disadari oleh para pemimpin, kata Jim Whitehurst, CEO Redhat, ialah bahwa apabila Anda berbuat salah, Anda harus berani mengakuinya. “Menjadi pemimpin tidak berarti Anda selalu benar atau Anda tidak pernah salah,” kata Jim. Kesalahan itu manusiawi dan lumrah. Atau seperti kata John Maxwell, “Pemimpin sejati adalah ia yang cukup rendah hati untuk mengakui kesalahannya.”

Di sisi lain, tindakan mengakui kekeliruan merupakan salah satu bentuk akuntabilitas. Dan kesediaan untuk menjelaskan, bahkan sebelum diminta, dapat memulihkan kepercayaan orang-orang sekitar (maupun publik) kepada Anda. Rasa hormat orang lain terhadap Anda tidak akan hilang karena Anda mengakui telah berbuat kekeliruan. Sebaliknya, penghargaan orang lain justru akan turun jika Anda sebagai pemimpin menimpakan kesalahan kepada anak buah.

Manakah yang lebih Anda percayai: orang yang menolak untuk mengakui telah melakukan kesalahan atau orang yang berani mengakui kekeliruannya dan berusaha memperbaikinya—sekaligus ini merupakan cara melibatkan (engage) karyawan dan anak buah. Sebagai pemimpin, Anda dapat mengatakan, “Saya telah salah mengambil keputusan kemarin. Itu tidak disengaja. Sekarang, saya berharap kepada Anda semua dapat membantu saya memperbaikinya.”

Meminta maaf atas kesalahan membutuhkan keberanian. Mungkin tidak nyaman mengakui kesalahan atau mengakui bahwa kita telah melakukan sesuatu yang menyebabkan ketidaknyamanan. Namun, bila kita meminta maaf secara jujur, tidak defensif, maupun berdalih, orang pada umumnya akan menghargai. Mereka akan merasakan kejujuran dan keberanian Anda. Dan ini inspiratif.

Dalam tulisannya di Forbes, “Creative Leadership: Humility and Being Wrong”, Doug Guthrie dan Sudhir Venkatesh menyebutkan bahwa kita kerap diajar bahwa para pemimpin harus menyembunyikan kelemahan dan kesalahan. Pandangan ini, kata Guthrie dan Venkatesh, keliru. “Mengakui bahwa Anda salah,” kata mereka, “bukan hanya bagus tapi juga bisa menjadi alat yang powerful bagi para pemimpin—untuk meningkatkan legitimasi dan, jika dipraktikkan secara teratur, dapat membantu membangun budaya yang benar-benar meningkatkan solidaritas, inovasi, keterbukaan terhadap perubahan, dan banyak lagi gambaran positif kehidupan organisasi.”

Menjadi penting untuk menyampaikan alasan-alasan mengapa Anda melakukan sesuatu atau mengambil keputusan tertentu, dan bukan yang lain. Anda dapat berharap bahwa mereka akan memahami keputusan yang Anda ambil. Bila Anda bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana Anda sampai kepada keputusan tertentu, orang akan cenderung mau memahami dan lebih menghargai ketimbang jika Anda berdalih atau mengemukakan alasan yang bersifat defensif.

Sebagai pemimpin, mengakui kesalahan merupakan peluang bagi Anda untuk belajar dan tumbuh lebih kuat. Mengakui kesalahan dengan cara yang tepat menjadikan organisasi, perusahaan, maupun pemerintahan Anda lebih kuat. Karyawan, anak buah, maupun bawahan Anda akan semakin nyaman dan tidak cemas menghadapi kegagalan. “Mengakui bahwa Anda salah adalah tanda kekuatan,” kata Guy Winch, penulis buku Emotional First Aid. “Untuk melakukannya dengan benar, dibutuhkan karakter dan kepemimpinan.” (sumber ilustrasi: under30ceo.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler