x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kreativitas Dahlan Iskan Membentur Dinding?

Apa yang dialami Dahlan Iskan sangat mungkin ditanggapi oleh para petinggi BUMN dengan kehatian-hatian ekstra dalam membuat terobosan yang inovatif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Usai menjadi menteri, Dahlan Iskan sebenarnya dapat menikmati hidup dengan lebih tenang dari beragam kesibukan. Sebagai orang kaya, ia dapat memilih kegiatan yang ia sukai setelah melepas jabatan publik. Tapi, jalan hidup ternyata berubah ketika Kejaksaan menetapkannya sebagai tersangka dalam urusan pembangunan gardu listrik PLN.

Selama ini, Dahlan Iskan dikenal masyarakat sebagai orang yang tidak memperkaya diri dari jabatan publik yang ia emban. Banyak orang heran, masak sih Pak Dahlan korupsi? Perlu pembuktian, sebab Kejaksaan sudah menetapkan Dahlan sebagai tersangka. Belum tentu Dahlan bersalah, dan belum tentu pula ia tidak bersalah. Proses peradilan yang jujur dan adil, dengan pemahaman masalah yang menyeluruh, seyogyanya dapat sampai kepada kesimpulan yang semestinya.

Di luar soal legal itu (dan rumor politik yang berembus), ada isu lain yang layak didiskusikan, yakni upaya Dahlan dalam membawa semangat entrepreneurship ke dalam Badan Usaha Milik Negara. Sebagai orang yang malang-melintang di dunia swasta, Dahlan sudah kenyang makan asam garam. Ia sukses membesarkan Jawa Pos Group. Karena itu ia ditarik untuk membenahi PLN—BUMN yang sangat penting perannya dalam menjaga kelangsungan ketersediaan listrik bagi negeri ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai orang swasta, Dahlan sangat mungkin terbiasa membawa kebiasaan lamanya: membuat berbagai terobosan. Inovasi memang diyakini sebagai cara perusahaan untuk unggul dalam kompetisi. Untuk meraih konsumen di tengah persaingan pasar yang ketat diperlukan cara-cara manajerial yang tidak konvensional dan adaptif terhadap perubahan yang berlangsung cepat. Dan langkah ini berlaku dari hulu hingga hilir: menemukan pemasok yang tepat, memangkas rantai pengambilan keputusan, mempercepat eksekusi, hingga membuat jasa dan produk yang unik dan berbeda dari yang lain, hingga menetapkan tarif atau harga.

Ketika dicemplungkan ke dalam PLN, boleh jadi Dahlan tidak sabar menghadapi berbagai aturan yang merintangi gerak cepat manajerial yang ia coba terapkan di PLN. Ia mungkin berusaha memecahkan persoalan lambatnya ketersediaan pasokan listrik yang dibutuhkan masyarakat, baik rumah tangga, industri, maupun kebutuhan sosial dengan cara-cara baru.

Jika kemudian prosesnya dilihat dari kacamata prosedur birokrasi, mungkin saja terlihat melanggar aturan. Atau bisa saja, langkah terobosan Dahlan dimanfaatkan oleh orang-orang yang mencoba mengambil keuntungan secara tak wajar. Mumpung ada celah yang luput dari pengawasan atau dapat disiasati. Artinya, dari sisi iktikad atau niat, Dahlan mungkin saja tidak punya motif untuk mengambil uang negara atau sengaja merugikan negara—dan ini harus dibuktikan karena ia telanjur ditetapkan sebagai tersangka.

Perbedaan kultur manajerial antara swasta dan BUMN ini boleh jadi yang menyebabkan banyak orang swasta yang diterjunkan ke dalam perusahaan negara tidak sepenuhnya sukses. Langkah inovatif dan kreatif mereka terbentur oleh aturan dan cara kerja birokrasi. Mereka mungkin juga dibayang-bayangi oleh kekhawatiran bahwa upaya memangkas rantai proses atau menempuh langkah inovatif lain kemudian dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan.

Bila di lingkungan swasta, langkah terobosan yang memajukan perusahaan akan diapresiasi oleh shareholder dan stakeholder. Di lingkungan perusahaan negara yang masih terkait erat dengan birokrasi pemerintahan, langkah serupa dapat berhadapan dengan batu sandungan atau dinding yang tebal. Lingkungan yang kaku, hirarkis, dan birokratis seyogyanya diubah agar BUMN adaptif terhadap perubahan dan mampu berkompetisi dengan swasta.

Apa yang dialami Dahlan Iskan sangat mungkin ditanggapi oleh para petinggi BUMN dengan kehatian-hatian ekstra dalam membuat terobosan yang inovatif. Sebab, pengambilan keputusan yang menurut para direksi benar sebagai upaya meningkatkan kinerja perusahaan bisa saja dianggap sebaliknya oleh pihak lain.

Bila bayang-bayang bui semakin menghantui mereka, menjadi tidak mudah untuk mereformasi budaya kerja di lingkungan BUMN. Padahal, perbedaan antara perusahaan swasta dan BUMN hanya pada kepemilikan, sedangkan prinsip-prinsip manajerial dan inovasi yang digunakan seharusnya sama. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu