x

Sejumlah peserta melakukan protes dan adu argumen saat pembahasan Tata Tertib Muktamar NU ke 33 di Alun-alun Jombang, Jawa Timur, Minggu malam, 2 Agustus 2015. ANTARA/Zabur Karuru

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengapa Mereka Berebut Kursi Ketua PBNU?

Sampai kini, setidaknya sudah ada tiga calon yang siap memperebutkan posisi Ketua Tanfidziyah PBNU di Muktamar NU ke-33 di Jombang, 1-5 Agustus 2015.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perebutan posisi Ketua dalam organisasi apapun tentu merupakan peristiwa yang wajar-wajar saja. Tak ada yang istimewa. Tetapi, menjadi istimewa manakala perebutan sengit itu terjadi di organisasi NU, yang selama ini dikenal sebagai organisasinya para santri. Bahkan Said Aqil Siroj, Ketua Tanfidziyah PBNU dalam pidato iftitahnya menyatakan NU tak bisa dipisahkan dari pesantren.

Pertanyaannya apa kepentingan orang memerebutkan posisi Ketua Tanfidziyah PBNU? Setidaknya ada tiga nama yang siap dicalonkan menjadi Ketua. Sebagiannya menyatakan telah mendapatkan dukungan peserta Muktamar. Selain petahana, Said Aqil Siradj, muncul nama As'ad Ali Said dan Salahuddin Wahid.

Ketiga nama itu tentu bukan nama baru di organisasi NU. Mereka sudah lama berkiprah dalam pengembangan NU. Secara generik hampir tak ada perbedaan serius siapa pun dari ketiganya yang akan memimpin untuk lima tahun ke depan, dari sisi ideologis dan loyalitas terhadap NU.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perbedaannya, tentu saja pada kepentingan yang melatari mereka sehingga hendak menjadi ketua. Sebab, jika tanpa kepentingan tak mungkin mereka memproklamirkan diri telah mendapat dukungan. Di sinilah, tak ada kelirunya manakala orang menyebut pemilihan ketua sarat dengan kepentingan politik. Mungkin bukan politik praktis dalam ranah kekuasaan operasional, tetapi politik kekuasaan dalam ranah kebijakan, memengaruhi keputusan-keputusan strategis dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan.

Kuatnya pengaruh NU sebagai organisasi Islam terbesar di negeri ini, Ketua PBNU akan memiliki posisi sosial yang tinggi, bahkan sering kali mengalahkan pengaruh Rais Am. Posisi inilah tampaknya yang mendorong orang memerebutkan posisi ketua.

Memilih Siapa?

Bagi para peserta Muktamar yang akan menggunakan suara dalam pemilihan ketua PBNU harus mencoba mendapatkan informasi detail mengenai motivasi yang bergandeng renteng dengan kepentingan posisi sosial ini. Sebab, kepentingan posisi sosial ini yang akan mengarahkan gagasan yang akan dikembangkan selama memegang posisi ketua.

Membaca kembali kiprah dan berbagai gagasan yang selama ini dilontarkan, kedekatan mereka dengan tokoh-tokoh politik nasional, menjadi informasi penting diketahui para peserta Muktamar. Informasi ini setidaknya bisa menjadi petunjuk awal akan dibawa ke mana NU di masa lima tahun mendatang.

Terlepas dari semua informasi yang ada, para pemilih harus dengan tegas memilih Ketua PBNU yang bisa menjamin independensi NU dengan partai politik, termasuk dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai yang dilahirkan NU. Selain itu, pilihlah Ketua PBNU yang akan berani bertindak tegas menegakkan aturan organisasi, dengan meminta orang-orang yang merangkap jabatan NU dan partai politik untuk memilih salah satunya.

Dengan cara inilah NU ke depan akan benar-benar berkembang dan mampu meneguhkan NU sebagai jama'ah dan NU sebagai Jam'iyah.***

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB