x

Iklan

Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ba'da

Wujud iman bukan unjuk kesanggupan ibadah tapi kesediaan taat persis takaran hanya demi Tuhan. Mari istiqomah, mari tekun memenangkan kemurnian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Syawal bulan mulia karena manusia-manusia bersih berlomba saling memaafkan. Dhulqa’idah bulan perdamaian tidak boleh ada perpecahan. Dhulhijjah bulan ziarah ketika manusia berkumpul beribadah sambil mengenang perjuangan-perjuangan agung silam. Muharram bulan terlarang segala keburukan apalagi peperangan, dulu menandai awal kaum beriman memulai kehidupan baru meninggalkan mereka yang memusuhi dan mengancam. Shaffar bulan pengosongan pundi kumpulan harta negara yang terkumpul dari rakyat.

Rabbi’ul Awal dan Rabbi’ul Akhir bulan dimulai dan berakhirnya musim semi. Jumadil ‘Ula dan Jumadil Tsaniyah bulan mulai dan berakhirnya musim kering. Rajab bulan kekhidmatan waktu manusia memperbanyak ibadah demi Tuhan khususnya puasa. Sya’ban bulan berhamburan ketika suku-suku Arab, dulu, bertebaran jauh dari rumah mencari air, sumber kehidupan.

Kemudian Ramadhan, bulan pembakaran atau peleburan. Dari dua belas dalam setahun penaggalan Islam, Ramadhan menjadi masa perjuangan kaum beriman membakar dosa-dosa. Ini bulan pembersihan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Umat, yang meyakini Tuhan, menunaikan puasa sepanjang Ramadhan. Dalam Al Quran, puasa ditulis shawm berarti menahan, berpantang, menjauhkan diri, menjaga, serupa abstain dalam Bahasa Inggris, sehingga inti ibadah adalah menahan diri, kesimpulan saya. Muslim menjalani puasa dengan tidak makan tidak minum dari terbit fajar sampai tenggelam matahari, atau kurang lebih dua belas jam perhari di banyak waktu, terutama dan yang wajib sebulan saat Ramadhan.

Disamping tidak makan tidak minum, yang menjadi ukuran sah tidaknya puasa, ada tuntunan lain mengiringi ibadah rahasia ini, seperti mentakjilkan makan-minum ketika matahari tenggelam dan makan minum menjelang fajar. Masih ajaran abstain menurut saya, karena menyegerakan berbuka dan mengakhirkan makan sahur berarti manusia sadar memiliki kemampuan terbatas, sekaligus pengakuan hanya Tuhan Maha Perkasa, yang diwujudkan dengan ibadah sesuai takaran. Wujud iman bukan unjuk kesanggupan ibadah tapi kesediaan taat persis takaran hanya demi Tuhan.

Puasa, yang rahasia, ujungnya bahasa pengendalian diri karena tiap pribadi saja sanggup menyatakan ia tengah berpuasa atau tidak. Justru karena rahasia tiap individu dengan Tuhan, maka puasa Ramadhan diwajibkan sekedar kepada yang beriman. Kaum, yang sungguh percaya Tuhan ada dan mempersembahkan tiap detak hidupnya demi Tuhan, akan sanggup berpuasa. Tuhanpun menjanjikan limpahan pahala besar yang Ia rahasiakan sebagai ganjaran, disamping banyak kebaikan pasti didapat sesuai kalam, juga sejalan nalar. Pengetahuan membuktikan puasa memberi masa organ-organ pencernaan tidak bekerja berat, puasa menenangkan jiwa, puasa mendongkrak kekebalan, dan sebagainya.

Fungsi keluar, shawm banyak tentang kepedulian. Puasa mengajari kita paham perihnya manusia lain dalam kesempitan, menjaga perbuatan agar tidak menyempitkan kehidupan sesama, lalu bertindak mempermudah orang lain keluar dari kesempitannya. Maka, ibadah puasa lengkap tuntunan sikap sederhana, seperti berbuka dengan beberapa teguk air dan makan secukupnya saja, juga kewajiban berbagi makanan utama sehari-hari, ada dalam zakat fitrah.

Seusai berjuang menahan diri, manusia akan kembali pada keaslian yang suci, yang sering dirayakan kaum beriman sebagai kemenangan. Kemenangan melawan diri sendiri sebenarnya, menurut saya, karena pertempuran terdahsyat adalah pertarungan baik-buruk di tiap jiwa. Pilihan saja memenangkan salah satunya yang perlu keyakinan tegas dimana berpijak.

Perang akbar berbuah pasti kemenangan pada bulan pembakaran, selama umat bersungguh-sungguh mengamalkan tuntunan. Ini kolosal ditunaikan serempak sedunia. Kesungguhan manusia beribadah menurunkan banyak keagungan ‘dari langit’, banyak berkah, pertolongan, ampunan, rahmad, hingga terkabulnya doa-doa, menjadikan Ramadhan demikian mulia sekaligus demikian dirindukan. Sebelas bulan selain Ramadhan perang lebih berat karena tanpa keharusan, tanpa suasana, dan tanpa janji pasti menang, yang akhirnya memunculkan kebiasaan-kebiasaan menjaga semangat. 

Jawa misalnya, setahu saya, biasa merubah nama Idul Fitri, atau hari perayaan kemenangan dengan sebutan Bada. Bada dari ba’da Bahasa Arab yang berarti seusai, setelah. Mungkin ini cara Jawa memberi peringatan umat mempertahankan semangat ibadah seperti ditunaikan sebelum tiap perayaan. Tantangan sebelas bulan usai Ramadhan lebih berat sehingga Ba’da seperti seruan bersiap meneruskan semangat amalan-amalan hanya demi Tuhan.

Kebiasaan Jawa panjang mempertegas akan ada pertarungan lebih hebat seusai Ramadhan karena tidak berhenti di Ba’da, masih ada puasa Syawal dan Ba’da Kupat. Benar ada tuntunan berpuasa 6 hari sepanjang Syawal, yang boleh dikerjakan boleh tidak, tanpa ketetapan waktu pelaksanaan, atau sebenarnya bisa kapan saja sepanjang Syawal. Tapi, kebiasaan Jawa, meneladani Muhammad Rasulullah SAW, merapatkan 6 hari berturut-turut tepat selepas hari Ba’da sendiri, diikuti Ba’da Kupat tiap 8 Syawal.

Ba’da Kupat identik laku papat atau empat perbuatan bersama empat semangat selama Syawal meliputi lebaran, leburan, laburan, dan luberan. Lebaran atau bubaran maksudnya penanda usai atau penegas bahwa tiap perjuangan akan tunai pada masanya. Leburan berarti saling memaafkan atau tuntunan menyempurnakan kemenangan dengan menghapus dosa sesama manusia. Laburan artinya memutihkan atau menjaga jiwa yang diizinkan Tuhan kembali suci tetap suci. Luberan ajakan berbagi sebanyak mungkin hingga muncul kebiasaan berbagi ketupat dan lauk-pauk.

Luberan sekaligus berarti pemerataan. Maknanya manusia tidak bisa sekedar menjadi kuat atau memperkuat diri sendiri. Ada tanggung jawab membagi segala kuat yang ada padanya, yang hakikinya sekedar garis dan titipan Tuhan.

Dulu sekali, luberan diikuti kebiasaan menggantung sebagian ketupat, satu atau dua, di pintu paling depan. Ini penanda si tuan rumah telah mendapat hantaran ketupat. Artinya, silahkan ketupat dan lauk pauk diantarkan kepada keluarga lain atau rumah lain yang belum mendapat bagian, agar beberapa hari dalam waktu itu seluruh penduduk suatu kampung tak ada yang kekurangan makanan karena telah saling berbagi ketupat. Mereka dengan kemampuan harta lebih, biasanya, akan lebih banyak membagi ketupat, sementara keluarga-keluarga kurang mampu memasak seadanya dan mendapat hantaran.

Luberan dari laku papat adalah tuntunan menjaga ikatan dan berbagi versi Jawa. Hidup bermasyarakat adalah kebersamaan, bukan sekedar kedekatan jarak. Ada tanggung jawab saling, saling mengingatkan kebenaran, saling menjaga kebaikan, saling berbagi rezeki dari Tuhan. Kapan dan apapun bentuk, saya pikir, tujuan ibadah itu yang perlu karena segala sesuatu tergantung niat, termasuk hari ini dalam sebelas bulan peperangan lebih keras yang dihadapi umat.

Sambil meneguhkan tuntunan asli menahan diri sepanjang hidup di dunia dan mempersembahkan segala hanya demi Tuhan, mari istiqomah, mari tekun memenangkan kemurnian tiap pertarungan. Masih di bulan mulia, selamat Idul Fitri muslim sedunia, selamat berjuang menjaga kesucian.

Ikuti tulisan menarik Wulung Dian Pertiwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu