x

Seorang mahasiswa dengan kostum kondom berkampanye peduli AIDS di jalan Raya Nginden, Surabaya, Jatim, 1 Desember 2014. Kampanye untuk memperingati Hari AIDS Se-dunia oleh Mahasiswa ini untuk membangun kesadaran dan edukasi pada masyarakat agar pedul

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

[Indonesiana] Membebaskan Indonesia dari HIV

Indonesia masih menjadi negara dengan kasus HIV tertinggi di ASEAN. Setiap tahunnya, lebih dari 20.000 kasus baru ditemukan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus HIV dan AIDS di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2012 dilaporkan penambahan infeksi sebesar 21.511 orang dan pada tahun 2013 bertambah sebanyak 29.037 orang. Sejak Januari-September 2014 terjadi penambahan kasus HIV sebanyak 22,869 orang dan status AIDS sebanyak 1.876 kasus. Data terakhir sampai September 2014, terdapat 150,296 HIV, 55,799 kasus AIDS, dan 9,796 orang meninggal dunia karena infeksi oportunis.

Sampai saat ini, mereka yang terinfeksi HIV belum bisa mendapatkan obat untuk menghilangkan virus dari darah putih, kecuali ARV yang dikonsumsi untuk mencegah perkembangan virusnya. ARV harus dikonsumsi selama hidup, agar virus tak bisa berkembang menggerogoti kekebalan tubuh seseorang. Selain itu, mereka yang terinfeksi HIV harus menjaga kesehatan dengan mengonsumsi cukup gizi, sehingga tak mudah terserang penyakit lain (infeksi oportunis).

Perjuangan mereka yang terinfeksi HIV tak hanya soal kesetiaan meminum obat dan menjaga kesehatan secara ketat, melainkan juga menghadapi diskriminasi dan pengucilan sosial. Situasinya semakin berat, manakala mereka berada pada usia anak-anak. Tak jarang sendiri sekolah menolak mereka turut belajar. Bahkan dalam riset yanh dilakukan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Provinsi Jawa Tengah, seorang anak ditolak masuk sekolah karena orangtuanya diketahui terinfeksi HIV.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Situasi sosial yang tak menguntungkan bagi mereka yang terinfeksi inilah yang memicu orang-orang terinfeksi HIV enggan membuka diri mengenai statusnya. Mereka merahasiakannya kecuali kepada keluarga terdekat, konselor, pendamping sebaya dan dokter yang merawatnya.

KDS

Di tengah-tengah perjuangan mempertahankan hidup inilah, lahir Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang mendedikasikan diri menjadi teman bagi mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS. Anggota-anggota KDS selalu hadir saat dibutuhkan, dan selalu mengingatkan orang-orang yang terinfeksi HIV dan AIDS untuk mengonsumsi obat dan merawat kesehatannya.

"Mereka relawan sejati dan mengabdi pada kemanusiaan tanpa lelah," kata Novianto, konselor VCT (Voluntary Counseling and Test) PKBI DIY.

Novianto mengatakan kegiatan KDS tak hanya soal obat dan kesehatan, mereka juga menjadi teman curhat ketika teman-teman yang terinfeksi mengalami masalah, sampai ketika mereka seakan putus asa dalam menjalani hidup. "Sayangnya, KDS belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah," katanya.

KDS, selain memberikan pendampingan secara individu, mereka juga mengadakan kegiatan open meeting dan close meeting. Open meeting merupakan forum terbuka yang bisa diikuti oleh masyarakat umum bersama orang-orang yang terinfeksi HIV. Mereka kelompok yang sudah berani membuka status HIV dalam dirinya ke publik.

Close meeting merupakan forum pertemuan terbatas yang hanya bisa diikuti oleh mereka yang terinfeksiHIV, konselor dan para pendamping. Forum merupakan ajang komunikasi dan media untuk saling menguatkan di antara mereka yang terinfeksi HIV.

Indonesia harus memberikan perhatian penuh terhadap persoalan HIV jika tak ingin kasus HIV terus meningkat di negeri ini. Upaya-upaya strategis harus dilakukan jika tak ingin menghadapi masa depan negeri dengan angka kasus HIV tinggi. Agenda startegis ini meliputi peningkatan kualitas layanan, penghapusan diskriminasi dan pengucilan sosial, serta melakukan promosi penanggulangan HIV, yang salah satunya, kampanye 100% kondom.

Kualitas Layanan

Peningkatan kualitas layanan tak hanya soal ketersediaan tenaga kesehatan yang ahli, melainkan juga tenaga kesehatan yang ramah dan tak melakukan stima terhadap mereka yang terinfeksi HIV dan berstatus AIDS. Banyak keluhan muncul berkaitan dengan sikap tenaga kesehatan yang sedang acap kali membuat tak nyaman.

Di daerah seperti Papua, dengan situasi geografisnya, peningkatan kualitas layanan termasuk mendekatkan akses layanan kepada masyarakat, ketersediaan fasilitas ARV di tingkat paling bawah, dengan memberikan standard khusus. Sebab, jika pendistribusiaanARV, misalnya, hanya di Rumah Sakit Daerah atau Puskesmas, daya jangkau masyarakat akan kesulitan.

Diskriminasi

Pada tingkat sosial harus dilakukan pendidikan dan penyebaran informasi dengan memberikan menggunakan ragam media sesuai dengan kemampuan masyarakat. Mereka yang tak memiliki kemampuan membaca, bisa menggunakan media film, termasuk bagi mereka yang difabel rungu.

Agenda pendidikan dan informasi ini dimaksudkan agar masyarakat tak melakukan diskriminasi dan pengucilan saat mengetahui seseorang terinfeksi HIV. Sebab mereka yang terinfeksi membutuhkan dukungan moral dan sosial dalam menjalani kehidupannya. Pemerintah harus mendukung upaya-upaya penghapusan diskriminasi dan pengucilan sosial, agar hak-hak asasi mereka yang terinfeksi tak terlanggar.

Kampanye Kondom

Menghadapi peningkatan HIV yang terus menerus, tak ada jalan lain, kecuali melakukan promosi kesehatan, sampai menjadi budaya, masyarakat memiliki budaya sehat yang tinggi. Dalam aras perilaku, kampanye 100% kondom mesti dilakukan secara masif. Kampanye ini diarahkan sebagai langkah strategis membangun perilaku seks yang sehat dan lebih aman.

Kampanye ini juga diarahkan kepada laki-laki agar mereka tak selalu hidup dalam mitos mengenai kondom. Banyak anggapan yang mengatakan menggunakan kondom tak enak dalam melakukan tindakan seksual dengan penetrasi vaginal. Mitos ini harus dibongkar, sampai menumbuhkan keyakinan menggunakan kondom bukan hanya soal mencegah perkembangan penularan HIV, melainkan juga menjaga kesehatan pasangannya.

Secara sederhana, manakala gagasan-gagasan ini sungguh-sungguh dilaksanakan, Indonesia bisa terbebas dari penularan baru HIV. Tigapuluh tahun mendatang Indonesia tak lagi mendapati peningkatan kasus, hanya memberikan perawatan mereka yang terinfeksi HIV dan berstatus AIDS.

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

14 jam lalu

Terpopuler