x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Untuk Apa Kita Merdeka

Amanat dan Kursus Politik Bung Karno di Sumatera dalam Masa Perang Kemerdekaan 1945-1949

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Untuk Apa Kita Merdeka: Amanat dan Kursus Politik Bung Karno di Sumatera dalam Masa Perang Kemerdekaan 1945-1949

Penulis: M. Hasan Basry

Tahun Terbit: Cetakan 2 2015

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: LP2I                                                                                                                      

Tebal: xxix + 163

 

“Jangan goyah hati. Tetaplah kita siap sedia, tetaplah kita di dalam tekad berkobar-kobar, tetaplah kepecayaan kita,” demikianlah ucapan Sukarno di Bukittinggi saat memperingati  Isra’ Mi’raj, hari Sabtu 5 Juni 1948.

Kelahiran Negara Republik Indonesia ditandai dengan proklamasi kemerdekaan di Pegangsaan Timur. Proklamasi dibacakan oleh Sukarno yang didampingi oleh Hatta. Proklamasi ini dilaksanakan sangat singkat dan amat sederhana. Proklamasi sebagai penanda kelahiran negara Indonesia ini dianggap sepi oleh negara-negara lain. Bahkan beberapa tokoh kemedekaan juga ragu. Sjahrir dan kelompoknya menolak mengakui proklamasi Soekarno-Hatta. Sjahrir meragukan proklamasi itu mampu mendorong revolusi melawan Jepang. Demikian juga Tan Malaka. Bahkan Tan Malaka mengajak Sjahrir untuk menggulingkan Soekarno-Hatta (catatan kaki Fachri Ali mengutip Kahin, Nationalism and Revolution). Empat bulan setelah menyatakan merdeka, Jakarta masih belum membei kesempatan kepada Sukarno Hatta untuk bekerja membenahi negeri. Bahkan mereka harus diam-diam pindah ke Jogja 4 Januari 1946.

Guncangan terhadap republik muda ini teus berlanjut dari luar dan dalam. Belanda mendirikan pemerintah boneka di beberapa tempat. Sementara PKI melakukan pemberontakan di Madiun. Perjanjian Renville pada tahun 1948 membuat Indonesia tegak berdiri. Namun wilayahnya tinggal Andalas, Jawa dan Madura saja. Di wilayah yang diakui sebagai wilayah Indonesia itupun masih diganggu oleh Belanda. Hampir dua pertiga Jawa diduduki Belanda, seperlima Sumatra diduduki Belanda dan seluruh Madura diduduki Belanda. Dalam suasana seperti itulah Sukarno memutuskan untuk melakukan perjalanan selama satu bulan ke Sumatra. Tujuannya jelas: Mempertahankan Republik Indonesia! Sukarno melakukan lawatan ke Bukittinggi, Tapanuli,  Aceh, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu  dan Lampung. Lawatan selama satu bulan ini (Sukarno berangkat dari Jogja tanggal 2 Juni dan kembali ke Jogja tanggal 7 Juli 1948) dianggap sebagai lawatan kemenangan. Sebab melalui lawatan inilah Sukarno berhasil meyakinkan rakyat bahwa Republik Indonesia masih ada dan perlu diperjuangkan. Sukarno berhasil mengobarkan revolusi untuk mempertahankan Republik Indonesia.

Sambutan terhadap Sukarno di Sumatra ternyata luar biasa. Di Bukittinggi ribuan orang masih berdatangan saat beliau sudah mulai pidato, sehingga pertama-tama Sukarno minta untuk semua yang datang berhenti, tidak bergerak supaya bisa mendengar pidato dengan baik. Di Kutaraja (Banda Aceh) Sukarno pidato di dalam gedung bioskop. Ada 800 orang di dalam gedung dan puluhan ribu di luar gedung, padahal saat itu hujan lebat. Saat menuju Sigli, sepanjang jalan rakyat berjajar mengelu-elukan Bung Karno. Dalam kunjungannya ke Tapanuli, Sukarno disambut oleh Residen Tapanuli, pengurus partai politik dan rakyat yang berjajar menyambutnya. Di Tarutung Sukano disambut lebih dari 200.000 rakyat.

Selain berpidato di rapat-rapat akbar, Sukarno juga bertemu dengan tentara, para pengusaha dan melantik Gubernur Sumatra Utara (yang saat itu wilayahnya meliputi Aceh). Dalam pertemuannya dengan pengusaha di Aceh (GASIDA: Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh), para pengusaha ini secara spontan memberikan check kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk membeli pesawat terbang. Sukarno juga mengadakan lomba balap kuda di Bukittinggi.

Tema yang diusung oleh Sukarno dalam lawatannya ke Sumatra adalah tentang pentingnya persatuan untuk mempertahankan Republik. Sukarno menggunakan topik Islam, keragaman dan arti sebuah negara. Sukarno mengutip ajaran-ajaran Islam dalam pidato-pidatonya. Sukarno juga menggunakan tema keberagaman yang ada di Republik Indonesia yang perlu bersatu untuk mempertahankan Republik. Tidak penting apa latar belakang politiknya semua harus bersatu mempertahankan Republik Indonesia.

Kita patut berterima kasih kepada M. Hasan Basry yang telah mengumpulkan pidato Bung Karno saat melawat ke Sumatra. Selain dari pidato-pidato Bung Karno, Hasan Basry juga melengkapi bukunya dengan Kutipan Terbitan Harian Kedaulatan Rakyat tentang muhibah ini. Di bagian akhir disertakan tulisan Hamka tentang kunjungan Sukarno ke Sumatra.

Seandainya lawatan Sukarno ini gagal, mungkin Republik Indonesia tidak akan memiliki wilayah seluas sekarang. Mungkin wilayahnya tinggal hanya sepertiga Jawa dan empat perlima Sumatra. Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua mungkin tidak menjadi bagian dari NKRI.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB