x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bersainglah dengan Diri Sendiri

Mereka yang mampu menaklukkan ego, mendisiplinkan diri, terus berlatih, dan pantang menyerah, punya peluang lebih besar untuk meraih prestasi terbaik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“A flower does not think of competing to the flower next to it. It just blooms.”
--Entah siapa

 

“Mudah-mudahan, dia kebagian memasak hidangan dessert, biar bingung. Dia kan gak berpengalaman bikin makanan pencuci mulut. Kalau dia tersingkir dan harus pulang, berarti saingan berat berkurang satu.” Komentar senada kerap muncul di acara kompetisi memasak.

Dalam kompetisi apapun, sebagian orang memang merasa senang dapat mengambil keuntungan dari kondisi buruk atau ketidakberuntungan yang dialami orang lain, seperti sakit, cedera, atau mendapat tantangan yang lebih sukar. Mereka berharap, kompetisi menjadi lebih ringan dan peluangnya untuk maju ke babak berikutnya semakin terbuka. Ya, dia mengambil keuntungan, dan bagi banyak orang sikap ini dianggap wajar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi sesungguhnya, menurut para psikolog, sikap semacam itu merupakan pertanda rendahnya kepercayaan diri, sebab ia tidak perlu berhadapan langsung dengan pesaing berat karena pesaing ini sedang tidak beruntung. Di saat lain, ketika kompetitor yang dianggap kuat tetap bisa tampil, mereka berusaha menerka-nerka seberapa hebat perfomansinya. Barangkali, perasaan cemas mulai merasukinya.

Dalam buku Pattern and Growth in Personality, Dr. Gordon Allport menulis bahwa ketika kita merasa harga diri kita sedang terancam, kita akan gelisah. Ancaman itu sebenarnya muncul karena kecemasan diri sendiri, misalnya saja kita akan bernyanyi satu panggung dengan penyanyi terkenal. Menjelang naik panggung, kita semakin gelisah, dan ini merupakan manifestasi rasa rendah diri karena membandingkan dengan orang lain yang lebih hebat.

Banyak orang yang sebenarnya memiliki potensi dan kapabilitas tinggi, namun tidak berhasil mencapai prestasi terbaik karena kurang percaya diri. Ia tidak siap menghadapi kompetisi yang ketat, karena selalu membanding-bandingkan diri dengan kompetitor. Ia melupakan potensi hebat yang ada dalam dirinya. Bahkan sebagian orang sudah merasa kalah sebelum pertandingan dimulai.

Atlet lari yang percaya dirinya tinggi akan siap menghadapi kompetisi apapun, sebab ia meyakini bahwa kompetisi adalah ajang persaingan dalam kemampuan mengelola diri sendiri—bukan mengalahkan orang lain. Mereka yang mampu menaklukkan ego, mendisiplinkan diri agar mau terus berlatih, dan pantang menyerah, punya peluang lebih besar untuk meraih prestasi yang lebih baik.

Atlet bermental juara akan berusaha memecahkan rekornya sendiri. Ia tak peduli apakah sedang berkompetisi dengan pelari yang kecepatannya relatif lebih rendah, ia akan berusaha mencapai yang terbaik. Tujuannya berlari bukanlah untuk mengalahkan pelari lain, tapi memecahkan rekornya sendiri. Pelari bermental juara akan berusaha menembus waktu 10 detik untuk 100 meter. Ia tidak akan ‘memperlambat larinya’ menjadi 13 detik, misalnya, hanya karena pelari lain jauh lebih lambat. Ia akan berusaha mengalahkan kelelahannya, kemalasannya, maupun keangkuhannya dengan tetap berlari cepat.

Ahli psikologi setuju bahwa kurangnya kepercayaan diri mungkin merupakan keluhan psikologis paling umum yang membuat seseorang sukar meraih prestasi terbaiknya. Dapatkah kita lebih percaya diri dan lebih memercayai kemampuan kita? Jawabannya: ya. Kiatnya: bangunlah kemampuan fundamental untuk terus belajar, menjalin relasi, dan temukan kembali diri Anda—khususnya terkait potensi dan keunggulan diri sendiri.

Kepercayaan diri datang dari persiapan yang baik. Persiapan yang baik memerlukan perencanaan dan latihan, sedangkan tekanan dan kegelisahan datang dari ketidaksiapan. Jika persiapan kita baik, saat hendak terjun ke gelanggang kompetisi, kepercayaan diri kita juga baik. Kita tenang, tidak gelisah, dan tidak tertekan.

Dari berbagai studi diperoleh gambaran bahwa para peraih prestasi puncak terbiasa memusatkan perhatiannya secara lebih intens pada upaya memperbaiki diri ketimbang berupaya mengalahkan kompetitor. Mereka tidak terpengaruh oleh performansi orang lain. Fokus perhatian mereka adalah mengalahkan ego, kemalasan, membangun kedisiplinan, meningkatkan kemampuan belajar dan berlatih.

Mencemaskan kemampuan pesaing seringkali malah berujung merosotnya prestasi sendiri. Bertanya-tanya tentang bagaimana orang lain berlatih dapat menciutkan diri sendiri dan mengalihkan perhtian kita dari tugas terpenting, yakni memperbaiki performansi diri sendiri.

Jadi, apabila kita harus bersaing, bersainglah dengan potensi sendiri. Mengupayakan yang terbaik namun tidak berhasil bukanlah kegagalan. Kegagalan yang sebenarnya ialah bila kita tidak mencoba atau mencoba tapi tidak berusaha memberi yang terbaik. (foto: tempo) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu