x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sains dan Matematika: Bukan Dunia Gersang

Ilmuwan dan matematikawan bekerja tak ubahnya musikus yang berulang kali mencoret partitur untuk menemukan birama yang memenuhi cita rasanya akan keindahan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Mathematics is the music of reason.”
--James Joseph Sylvester (matematikawan, 1814-1897)

 

Dingin, kering, dan sunyi. Sebagian tenggelam dalam angka-angka. Sebagian yang lain berkutat di laboratorium: partikel, jaringan, larutan. Solitair, asyik sendiri, bahkan mungkin asosial—melengkapi gambaran tentang dunia matematika dan sains yang terpisah dari hiruk pikuk dunia.

Itulah persepsi umum tentang matematika dan sains, tidak seperti seni (tari, film, lukis, patung, teater, dsb) yang penuh dengan gairah. Kemeriahan festival film, pembacaan sajak, pentas tari, pameran lukisan yang diintai para kolektor. Khalayak berdecak perihal capaian karakterisasi para aktor yang bermain dengan penuh penghayatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Orang-orang matematika dan sains, sejauh ini, umum dipersepsikan sebagai orang yang berkutat dengan angka dan fenomena alam tanpa passion. Dingin, kering, dan senyap.

Namun, sungguh, persepsi itu meleset jauh dari kenyataan. Penciptaan persamaan kesetimbangan John Nash dan penemuan teori elektromagnetik James Clark Maxwell adalah perburuan yang penuh hasrat (passionate pursuit) akan keindahan dan kebenaran. Di dalamnya sarat pengalaman personal, ketegangan, keceriaan, kekecewaan, mungkin pula nyaris keputusasaan—tak ubahnya musikus yang berulang kali mencoret partitur untuk menemukan birama yang memenuhi cita rasanya akan keindahan suara.

Film Beautiful Mind, yang diangkat dari biografi karya Sylvia Nasar, mengisahkan dengan begitu dekat hasrat John Nash terhadap angka-angka dan persamaan-persamaan. Di dalam dunianya, ia bergulat untuk memecahkan misteri permainan hingga ia ‘menemukan’ pencerahan yang menyingkapkan misteri itu. Ini adalah pencarian panjang yang penuh dahaga, hasrat untuk menembus batas pemahaman yang sudah ada.

Nash melewati proses yang tak kalah sublim dengan Picasso dan Salvador Dali hingga menemukan gaya melukis masing-masing. Sebagaimana Mozart, Nash menempuh kesukaran, kekecewaan, kegagalan, dan kegembiraan ketika kemajuan kecil diraih. Sebagaimana Umberto Eco berkutat untuk menemukan ungkapan dan diksi yang mewakili kehendaknya, Nash berusaha menemukan ungkapan matematis yang menawan—seperti kata fisikawan Paul Dirac, persamaan yang indah itu benar.

Tatkala Albert Einstein akhirnya menemukan teori relativitas umum maupun khusus, itu tak lain adalah buah lompatan imajinasi sekaligus ketekunan dalam membumikannya. Persamaan yang demikian ringkas namun digdaya, seperti E=mc2, tak mungkin lahir tanpa imajinasi yang liar, tanpa pencarian yang penuh hasrat, tanpa kecintaan kepada alam beserta misterinya—waktu, ruang, gerak, sebagaimana dipahami pula oleh Al-Kindi yang hidup beratus tahun sebelum Einstein.

Carl Friedrich Gauss menaruh hasrat yang kuat terhadap matematika sejak usia dini. Di usia 7 tahun, ia telah mengagetkan gurunya ketika menjumlahkan angka 1 hingga 100 nyaris seketika. Di usia itu, ia telah mampu membaca pola (pattern) bahwa penjumlahan angka dari 1 hingga 100 adalah penjumlahan 50 pasangan angka, yang masing-masing bernilai 101; sehingga jumlah totalnya 5.050. Tanpa ketekunan dalam mengatasi pergolakan batin dan pikiran, Gauss barangkali tak bertahan sebagai matematikawan hingga akhir hayatnya.

Alasan utama pencarian penuh hasrat ini ialah persandingan kebenaran dengan keindahan di dalam fenomena alam, termasuk bilangan. “Matematika menyimpan keindahan dan romansa,” kata matematikawan Marcus du Sautoy, “Dunia matematika bukanlah tempat yang membosankan. Ini tempat yang luar biasa; menggunakan waktu di sana begitu berharga.” Leonardo da Vinci memanfaatkan kefasihannya dalam matematika dan sains ketika melukis dan menciptakan patung, sebagaimana Umar Khayyam menulis sajak dalam bayangan kepiawaiannya dalam matematika.

Sains dan matematika adalah tempat berlabuh ide-ide kreatif. Tanpa kreativitas dalam sains dan matematika, tak ada inovasi dan manusia akan berjalan di tempat. “Ilmuwan hebat adalah seniman juga,” kata Einstein yang bahkan memercayai bahwa imajinasi lebih penting ketimbang pengetahuan. Pengetahuan membawa kita melangkah satu-dua, imajinasi memungkinkan kita melompat jauh. (ilustrasi: sketsa Leonardo da Vinci) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

12 jam lalu

Terpopuler