x

Iklan

Fadh Ahmad Arifan

Alumnus MI Khadijah kota Malang
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tentang Seorang Benedict Anderson

Indonesianis berdarah Yahudi ini selama hidupnya pernah dicekal oleh rezim Orde baru

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sabtu, 12 Desember 2015, Profesor Benedict Richard O'Gorman Anderson telah meninggalkan kita semua. Benedict meninggal dunia di kota Batu dan menurut berita yang saya peroleh, jenazahnya akan dikremasi selanjutnya abunya disebarkan di Laut Jawa. Sosok Benedict tak muncul begitu saja. Dia hasil didikan Cambridge dan Cornell University. Di level internasional, mendiang Benedict pernah meraih beberapa perhargaan, diantaranya: Award for Distinguished Contributions to Asian Studies (1998), Fukuoka Asian Culture Prizes (2000), Albert O. Hirschman Prize (2011).

Majalah Tempo edisi 20 November 2011 memasukkan Benedict ke dalam “Indonesianis” generasi kedua bersama William Liddle, Herbert Feith dan Daniel s. Lev. Indonesianis berdarah Yahudi ini selama hidupnya pernah dicekal oleh pemerintah Orde baru sejak 1973-1999. Penyebabnya karena mengkritisi Orde baru. Salah satu karyanya berjudul "The Cornel Paper" memberi sudut pandang berbeda tentang peristiwa G 30 S.

Makalah yang ditulis bersama Ruth McVey itu menyimpulkan bahwa G 30 S merupakan persoalan internal Angkatan darat (AD) dan sama sekali tidak mengulas peran PKI. Otomatis berlawanan dengan teori dan tafsir tunggal yang selama ini dibangun Orde baru, bahwa PKI merupakan dalangnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berkat makalah tersebut, nama lembaga "Cornell Modern Indonesia Project" kian terkenal sebagai pelopor penelitian intelektual tentang Studi Indonesia. Lembaga yang dirintis George McTurnan Kahin ini pada era 1960-1970 an pernah berjaya. Akan tetapi sempat meredup hampir satu dekade setelah Benedict Anderson pensiun.

Hingga akhir hayatnya, Benedict telah meninggalkan beberapa karya monumental selain The cornell Paper. Misalnya Buku Java in a time of Revolution, buku ini menjelaskan perlawanan Indonesia terhadap belanda yang dilakukan oleh gerakan pemuda. Berikutnya buku Imagined Communities. Di Israel, Menurut Ronny Agustinus (pemimpin redaksi penerbit Marjin Kiri), buku ini diterjemahkan oleh Open University of Israel untuk menentang ortodoksi politik Zionis dan dipengantari oleh ilmuwan Palestina. Buku ini intinya berbicara mengenai gerakan Nasionalisme di seantero dunia. Benedict mengambil contoh di amerika utara dan Perancis yang mengalami revolusi pembebasan oleh kesadaran masyarakat yang menentang Monarki.

Baru baru ini, masih ada satu lagi buku Benedict yang terbit di penerbit Marjin kri. Judulnya "Dibawah Tiga Bendera; Anarkisme Global dan Imajinasi Antikolonial". 10 Desember 2015, Benedict menyempatkan hadir dalam peluncuran buku tersebut, sekaligus mengisi kuliah umum 'Anarkisme dan Nasionalisme' di Universitas Indonesia.

Mengutip Republika online, dalam kuliah umum tersebut, Sepanjang sejarah, kata Anderson, anarkisme telah menjadi bagian dari perlawanan terhadap sistem yang korup. Anarkisme, sebagai konsekuensi dari korupnya sebuah sistem, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu damai atau kekerasan. Pada zaman dulu, sistem yang dilawan itu bernama imperialisme dan aristokrasi, sedangkan kini kapitalisme global.

Sayonara… Prof Benedict, barangkali lewat buku-buku anda saya belajar memahami dan mencintai Indonesia.  Wallahu’allam

Ikuti tulisan menarik Fadh Ahmad Arifan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu