x

Iklan

indri permatasari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Wahai Orang Tua, Rating Film itu Bukan Sekedar Hiasan

Orang tua seharusnya bisa memilih dan memilah, mana film yang sesuai dengan umur anak-anaknya. sehingga tiap anak bisa mendapatkan tontonan yang sehat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Biasanya yang namanya orang tua itu memiliki sifat bijaksana, wong namanya juga sudah berumur. Tapi sebenarnya banyak juga orang tua yang sifat egoisnya nggak ketulungan, dan ironisnya keegoisan ini mereka lakukan ke anaknya sendiri atau anak-anak kecil lain yang dekat dengan mereka. Sebelum saya menuai protes dari para orang tua, ada baiknya saya teruskan dulu tulisan ini, tapi saya tanya dulu deh, Njenengan semua pasti pernah nonton film di bioskop kan? kalau belum pernah, besok saya ditraktir , kita nonton bareng.

Nah ngomong-ngomong soal nonton di bioskop,terus terang saya sangat prihatin, Sebagai movie lovers, bisa dibilang saya rajin menyambangi gedung bioskop, dan tentunya film yang saya tonton pun beragam, yang penting sesuai dengan selera. Namun sayangnya, tak hanya sekali, dua kali, sepuluh kali saya mendapatkan pemandangan anak-anak kecil nonton film di bioskop, padahal film itu ditujukan untuk orang dewasa, lebih shock nya lagi adalah ketika ternyata anak-anak itu nonton dengan didampingi orang tuanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai penganut paham nirprasangka, saya berpikir bahwa para orang tua mungkin saja tertipu dengan poster atau judul film tersebut, tapi kemudian saya tepiskan lagi pikiran itu bahwa semestinya orang tua tak harus dan tak mungkin tertipu. Kenapa saya begitu yakin dengan hal itu, karena informasi mengenai sebuah film sangat mudah didapat. Tentunya saya berasumsi bahwa para orang tua yang mengajak anaknya nonton film di gedung bioskop adalah orang yang berwawasan dan  tentu melek informasi. Gak mungkin donk orang yang rela bayar mahal demi tiket nonton nggak bisa cari info mengenai film di gadget miliknya padahal tiap hari mereka berhahahihi di media sosial.

Saya masih ingat waktu nonton Spectre kapan hari, film franchise nya james bond yang jelas-jelas mesti menyuguhkan action dar der dor dengan selingan adegan yang ehem uhuk, koq ya tetap saja dipenuhi anak-anak dibawah umur. Pas nonton Sicario juga gitu, masih ada saja kursi yang diduduki anak kecil yang mesti rela memelototi film dewasa dengan porsi full adegan kekerasan penuh darah nan brutal ini.

Jadi gimana kesimpulannya hayo, saya yakin kalau anak-anak kecil itu bisa sampai ke dalam gedung bioskop ini dengan orang tua mereka atau paling tidak dengan keluarganya, Oke mungkin masih banyak para orang tua yang berusaha membela diri dengan mengatakan harusnya para petugas penjaga pintu sinema bisa menghentikan mereka sebelum masuk. Tapi balik lagi, dijaman komersial dimana uang adalah segalanya, pasti para petugas juga tidak mau repot menyisir penonton dibawah umur satu persatu, meraka pun bisa dengan gampang membela diri karena peringatan peruntukan film ada di layar ketika kita membeli tiket dan bisa dibaca siapa saja dengan mudah, Bagi pihak sinema, yang penting para penonton masuk dengan membawa tiket, titik.

Sepertinya belum afdol rasanya kalau belum mencari kesalahan pihak lain. Bagaimana kalau kita salahkan kinerja Lembaga Sensor Film alias LSF. Wah maaf saya ndak sepakat kalau harus menyalahkan lembaga ini. Menurut saya, LSF sudah bekerja sesuai prosedur yang dimilikinya, apalagi untuk konsumsi film bioskop dimana segmentasi pemirsa jelas. LSF juga selalu memberi alert rating film sebelum sebuah adegan ditayangkan. Pada kenyataanya, banyak film yang tidak lolos gunting sensor mereka dan akhirnya tidak bisa ditayangkan di bioskop Indonesia.

Sebagai mahluk ngeyelan, mungkin masih ada yang berpendapat kenapa tidak digunting saja semua adegan-adegan yang tidak lolos sensor biar bisa tayang? Wah, kalo itu yang terjadi saya lebih memilih nunggu jalur illegal, bukannya apa-apa, memangnya film itu mirip roti yang bisa dipotong-potong? saya bilangin ya, nggak enak nonton film yang kebanyakan potongan, karena jelas akan mengganggu jalan cerita. Masih mau protes lagi? Ya sudah Njenengan demo sendiri saja sana, saya ndak ikut.

***

Saya sadar bahwa akan banyak yang berbeda pendapat, tapi saya tetap berprinsip bahwa “anak dibawah umur” yang nonton film dewasa di bioskop adalah mutlak tanggung jawab orang tuanya. Bagaimana teganya orang tua mengajak mereka masuk kedalam dan menonton sesuatu yang bukan peruntukannya. Saya mohon dengan sangat kepada para orang tua yang terhormat yang memang kebetulan hobi nonton film di bioskop, lebih bijaksanalah bersikap, jangan hanya bisa menyalahkan pihak lain padahal anda yang sengaja bersikap keliru.

Percayalah, tidak ada yang menipu dalam urusan rating film. Hanya dibutuhkan usaha kecil untuk memastikan buah hati mendapat tontonan film bioskop yang sehat. Pertama, cobalah untuk melihat review atau ringkasan film yang hendak anda tonton bersama si kecil, anda bisa menilik review atau cukup menengok situs film terpercaya seperti IMDB yang memuat banyak keterangan tentang hampir semua film. Pastikan anda memperhatikan rating dibawah judul film. Ada berbagai macam dari G, PG, PG13,R atau NC-17.

Masing-masing kode huruf ada artinya, G (General Audiences) disini bisa disebut juga rating untuk Semua Umur (SU), PG (Parental Guide) anak-anak bisa menonton dengan Bimbingan Orang Tua (BO), PG-13 hanya diperuntukkan untuk anak 13 tahun keatas dengan pengawasan orang tua , karena biasanya terdapat adegan kekerasan dan mungkin adegan yang berorientasi seksual yang tidak terlalu ekstrim, kalau di Indonesia disebut juga R (Remaja), R (Restricted) , artinya anak dibawah 17 tahun harus didampingi orang tua/ yang lebih dewasa bila ingin menonton, tapi kalau di Indonesia mungkin bisa disebut rating D (Dewasa), dan NC-17 jelas hanya diperuntukkan bagi yang berusia 17 tahun keatas, yang kalau di Indonesia dikenal dengan rating D+. sudah ndak usah pake nyengir bacanya.

Jelas kan, bahwa tampilan rating itu bukan sekedar hiasan. Semua ada arti dan peruntukannya sendiri, kalau memang anak yang diajak masih usia 9 tahun ya jangan dibiarkan ikut nonton film dengan rating PG-13 atau  Remaja. Pasti nanti di dalam sinema, njenengan jadi sibuk sendiri menutup mata anak atau mengalihkan perhatiannya. padahal, masalah tak teratasi dengan hanya menutup mata anak, justru hal itu akan membuat mereka penasaran dan akibatnya merekapun mencari informasi secara sembunyi-sembunyi.

Akhirnya, kalaupun njenengan sudah kebelet banget mau nonton film bioskop yang ratingnya ndak cocok untuk usia anak anda, saran saya ya ndak usah maksa ngajak mereka. Titipin dulu sama tetangga, saudara atau siapa lah gitu yang anda percaya. Tapi kalau toh ndak memungkinkan, mbok ya mendingan ajak buah hati dengan kesibukan lainnya, berkebun, menggambar, membaca buku, jogging, memasak dan apa sajalah kegiatan kreatif lainnya. Biaya lebih murah dapat bonus tambah akrab.

Anak itu amanah yang wajib dijaga oleh setiap orang tua, dan melindungi anak dari tontonan yang tidak pantas merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada anak sekaligus wujud tanggung jawab orang tua. Maka buat njenengan yang masih tega mengajak buah hati nonton film bioskop yang bukan konsumsinya, semoga kita ndak pernah bersua. Soalnya saya suka galak kalau ketemu manusia macam begitu apalagi kalau wajahnya ndak rupawan.

 sumber gambar : www.mpaa.org

 

Ikuti tulisan menarik indri permatasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB